SAATNYA MENGALAHKAN YAHUDI (Merealisasikan Janji Kemenangan)

Uray-Helwan

Uray-Helwan
Uray-Helwan

Oleh: Uray Helwan Rusli, Majelis Kutab Jama’ah (Hizbullah) Wilayah Kalimantan Barat.

Ada hal yang sangat berkesan ketika penulis berdiskusi dengan Yakhsyallah Mansur, Pembina Aqsa Working Group (AWG) juga seorang da’i, mengenai sepakterjang Yahudi. Beliau berpesan agar dalam menulis, kami lebih banyak memaparkan hal-hal yang dapat membangkitkan optimisme bahwa kemenangan melawan Yahudi sudah jelas dan pasti.

Karena saat ini, banyak tulisan yang mengupas Yahudi, namun yang terkesan kemudian adalah timbulnya rasa pesimis dan rendah diri, karena secara fakta mereka banyak berkuasa di segala bidang.

Penulis kemudian membaca sejarah tokoh pendiri Zionisme, Theoder Herzl. Ternyata ketika dia melontarkan ide untuk membangun sebuah negara Zionis yang ia tuangkan dalam bukunya Der Judenstaats, awalnya banyak menuai kecaman, termasuk dari kalangan Yahudi sendiri. Media Neue Freie Presse, tempat Herzl bekerja bahkan menyebutnya dengan nada ledekan sebagai avonturir yang ingin menjadikan dirinya sebagai Perdana Menteri kaum Yahudi atau Raja kaum Yahudi.

Media lain, The Algemeine Zeitung di Vienna menulis ulasan bahwa ide Herzl tentang Zionisme adalah gagasan seorang gila yang sudah putus asa. Sementara The Algemeine Zeitung di Munich menulis yang tak kalah negatifnya dengan mengatakan Zionisme adalah gagasan fantastis dari seorang yang sudah tak sadarkan diri karena akal dan pikirannya telah dipenuhi dengan antusiasme Yahudi (Herry Nurdi,  2009).

Namun dengan kegigihan mengusung idenya tersebut, akhirnya dukungan datang dari berbagai pihak dan negeri Yahudi pun wujud, yang memerdekakan diri secara sepihak di tanah Palestina 1948. Meskipun kala itu sudah tidak ada lagi sosok Herzl, ia mati diusia 44 tahun  pada 1904. Melihat sepak terjang Herz, penulis menyimpulkan, kunci sukses keberhasilannya mengangkat isu Negara Yahudi dan mewujudkannya di Palestina  ada dua, yakni Optimisme dan Gigih.

Hadirnya sosok Herzl pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai yang takdirkan sebagai realisasi dari ayat Al-Quran mengenai giliran orang-orang Yahudi untuk mengalahkan musuh-musuhnya. (Wallahu a’lam).

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا

Artinya: Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. (QS. Al-Isra: 6)

Hizbullah: Keberuntungan dan Kemenangan

Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah Bani merasakan hukuman pertama dari dua kejahatan yang mereka lakukan, maka kemudian Allah berkehendak  memberikan giliran kepada mereka untuk mengalahkan musuh-musuh atau penghalang-penghalang cita-cita mereka. Untuk itu Allah membantu mereka dengan harta kekayaan dan anak-anak yang kuat sehingga mereka menjadi kelompok yang besar. Baik dalam hal jumlah, pengaruh, teknologi, maupun kekuatan fisik. Setelah itu semua, barulah akan mereka rasakan hukuman kedua wa’dul akhiroh yang berupa kehancuran mereka.

Jika optimisme dan kegigihan Herzl dibangun atas semangat untuk mengangkat kaum minoritas Yahudi (kala itu) dengan mimpi mewujudkan Negara Israel Raya, maka kaum Muslimin yang akan menghentikan kezaliman mereka memiliki spirit agung yaitu HIZBULLAH. Mereka yang berpihak kepada Allah, menyerahkan diri secara totalitas kepadaNya, meyakini kemenangan dan keberuntungan akan selalu mereka dapatkan dan telah memulai dengan kekuatan optimal yang mereka miliki.

Dalam Al-Quran kata HIBULLAH Allah sebutkan dalam 3 tempat, yaitu:

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

Artinya: Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya HIZBULLAH  itulah yang pasti menang.(QS. Al Maidah: 56)

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan  yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah HIZBULLAH. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya HIZBULLAH itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadalah: 22)

Ibnu Katsir ketika menafsirkan QS. Al-Maidah ayat 56 di atas (yang merupakan satu rangkaian dengan ayat 54 dan 55) mencantumkan QS Al-Mujadalah:21-22. Kemudian jika ditambahkan, maka setiap orang yang rela dengan kekuasaan Allah, Rasul Nya dan orang-orang yang beriman, dia beruntung di dunia dan akhirat serta memperoleh pertolongan di dunia dan di akhirat.

Kemudian QS. Al-Mujadilah:22, Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Abu Ubaidah ‘Amir bin Abdillah Al-Jarrah ketika ia membunuh ayahnya pada persitiwa perang Badar (hal ini terkaita dengan kalimat: Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak mereka). Oleh karena itu ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu berkata ketika urusannya dimusyawarahkan berkenaan dengan keenam orang sahabat: “Andai saja Abu Ubaidah masih hidup maka aku akan mengangkatnya sebagai Khalifah.

Mengenai kalimat: atau anak-anak mereka mereka,  berkenaan dengan Abu Bakar yang berkeinginan membunuh anaknya sendiri, Abdurahman, pada perang yang sama (karena Abdurahman berpihak kepada kafir Quraisy, Pen.). Atau saudara-saudara mereka,  kalimat ini berkenaan dengan Mushab bin ‘Umair yang membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair pada hari yang sama. Atau keluarga mereka, ini juga masih bicara perang Badar, berkenaan dengan Umar yang membunuh salah seorang kerabatnya. Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Al Harits yang membunuh Utbah, Syaibah dan Al Walid bin Utbah juga pada hari yang sama. Wallahua’lam.

Adapun kalimat: Mereka itulah HIZBULLAH. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya HIZBULLAH itu adalah golongan yang beruntung, maksudnya mereka adalah golongan Allah, yakni hamba-hamba Allah dan orang-orang yang berhak mendapat kemuliaanNya. Khusus kalimat Ketahuilah, bahwa sesungguhnya HIZBULLAH itu adalah golongan yang beruntung, merupakan pujian terhadap kemenangan yang telah mereka peroleh di dunia dan akhirat. Hal ini kebalikan dari Hizbusysyaithon (golongan syaitan).

Menurut dua ayat Al-Qur’an di atas, ada dua hal yang akan Allah berikan kepada HIZBULLAH, yakni  Ghalibuun dan Muflihuun.

Kata Ghalibuun merupakan bentukan dari kata gha-la-ba yang berarti mengalahkan atau mengatasi. Dalam Al-Quran kata yang terbentuk dari gha-la-ba mencapai 29 kali. Sembilan diantaranya menggunakan kata ghalibuun – ghalibiin.  Jika diperhatikan satu persatu kalimat-kalimat tersebut maka bisa disimpulkan hal ini untuk menunjukkan kemenangan terhadap musuhnya/lawannya. Seperti yang terdapat pada beberapa ayat berikut ini:

1. Ash Shaffat:114-116:

وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَىٰ مُوسَىٰ وَهَارُونَ. وَنَجَّيْنَاهُمَا وَقَوْمَهُمَا مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ. وَنَصَرْنَاهُمْ فَكَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah melimpahkan nikmat atas Musa dan Harun. Dan Kami selamatkan keduanya dan kaumnya dari bencana yang besar. Dan Kami tolong mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang.

2. Al A’raf:113

قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ

Artinya: Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir’aun mengatakan: “(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?”

3. Fushshilat (41) :26

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَٰذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

Artinya: Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan AlQuran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.”

Ibu Katsir sendiri menafsirkan ayat  56 surah Al Maidah yang terdapat di dalamnya kalimat (artinya): sesungguhnya HIZBULLAH  itulah yang pasti menang, dengan ayat 21 surah Al-Mujadalah (58):

كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

Artinya: Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Jadi jelaslah bahwa orang-orang yang berpihak kepada Allah (Hizbullah) dijanjikan kemenangan oleh Allah terhadap musuh-musuhnya. Mereka dinaungi pertolongan dan kekuatan dari Nya. Tidak peduli jumlah musuh-musuhnya lebih besar dan terlihat lebih kuat, namun kekuatan hakiki hanya dari Allah dan atas Kehendak-Nya, dan DIA menjanjikan kemenangan bagi orang-orang yang berpihak kepada-Nya.

Kemenangan inilah yang dulu diraih oleh Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau. Meskipun mereka berhadapan dengan pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak ditambah perlengkapan perang yang lebih hebat, namun dengan kesungguhan dalam berjihad fi sabilillah, Allah turunkan pertolongan-Nya dan wujudlah kemenangan bagi mereka.  Mereka melihat pasukan musuh yang besar, tidak menjadi ciut, malah bertambah yakin atas pertolongan Allah. Kekuatan fisik dan perlengkapan yang mereka miliki ditambah taktik perang yang dijalankan hanya untuk menunjukkan kesungguhan dalam berikhtiar / berjihad.  Adapun mereka berperang tidak mengandalkan kekuatan persenjataan atau banyaknya jumlah pasukan  namun hanya bersandar pada kekuatan dari Allah. Inilah yang menjadi syarat kemenangan bagi mereka.

Dalam Al Quran Allah sebutkan:

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Anfal (8): 17)

Dan ayat lainnya:

وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ. إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ. وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ

Artinya: Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul. (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan.Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (QS. Ash-shaffat(37) :171-173)

Hal kedua yang Allah berikan kepada HIZBULLAH adalah muflihuun, yang diartikan sebagai keberuntungan. Ibnul Qayyim ketika menafsirkan QS. Ali Imran:200, (Artinya: …wattaqullaah la’allakum tuflihuuun): Allah mengabarkan bahwa kekuatan semua itu adalah takwa. Keberuntungan tergantung takwa. Maka dikatakan, “Bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.”  Ibnu Katsir menafsirkan Qad aflahal mu’minuuun / Beruntunglah orang-orang beriman (QS. Al Mu’minuun:1): maksudnya, mereka telah mendapatkan kemenangan, kebahagiaan serta memperoleh keberuntungan.”

Keberuntungan orang-orang beriman adalah keuntungan ibadah kepada Allah. Karena setiap ibadah yang dilakukan (yang sesuai dengan tuntunan) mendapat ganjaran  besar di sisi Allah. Meskipun  terlihat sederhana dan diremehkan oleh manusia, namun jika hal tersebut tergolong ibadah, pasti menjadi lebih mulia. Bahkan jika dibanding dengan dunia dan seisinya, jauh lebih besar nilai ibadah menurut hitungan Allah. Dalam sebuah riwayat disebutkan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Dua rakaat sebelum fajar lebih baik dari dunia dan seisinya.”  HR. At Tirmidzi, dari Aisyah radhiyallahu anha.

Jika dua rakaat sebelum sholat fajar (Shubuh) nilainya sedemikian besar, padahal sholat tersebut bukanlah fardhu dan Rasulullah kerjakan dengan sangat ringan, bagaimana halnya dengan ibadah-ibadah lain yang memerlukan perjuangan dan pengorbanan dalam menunaikannya, tentu ganjarannya jauh lebih dahsyat lagi.

Dalam sebuah riwayat disebutkan beliau bersabda mengenai besarnya nilai puasa Ramadhan di sisi Allah (artinya): “…Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah Ta’ala daripada aroma minyak kesturi, di mana dia meninggalkan makanan, minuman, dan nafsu syahwatnya untuk kepentingan Ku (Allah)…) HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah.

Ini menunjukkan betapa beruntung orang yang beribadah puasa, bau mulutnya saja (yang tentu tidak sedap itu) di sisi Allah lebih harum dari minyak kesturi, lantas bagaimana halnya dengan keletihan, kelaparan, keikhlasan dan perjuangannya dalam berpuasa karena Allah, tentu akan lebih besar lagi.

Masih mengenai keagungan nilai ibadah bagi mu’minin. Sholat berjama’ah merupakan hal yang besar di sisi Allah. Lihatlah bagaimana DIA memuliakan mereka yang sholat berjama’ah. “Shalat seseorang dengan berjama’ah dilipatgandakan dari shalat di rumah dan di pasar, sebanyak dua puluh lima lipat. Dan yang demikian itu, jika ia berwudhu, dan membaguskan wudunya, kemudian ia keluar (pergi) ke masjid, tidaklah ia keluar melainkan untuk sholat, tidaklah ia melangkah dengan satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapuskan daripadanya satu kesalahan. Apabila ia shalat, maka para malaikat senantiasa mendoakan atasnya selama ia berada pada tempat sholatnya, dengan ucapan: Ya Allah sejahterakanlah atasnya, ya Allah sayangilah dia, dan salah seorang dari kamu senantiasa di dalam sholat selama menunggu (waktu) shalat”. HR. Bukhari-Muslim dan Abu Dawud dari abu Hurairah Ra.

Begitulah Allah Maha Mensyukuri. Maksudnya Dia yang Maha Agung, menghitung dengan detil setiap amal yang dilakukan oleh hamba Nya. Meskipun kecil dan ringan. Asalkan dilakukan dengan keikhlasan  dan memenuhi tuntunan-Nya serta contoh Rasul-Nya, pasti dibalas dengan pahala berlipat di akhirat dan bonus karunia kebaikan di dunia. Uniknya, ganjaran pahala dari Allah tersebut mulai dihitung sejak amal baru berupa niat di hati.

Selanjutnya, setiap langkah kaki, akal yang berpikir, lisan yang berucap, dan seluruh daya upaya yang tercurah demi terwujudnya amal yang telah diniatkan tersebut, dihitung oleh Allah dengan ganjaran berlipat-lipat kebaikan. Bahkan akan lebih besar lagi balasan suatu amal, jika si pelakunya mengerjakannya dengan susah payah, letih, dan penuh perjuangan.

وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Artinya:  “…Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah(2):158)

Orientasi ibadah kepada Allah inilah yang menjadi dinamika dalam kehidupan berjama’ah bagi orang-orang yang berpihak kepada Allah (HIZBULLAH). Sehingga mereka senantiasa diliputi keberuntungan. Apa pun yang mereka lakukan akan menjadi amal sholeh. Setiap gerak dan langkah mengandung kebaikan. Karena HIZBULLAH dalam segala hal mengutamakan ALLAH. Berperilaku menurut tuntunan Allah dan Rasul Nya.

Bagi HIZBULLAH, jika mereka teruji dalam kehidupan dunia, seperti harta yang dibatasi oleh Allah atau fitnah dari manusia-manusia jahil, tidaklah seberapa jika dibanding besarnya lautan nikmat-Nya karena diberi peluang untuk beribadah sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya. Sungguh perkara ibadah kepada Allah adalah perihal agung yang tidak akan bisa disandingkan maknanya dengan dunia, lantaran dunia terlalu kecil untuk mengganjarnya. Bayarannya hanya di sisi Allah.

Inilah spirit bagi kaum Muslimin yang akan mengalahkan Zionisme Yahudi. Spirit agung HIZBULLAH. Spirit tersebut wujud dalam dua hal: Kemenangan dan Keberuntungan. Mereka yakin pasti akan menang, karena mereka berpihak kepada Allah. Dan  tidak pernah  rugi lantaran mereka hidup dalam putaran ibadah kepada Allah dengan  dinamika yang  selamanya untung. (Wallahu a’lam).(L/P004/P2)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Admin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0