Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)
Suka dan duka, datang silih berganti. Tangis dan tawa bergiliran menghiasi perjalanan manusia. Kehidupan lapang dan sempit bak roda kendaraan yang berputar, kadang di atas, sesekali di bawah.
Indahnya Al-Quran mengajarkan agar kita sebagai hamba-Nya dapat melalui keduanya dengan penuh penyerahan diri kepada Allah. Tawakkal ilallaah.
Semua telah tercatat di Lauh Mahfudz, dan hanya Allah Yang Maha Tahu. Demikian itu adalah sangat mudah bagi Allah. Hal itu agar kita jangan terlalu berduka cita terhadap musibah yang menimpa kita. Serta agar tidak terlalu gembira bila mendapatkan karunia-Nya.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
Dengan indahnya, Allah berfirman di dalam kalam suci-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ
Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al-Hadid/57: 22-23).
Ada satu kalimat menyentuh jiwa, “supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
Dua kata kuncinya, jangan terlalu berduka cita dan jangan gembira berlebihan. Ya, pertautan sabar dan syukur, itu intinya.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Berkaitan dengan ayat ini, di dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah (Tafsirweb), Syaikh Prof Imad Zuhair Hafidz, menjelaskan, Allah menenangkan hamba-hamba-Nya bahwa segala musibah yang menimpa mereka di bumi merupakan perkara yang telah ditetapkan dan tertulis dalam catatan Allah “Lauhul Mahfudz “sebelum mereka diciptakan, dan penetapan yang agung ini sangat mudah bagi Allah.
Hal ini agar orang beriman tidak bersedih akibat kenikmatan dunia yang tidak didapatkan, dan agar mereka juga tidak merasa sombong manakala mendapat kenikmatan itu. Allah tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan rezeki yang Allah berikan kepadanya.
Orang-orang yang menyombongkan diri itu adalah yang enggan menginfakkan harta mereka di jalan Allah dan yang mendorong orang lain agar tidak menginfakkan hartanya. Dan barangsiapa enggan menginfakkan hartanya, maka sungguh Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan makhluk-Nya, dan Dia Maha Terpuji dalam segala hal.
Karena itu, jika ada di antara orang tercinta kita, anak kitakah, orang tua kitakah, tetangga, teman, saudara, atau pasangan hidup kita sekalipun, yang meninggal pada musim pandemi Covid-19 saat ini. Itu memang sudah ajalnya.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
Tanpa musim corona pun, jika sudah ajalnya, akan wafat juga. Di tempat tidur sekalipun.
Kemarin si Fulan sehat, ngobrol bahkan bercanda. Masa pagi ini meninggal di rumah sakit? Nah, bagi Allah itu mudah saja. Bagi Allah biarpun seluruh kekuatan hendak mencelakakan seseorang, kalau Allah belum berkehendak ajalnya. Ya tetap dia akan selamat.
Prinsip tauhidullah, mengesakan Allah dalam segala hal, menetapkan bahwa hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki terjadi, ya pasti terjadi. Apa yang Allah tidak kehendaki terjadi, ya tidak terjadi.
Meratap dan bersedih berkepanjangan, toh tidak akan mengembalikan yang tiada. Yang ada adalah bersabar atas segala musibah dan bersyukur atas segala anugerah.
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Kembalikan semua kepada-Nya, itu yang terbaik buat semua, termasuk buat kita. Apa yang Allah takdirkan itulah yang terbaik buat kita. Walaupun kadang belum yang terindah menurut selera kita.
Pertautan antara sabar dan syukur, itulah keajaiban orang-orang beriman. Keduanya pun mendatangkan pahala, sabar saat duka dan syukur saat suka.
Seperti disampaikan Rasulullah Shallallahui ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:
عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له . وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له
Artinya: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”. (HR Muslim dari Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu ’Anhu).
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Berkaitan dengan sabar dan syukur ini, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Iman itu terbagi menjadi dua bagian, sebagiannya adalah sabar dan sebagian lainnya adalah syukur.”
Semoga kita dapat menghayati dan menerapkan sabar dan syukur dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa