Oleh: Imaamul Muslimin Yaksyallah Mansur
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (الزمر [٣٩]: ١٠)
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 10)
Ayat ini menginformasikan tentang perintah Allah kepada Rasulullah untuk menyampaikan beberapa prinsip hidup kepada hamba-hamba-Nya.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Pertama, agar hamba-hamba-Nya yang beriman bertakwa kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.
Kedua, bagi orang yang berbuat baik di dunia akan mendapat balasan yang baik di dunia dan di akhirat.
Ketiga, bahwa bumi Allah adalah luas, maka untuk mengembangkan kebaikan itu tidak terbatas.
Keempat, pahala yang tidak terbatas hanya diberikan kepada orang yang shabar.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Di bawah ini akan diuraikan empat prinsip hidup tersebut secara sederhana terutama yang keempat yaitu tentang kesabaran.
Pada prinsip yang pertama mengandung pengertian bahwa antara iman dan takwa itu saling melengkapi. Beriman saja belum cukup, sebelum dilengkapi dengan takwa yaitu mengadakan dan memelihara hubungan dengan Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Fungsi takwa adalah untuk memupuk niat sehingga membuahkan dan menghasilkan amal shalih (amal baik).
Pada prinsip kedua, Allah menyatakan bahwa orang yang berbuat baik pasti akan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat. Di dunia hatinya tenang, dadanya lapang dan badannya sehat.
Menurut Al-Qurthubi kebaikan di dunia adalah penghargaan dan pujian baik dari masyarakat. Sementara di akhirat, dia menikmati segala kesenangan surga dan puncaknya ridla Allah .
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Pada prinsip ketiga, disebutkan bahwa bumi Allah itu luas. Maksudnya untuk memperluas dan melapangkan hati orang beriman dan bertakwa. Apabila di suatu tempat tidak dapat mengembangkan kebaikan, dia dapat berpindah ke tempat lain mengembangkan kebaikan, seperti yang dilakukan oleh para nabi dengan melakukan hijrah.
Imam Ar-Razi menerangkan bahwa ayat ini, yang turun di Makkah, telah mulai membayangkan bahwa bumi Allah luas, karena satu waktu orang yang beriman kepada Allah di Makkah itu mungkin akan pindah ke tempat lain, sehingga di sana akan dapat mengembangkan kebaikan. Hal ini terbukti dengan hijrah para sahabat dari Makkah ke Madinah.
Salah seorang ulama berkata:
إِذَا كَانَ أصلى مِنْ تُرَابٍ فَكُلهَا بِلَادِي وَكُل الْعَالَمِيْنَ أَقاربى
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
“Kalau memang asalku dari tanah, maka seluruh bumi adalah negeriku dan semua manusia adalah kerabatku.”
Inilah prinsip universalisme Islam yang tidak mengenal batas teritorial.
Prinsip keempat mengisyaratkan bahwa untuk merealisasikan iman, takwa dan amal shalih di bumi yang luas itu tidak semudah yang dibayangkan. Dia memerlukan pengorbanan dan perjuangan dan bahkan terkadang penuh penderitaan. Ini semuanya hanya dapat diatasi dengan sabar dan hanya orang yang sabar yang akan sampai kepada yang dicita-citakan.
Pada ujung ayat ini Allah menjelaskan balasan orang yang shabar yaitu akan mendapat pahala yang tanpa batas.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Pengertian Sabar dan Keutamaannya
Ar-Raghib Al-Isfihani mengatakan:
الصبر: الامساك في ضيق
“Menahan diri dalam kesempitan”
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Sedang yang dimaksud sabar dalam istilah agama Islam, menurut Al-Ghazali ada keteguhan jiwa yang disebabkan oleh agama dalam menghadapi pengaruh hawa nafsu.
Shabar termasuk akhlak paling utama yang banyak mendapat perhatian Al-Qur’an.
Abu Thalib Al-Makky mengutip perkataan sebagian ulama mengatakan, “Adakah yang lebih utama dari pada shabar? Allah telah menyebutkannya dalam Al-Qur’an lebih dari 90 tempat. Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebut Allah sebanyak ini kecuali shabar.
Dalam menyebutkan shabar terkadang Al-Qur’an mengaitkannya dengan nilai-nilai religius yang tertinggi dan akhlak yang mulia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Di antaranya pengaitan sabar dengan:
- Keyakinan
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ (السجدة [٣٢]: ٢٤
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Q.S. As-Sajdah 32: 24)
Keyakinan adalah pengetahuan yang pasti yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya dalam bentuk hidayah (petunjuk) dan dasar-dasar agama. Sedang yang dimaksud dengan sabar dalam konteks ayat ini adalah perbuatan yang sesuai dengan keyakinan tersebut.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Ayat ini menjelaskan bahwa orang dapat mencapai derajat yang tinggi (pemimpin) adalah mereka yang memiliki keyakinan yang kuat dan kesabaran yang tinggi.
Khilafah Ali bin Abi Thalib berkata, “Sabar adalah kepala dari iman, sebagaimana kepala bagi manusia. Kalau kepala hilang, tubuh tidak ada artinya.”
- Syukur
…إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ(إبراهيم [١٤]: ٥
“…Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang banyak bersabar dan bersyukur.” (Q.S. Ibrahim [14]: 5)
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Ayat yang seperti ini diulang penyebutannya sebanyak empat kali dalam Al-Qur’an dan semuanya dalam surat-surat Makkiyah (Ibrahim (14), 5; Luqman (31), 31; Saba’ (34), 19; Asy-Syura (42), 33).
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa iman itu terbagi dua; yang separuh adalah shabar dan yang separuh lagi adalah syukur. Dengan shabar dan syukur maka orang yang beriman bertambah lama bertambah dengan Allah , sebab bahaya tidak membuat cemas karena dihadapi dengan sabar dan karunia tidak membuat lupa daratan karena diterima dengan syukur.
Sesuai dengan pengertian ini, Ibnu Mas’ud berkata:
الإيمان نصفان نصف صبر ونصف شكر
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
“Shabar itu dua bagian, sebagian adalah shabar dan sebagian lagi adalah syukur.”
- Tawakal
الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (النحل [١٦]: ٤٢
“Yaitu orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan mereka semata, mereka bertawakal.” (Q.S. An-Nahl [16]: 42)
Dipadukannya antara sabar dan tawakal ini karena keberhasilan manusia dalam mewujudkan cita-citanya banyak tergantung kepada dua hal:
Pertama, sesuatu yang berada dalam batas kemampuan dan kesanggupannya seperti kesulitan yang dapat diatasi. Hal ini memerlukan kesabaran.
Kedua, sesuatu yang di luar kesanggupan dan kemampuannya, seperti bencana alam, kecelakaan dan sebagainya. Menghadapi hal ini seseorang tidak dapat berbuat apa-apa kecuali harus pasrah kepada Allah , kembali kepada-Nya dan percaya terhadap perencanaan-Nya.
- Shalat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة [٢]: ١٥٣
“Hai orang-orang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 153)
Pada ayat ini dikhususkan keterkaitan sabar dan shalat. Sebab sabar merupakan perbuatan batin terberat dan shalat merupakan perbuatan zhahir terberat pula. Karena dalam sabar seseorang harus menundukkan gejolak hawa nafsunya dan dalam shalat seseorang harus menundukkan dirinya kepada Allah sekaligus mengkonsentrasikan diri untuk berhadapan kepada Allah . Apabila dua hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka Allah akan memberi pertolongan dengan memudahkan jalan menuju cita-citanya dan menghilangkan kesempitan yang menekan jiwanya.
- Tasbih dan Istighfar
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ (المؤمن [٤٠]: ٥٥
“Maka bershabarlah kamu, karena sesunguhnya Allah itu Maha Benar dan mohonlah ampunan untuk dosa-dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabb-mu pada waktu petang dan pagi.” (Q.S. Al-Mu’min [40]: 55)
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk melakukan tiga hal yaitu sabar, meminta ampun dan memuji Allah (shalat) di waktu pagi dan petang. Ketiga hal ini akan sangat membantu keberhasilan tugas beliau yang sangat berat yaitu menyampaikan risalah Allah kepada manusia yang terkadang harus menghadapi berbagai macam tantangan dan ujian yang pedih.
Yang dimaksud dengan memohon ampun dan tasbih di sini adalah shalat karena dosa-dosa beliau telah diampuni oleh Allah . Dengan shalat akan terus terjaga hubungan dengan Allah . Hal ini juga memberikan didikan dan bimbingan kepada orang beriman bahwa dalam perjuangan menegakkan agama, haruslahlah selalu berkontak dengan Allah . Sehingga kekuatan jiwa akan terus dapat terjaga dan terus diisi dari kekuatan Allah .
- Jihad
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ (محمد [٤٧]: ٣١
“Dan sesungguhnya Kami akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian; dan agar kami menyatakan (baik-buruknya) hal ihwalmu.” (Q.S. Muhammad [47]: 31)
Jihad sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi adalah puncak perjuangan Islam; dan untuk menanggung beban jihad dengan segala konsekuensinya seperti pengorbanan jiwa dan harta, tidak akan terlaksana kecuali dengan shabar. Oleh karena itu, Al-Qur’an memadukan antara jihad dan shabar.
- Amal Shalih
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (هود [١١]: ١١
“Kecuali orang-orang yang sabar dan mengerjakan amal shalih, mereka mendapat ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Hud [11]: 11)
Tidak diragukan lagi bahwa amal shalih tidak akan terlaksana kecuali dengan sabar. Sabar sebelum beramal adalah dengan mengikhlaskan niat dan membersihkan dari segala bentuk gangguan riya (pamer) sebab amal perbuatan itu ditentukan oleh niatnya. Sabar ketika beramal adalah dengan menyempurnakannya sesuai bentuk dan pola yang dikehendaki oleh Allah dan sesuai pula dengan sunnah. Sabar sesudah beramal adalah dengan menghindari sikap-sikap yang akan membatalkan amal seperti ujub (bangga), ghurur (lupa diri), dan hal-hal lain yang dapat merusak amal shalih. Allah berfirman:
…وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ (محمد [٤٧]: ٣٣
“…janganlah kalian merusak amal-amal kalian.” (Q.S. Muhammad [47]: 33)
Menurut Al-Qurthubi, hal-hal yang dapat merusak amal selain ujub dan ghurur adalah segala macam maksiyat, dosa besar, riya (pamer), sum’ah (ingin didengar), menyebut-nyebutnya, dan tidak menaati Rasulullah .
- Takwa
…إِنَّهُ مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (يوسف [١٢]: ٩٠
“…sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (Q.S. Yusuf [12]: 90)
Takwa dan sabar adalah dua makna yang saling terkait erat, salah satunya tidak sempurna kecuali dengan yang lain. Siapa yang mencapai derajat takwa, pasti dia bersabar. Dengan demikian, sabar menjadi kondisi paling utama sebab takwa merupakan derajat yang paling tinggi dan orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa.
- Al-Haq (Kebenaran)
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (العصر [١٠٣]: ٣
“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan saling menasehati dengan kebenaran dan saling menasehati dengan kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr [103]: 3)
Allah menjadikan sabar sebagai salah satu dari empat prasyarat keberuntungan setiap manusia di dunia dan akhirat, yaitu iman, amal shalih, saling menasehati dengan kebenaran dan saling menasehati dengan kesabaran. “Saling menasehati dengan kesabaran” di sini dikaitkan dengan “saling menasehati dengan kebenaran” sebagai isyarat bahwa menegakkan kebenaran itu tidak mudah, jalannya ditaburi oleh duri serta berbagai hal yang tidak disukai. Oleh karena itu, setiap orang yang menyeru dan mengajak kepada kebenaran hendaknya mempersenjatai diri dengan kesabaran dalam menghadapinya. Sebab kebenaran tidak dapat ditegakkan tanpa kesabaran. Kata “tawashaw” yang menggunakan bentuk “musyarakah” menunjukkan bahwa menegakkan kebenaran dan sikap sabar harus dilakukan secara bersama-sama (berjama’ah), tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri.
- Rahmah
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ (البلاد [٩٠]: ١٧
“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (Q.S. Al-Balad [90]: 17)
Pada ayat ini Allah menyebutkan tiga perbuatan yang sangat tinggi nilainya.
Pertama, iman yang merupakan fondasi bagi seluruh perbuatan/ amal manusia.
Kedua, saling berpesan untuk bersabar yang merupakan dasar bagi keselamatan dan keberhasilan di dunia dan akhirat.
Ketiga, saling berpesan untuk berkasih sayang (marhamah) yang merupakan penggerak bagi perbuatan baik dan sikap yang baik terhadap orang lain khususnya terhadap orang lemah dan memerlukan seperti budak, anak yatim dan orang miskin. Karena rahmah pada hakekatnya adalah perasaan dalam hati untuk selalu berbuat baik kepada yang lain.
Keistimewaan Orang Sabar
- Kesertaan (Ma’iyyah) Allah
Kesertaan Allah terhadap orang yang sabar adalah kesertaan “khusus” yang meliputi:
- Pemeliharaan,
- Dukungan, dan
- Pembelaan bukan kesertaan “umum” berupa pengetahuan dan pengawasan sebab kesertaan ini berlaku bagi semua makhluk.
Kesertaan Allah terhadap orang yang sabar ini disebutkan dalam Al-Qur’an di beberapa tempat di Q.S. Al-Baqarah [2]: 153 & 249, Q.S. Al-Anfal [8]: 46 & 66.
Dalam menyebut kesertaan Allah terhadap orang yang sabar terkadang dengan menggunakan waw (و) athaf واللّه مع الصابرين (Q.S. Al-Baqarah [2]: 249) dan terkadang menggunakan taukid (إنّ): إنّ اللّه مع الصابرين (Q.S. Al-Anfal [8]: 66).
- Kecintaan Allah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
…وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (ال عمران [٣]: ١٤٦
“…dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Q.S. Ali Imran [3]: 146)
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa cinta itu terdiri dari dua aspek yaitu keinginan berbuat baik kepada yang dicintai dan berusaha keras untuk dapat berhubungan dengannya.
Oleh karena itu orang sabar yang dicintai Allah pasti akan selalu diberi yang terbaik oleh Allah dan Allah tidak mungkin jauh darinya apalagi meninggalkannya.
- Menyampaikan Kabar Gembira Kepadanya Secara Khusus
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
…وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (البقرة [٢]: ١٥٥
“…dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 155).
Kabar gembira itu adalah sebagaimana yang disebutkan pada ayat sesudahnya.
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (البقرة [٢]: ١٥٧
“Mereka (orang-orang yang shabar) itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmah dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 157)
Ketika membaca ayat ini, Umar bin Khaththab berkata, “Sebaik-baik shalawat dan rahmat dan sebaik-baik petunjuk adalah bagi orang-orang yang sabar.”
Pada ayat ini Allah menghimpun tiga keutamaan yang akan diberikan kepada orang yang sabar.
- Shalawat, yang berarti karunia, anugerah, kemuliaan dan jaminan dari Allah .
- Rahmat, yaitu kasih sayang yang tidak akan terputus dan selalu mengalir.
- Petunjuk dalam menempuh jalan kebahagiaan sehingga selamat sampai kepada yang dituju.
- Diberi Balasan Yang Lebih Baik
Firman Allah :
…وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (النهل [١٦]: ٩٦
“…dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl [16]: 96)
Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud diberi balasan yang lebih baik adalah dihapuskan semua kesalahannya. Balasan yang lebih baik diberikan kepada orang yang sabar karena sabar adalah landasan semua perbuatan yang baik.
- Disempurnakan Pahalanya Tanpa Batas
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
…إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ (الزمر [٣٩]: ١٠
“…sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 10)
Setiap ibadah pahalanya ditentukan dan dibatasi kecuali sabar. Misalnya shalat berjama’ah pahalanya dilipatgandakan sampai 25/27 kali, shadaqah sampai 700 kali, ibadah-ibadah yang lain minimal dilipatgandakan sepuluh kali. Sedangkan sabar pahalanya dilipat-gandakan tanpa batas.
- Jaminan Kemenangan dan Pertolongan Allah
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (ال عمران [٣]: ٢٠٠
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkan kesabaranmu, bersiap-siagalah dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Q.S. Ali Imran [3]: 200)
Pada ayat ini Allah menjelaskan kepada orang yang beriman, empat (4) syarat jaminan kemenangan yaitu sabar, menguatkan kesabaran, selalu bersiap siaga dan bertakwa.
Pada ayat ini kesabaran diulang dua kali, menurut Imam Al-Baghawi kesabaran yang pertama adalah sabar secara intern dengan konsisten melaksanakan ajaran agama dan tidak meninggalkannya dalam kondisi lapang dan sempit. Sedang kesabaran yang kedua adalah dengan bertahan menghadapi serangan orang-orang kafir.
- Mendapat Derajat Kepemimpinan (Imamah)
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ (السجدة [٣٢]: ٢٤
“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Q.S. Sajdah [32]: 24)
Imam Sufyan bin Uyainah seusai membaca ayat ini berkata, “Mereka mengambil (melaksanakan) puncak persoalan (sabar), maka Allah menjadikan mereka pemimpin,” sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib :
الصبر من الإيمان بمنزلة الرأس من الجسد
“Kedudukan sabar dalam iman adalah seperti kepala sebagai bagian tubuh.”
- Memujinya Sebagai Orang Yang Sangat Teguh Pendirian
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
…وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (لقمان [٣١]: ١٧
“…bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang diwajibkan Allah.” (Q.S. Luqman [31]: 17).
Hanya orang yang sabar yang dapat teguh pendiriannya dalam melaksanakan perkara yang diwajibkan oleh Allah .
- Mendapat Ucapan Selamat Dari Malaikat Ketika Masuk Surga
Firman Allah :
…وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ. سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ (الرعد [١٣]: ٢٣-٢٤)
“….sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu: (sambil mengucapkan) “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.” (Q.S. Ar-Ra’du [13]: 23-24)
Dua ayat ini merupakan penutup rangkaian ayat yang menjelaskan keutamaan ulul albab (orang yang berfikir secara mendalam) yang menyebabkan mereka masuk surga dengan mendapat ucapan selamat dari para malaikat. Keutamaan ulul albab adalah menepati janji, menghubungkan tali kasih sayang, shalat, mendermakan harta dan tiang dari semua itu adalah sabar. Kalau kesabaran tidak ada, segala keutamaan tadi tidak dapat ditegakkan.
- Terjaga Dari Tipu Daya Musuh
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
…وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (ال عمران [٣]: ٢٠
“…jika kalian bersabar dan bertaqwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan membahayakan kalian. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran [3]: 120)
Melalui ayat ini Allah memberi tuntunan kepada umat Islam bahwa apabila mereka bersabar dan bertakwa, maka segala upaya buruk musuh-musuh mereka pasti akan gagal karena Allah telah mengepung musuh-musuh mereka dari segala penjuru.
Faktor-Faktor Penguat Kesabaran
- Mengetahui Watak Kehidupan
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِي كَبَدٍ (ٱلبلاد [٩٠]: ٤
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (Q.S. Al-Balad [90], 4)
Ayat ini merupakan isyarat bahwa kehidupan manusia ini diliputi oleh kesengsaraan dan penderitaan.
Allah menciptakan kehidupan ini dengan memasukkan antara kesenangan dan penderitaan. Tidak ada kesehatan tanpa diganggu rasa sakit, keberhasilan tanpa kegagalan; kebahagiaan tanpa kesedihan; keamanan tanpa ketakutan.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Apa yang dapat aku katakan tentang dunia, yang awalnya tangis, tengahnya kesengsaraan, dan ujungnya ketidakadilan.”
Abdullah ibn Mas’ud berkata, “Setiap kebahagiaan pasti mengandung kesedihan; tidak ada kebahagiaan tanpa kesedihan.”
Ibnu Sirin berkata, “Sesuatu yang berwujud gelak tawa semata, niscaya pada akhirnya membawa tangisan.”
- Mengetahui Siapa Manusia Itu
Manusia hendaknya mengetahui bahwa dia adalah milik Allah sepenuhnya. Kesehatan, kekuatan, harta, anak dan segala yang ada padanya pada hakekatnya milik Allah . Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ… (النحل [١٦]: ٥٣)
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah datangnya.” (Q.S. An-Nahl [16]: 53)
Apabila musibah menimpa pada manusia, itu berarti pemiliknya menarik kembali sebagian yang diberikannya. Tidak pantas bagi seorang penerima titipan atau peminjam mengutuk pemiliknya apabila pada suatu saat Ia meminta kembali titipan-Nya.
Oleh karena itu, Al-Qur’an mengajarkan kepada orang yang mendapat mushibah mengucapkan:
…إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ (ٱلبقرة [٢]: ١٥٦)
“…sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 156)
Menurut Ibnul Qayim, kalimat ini merupakan obat mushibah yang paling mujarab dan paling bermanfaat, baik cepat maupun lambat. Sebab kalimat tersebut mengandung dua prinsip yang amat penting. Apabila manusia memahaminya secara benar maka kalimat tadi akan dapat mengobati mushibahnya.
Pertama, bahwa manusia dan segala yang ada padanya adalah milik Allah ; apa yang ada pada manusia hanyalah titipan belaka.
Kedua, bahwa nasib dan tempat kembalinya adalah kepada Allah . Pelindungnya Yang Maha Benar dan pasti dia akan meninggal dunia dan menghadap Allah seorang diri tanpa disertai keluarga dan hartanya tetapi hanya disertai amalnya.
- Yakin Akan Balasan Baik di Sisi Allah
Di antara hal yang mendorong seseorang melakukan suatu pekerjaan adalah meyakini bahwa dia akan diberi balasan yang memuaskan.
Al-Qur’an, sebagaimana telah disebutkan, menegaskan bahwa orang yang sabar akan dibalas dengan berbagai balasan yang istimewa di sisi Allah . Kesabarannya akan diganti dengan sesuatu yang paling mulia dan diberikan pahala yang sangat besar dan sangat banyak, sehingga ada riwayat, “Orang-orang yang (ketika di dunia) tidak pernah mendapat gangguan berat akan berharap di hari Kiamat seandainya jasad mereka dicincang dengan pisau ketika di dunia dahulu, karena mereka melihat besarnya pahala Allah kepada orang-orang yang diberi cobaan berat.” (h. 224)
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab berkata, “Aku tidak ditimpa cobaan kecuali Allah memberikan kepadaku empat nikmat yang terkandung di dalamnya; bahwa cobaan itu tidak pernah menyangkut keagamaanku, tidak lebih besar darinya, aku tidak diharamkan mendapat ridha Allah dengan bala itu dan aku berharap balasan Allah atas bala tersebut.”
Dikisahkan bahwa seorang wanita shalihah pada waktu pembebasan kota Mosul ditemukan dalam keadaan terputus ujung jarinya, dan itu sangat menyakitkan tentunya. Tetapi dia memuji Allah dan tersenyum. Ketika ditanyakan kepadanya, “Tidakkah engkau merasakan sakit?” Ia menjawab, “Sesungguhnya kenikmatan pahalanya telah menghilangkan kepedihannya dari hatiku.”
- Keyakinan Akan Adanya Jalan Keluar
Keyakinan ini akan menguatkan kesabaran dan menghalau keputusasaan dan kecemasan ketika menghadapi mushibah.
Keyakinan inilah yang membantu kesabaran Nabi Ya’qub setelah kehilangan dua puteranya yang disayangi yaitu Yusuf dan Benyamin.
Dia berkata,
…فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ عَسَى اللَّهُ أَن يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا ۚ … (يوسف [١٢]: ٨٣
“…Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku...” (Q.S. Yusuf [12]: 83)
Dalam surat Al-Insyirah, Allah berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا. (الإنشرح [٩٤]: ٥-٦
“Maka sesungguhnya kesulitan itu beserta kemudahan, sesungguhnya kesulitan itu beserta kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah [94]: 5-6)
Di sini Allah tidak menjadikan kemudahan sesudah kesulitan tetapi disertakannya. Hal ini mengingat dua hal.
Pertama, kedekatan kemudahan dengan kesulitan sehingga seakan-akan keduanya bersamaan. Karena itu sebagian ulama mengatakan, “Seandainya kesulitan itu masuk ke dalam kamar pasti akan diikuti kemudahan.”
Kedua, dalam setiap kesulitan pasti mengandung kemudahan, tidak perlu diragukan lagi.
- Meminta Pertolongan Kepada Allah
Di antara faktor yang menguatkan kesabaran ialah minta pertolongan kepada Allah sehingga akan merasakan kesertaan-Nya.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة [٢]: ١٥٣
“Hai orang-orang yang beriman, minta tolonglah kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 153)
Barangsiapa mendapat kesertaan Allah , maka dia juga selalu dalam pemeliharaan Allah sehingga memudahkan datangnya pertolongan Allah .
- Meneladani Orang Yang Sabar
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِن نَّبَإِ الْمُرْسَلِينَ (الأنعام [٦]: ٣٤
“Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Dan tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat (ketetapan) Allah. Dan sungguh, telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.” (Q.S. Al-An’am [6]: 34)
Ayat ini merupakan sebagai ayat untuk menghibur Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman bersamanya bahwa pendustaan dan gangguan itu bukan hal yang baru dalam sejarah para rasul dan penegak kebenaran.
Dengan meneladani mereka maka musibah yang menimpa, baik kesengsaraan hidup maupun gangguan orang, akan terasa ringan dan kesabaran makin tertanam dalam jiwa. (h. 251)
- Beriman Kepada Taqdir
Percaya dan berserah kepada ketentuan Allah (taqdir) mempunyai pengaruh yang sangat dalam pada jiwa manusia, sebab akan dapat meringankan penderitaan ketika musibah menimpa.
Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ… (الحديد [٥٧]: ٢٣
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu...” (Q.S. Al-Hadid [57]: 22-23)
Apabila taqdir (ketetapan) Allah itu pasti terlaksana, baik manusia rela maupun tidak, bersabar maupun tidak, maka sabar adalah sikap terbaik agar tetap mendapat pahala dari taqdir yang berlaku tersebut. Sebab jika tidak, maka pada akhirnya seseorang akan terpaksa sabar yang dalam kondisi seperti ini kesabaran sudah tidak bernilai akhlak dan agama lagi.
Rasulullah Shallahu Wa ‘Alaihisallam bersabda:
إنما الصبر عند الصدمة الأولى (البخاري
“Sabar itu hanyalah pada reaksi yang pertama.” (H.R. Bukhari)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pernah berta’ziyah kepada seorang yang kematian anaknya, dan dia berkata, “Wahai fulan, jika engkau bersabar maka ketetapan itu tetap berlaku padamu dan bagimu pahala, tetapi jika engkau tidak bersabar maka ketetapan itu tetap berlaku dan bagimu dosa.”
- Menjauhi Penyakit Yang Merusak Kesabaran
Di antara penyakit yang merusak kesabaran sebagaimana yang diisyaratkan Al-Qur’an ialah:
- Ketergesaan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ… (الأحقاف [٤٦]: ٣٥
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka...” (Q.S. Al-Ahqaf [46]: 35)
Ayat ini secara tekstual ditujukan kepada Rasulullah tetapi maksudnya ditujukan kepada seluruh pengikutnya agar tidak meminta disegerakan siksa bagi orang-orang yang menentangnya, karena siksa itu telah ditentukan waktunya.
Lupa terhadap ketentuan waktu terkadang membuat manusia tergesa-gesa, padahal di dalam penciptaan, Allah mempunyai sunnah yang tidak berubah, bahwa segala sesuatu itu mempunyai waktu yang telah ditetapkan dan Allah tidak dapat dipengaruhi oleh ketergesaan manusia.
Setiap buah memiliki batas waktu matang. Ketergesaan seseorang tidak dapat mematangkannya sebelum waktunya.
- Kemarahan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ… (الفتح [٤٨]: ٢٦
“Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin...” (Q.S. Al-Fath [48]: 26)
Pada ayat ini Allah mencela sekali perbuatan orang kafir yang menampakkan kesombongan yang ditimbulkan karena kemarahan membela kebatilan. Sementara Allah memuji Rasulullah dan orang beriman dengan sebab ketenangan yang dikaruniakan kepada mereka.
Ja’far bin Muhammad berkata, “Marah adalah kunci segala keburukan.”
Sebagian orang Anshar berkata, “Pokok pangkal ketololan adalah sifat kasar dan pembimbingnya adalah kemarahan. Barang siapa ingin tetap bodoh tidak perlu mempunyai sifat sabar. Kesabaran adalah bagaikan hiasan diri dan banyak manfaatnya sedang kebodohan adalah suatu cela yang banyak madharatnya.”
- Putus Asa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (ال عمران [٣]: ١٣٩
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (Q.S. Ali Imran [3]: 139)
Ayat ini adalah salah satu tuntunan Al-Qur’an yang menanamkan harapan dan optimisme dan menghalau pesimisme dan putus asa dari jiwa orang yang beriman. Sebab orang yang putus asa adalah orang yang tidak memiliki kesabaran sama sekali.
Pendorong utama orang bekerja adalah harapan untuk mendapat hasil. Jika dia putus asa dan hilang harapan, maka dia tidak akan melanjutkan pekerjaan tersebut sehingga kerugian yang didapat.
وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِٱلصَّوَابِ
(R01/B05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)