Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sahabat Muslimah, Ini yang Wajib Kamu Persiapkan Saat Ta’aruf

Farah Salsabila Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views ㅤ

Ilustrasi Pernikahan

Pernikahan adalah ibadah terpanjang dan paling menantang dalam perjalanan hidup manusia. Sebuah ibadah yang tidak hanya melibatkan hubungan dengan Allah, tetapi juga hubungan dengan banyak manusia.  Karena sejatinya, pernikahan bukan hanya penyatuan dua hati, melainkan penyatuan dua jiwa dan dua keluarga dalam visi yang besar, yaitu menampilkan tanda-tanda kebesaran Allah melalui hubungan yang penuh kasih dan keberkahan.

Allah berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum [30]: 21)

Baca Juga: Patriarki di Meja Makan

Ayat dengan tegas menunjukkan bahwa pernikahan adalah salah satu cara Allah menampakkan kebesaran-Nya. Dr. Nur Hamidah, Lc., M.Ag, seorang konsultan pernikahan, dalam kelas “SAMARA Bersamamu” bersama Hajar Family Institute mengingatkan kita dengan perenungan yang indah:

“Kalau kita melihat kebesaran Allah berupa gunung atau matahari, kita mengucap ‘Subhanallah’ dan ‘Masya Allah’. Maka kalau pernikahan adalah bagian dari kebesaran Allah, seharusnya ketika kita melihat perilaku di rumah tangga, kita juga akan mengatakan ‘Masya Allah’, bukan justru ‘Astaghfirullah’ terus.”

Ungkapan itu menampar lembut, mengingatkan bahwa rumah tangga yang diridhai seharusnya menjadi cermin kebesaran Allah, bukan ladang pertikaian, permusuhan, dan kemaksiatan.

Dr. Nur Hamidah, Lc., M.Ag, juga menegaskan ,“Pernikahan adalah proyeknya Allah. Maka, cara menjalaninya pun harus mengikuti SOP yang telah Allah tetapkan.”

Baca Juga: Istri Salehah, Pelita di Jalan Dakwah

Ungkapan ini sederhana, tapi mengisyaratkan makna yang mendalam. Jika pernikahan itu adalah proyeknya Allah, maka setiap prosesnya harus dijalani dengan benar sesuai dengan petunjuk-Nya, dimulai dari proses persiapannya, yaitu ta’aruf.

Ta’aruf bukan hanya soal mengenal calon pasangan, tetapi juga mengenal diri sendiri, agar rumah tangga yang terbentuk kelak menjadi tempat yang penuh sakinah, mawaddah, rahmah, dan menjadi ladang dakwah (SAMARADA).

Dalam proses ta’aruf, yang paling pertama adalah hendaknya kita mengenal diri kita terlebih dahulu sebelum kita mencari calon pasangan. Bagaimana kita akan tahu apakah calon pasangan cocok dan sesuai apa tidak, kalau kita tidak tahu diri kita dan kebutuhan kita. Maka, berikut ini adalah panduan secara umum untuk sahabat muslimah yang akan melakukan ta’aruf.

1. Tentukan Visi dan Misi Pernikahan

Sebelum mencari pasangan, tanyakan pada diri sendiri: Untuk apa aku menikah?

Baca Juga: Ibu Berilmu, Pilar Utama Peradaban

Visi pernikahan adalah arah besar yang akan menentukan kemana bahtera rumah tangga berlayar. Tanpa visi, hubungan mudah goyah diterpa badai dan mudah kehilangan arah terombang ambing dalam gelombang kehidupan.

Pastikan visimu dibangun di atas nilai-nilai Allah: apakah kamu ingin membangun keluarga menuju surga, mendidik generasi bertakwa, atau menjadi pasangan yang saling menguatkan dalam dakwah?

Setelah visinya jelas, rumuskan misi-misi kecil sebagai langkah nyata. Visi dan misi ini akan menjadi kompas agar pernikahanmu tetap sejalan dengan kehendak-Nya.

2. Kenali Diri Sendiri Sebelum Mengenal Calon Pasangan (Self-Profiling)

Sebelum mengenal calon pasangan, kenalilah diri sendiri terlebih dahulu. Sadari kekurangan, kelebihan, potensi, dan kekuatan yang kamu miliki. Langkah ini penting agar kamu tahu seperti apa pasangan yang dapat menjadi partner kamu bertumbuh, bukan hanya sekadar pengisi kekosongan.

Baca Juga: Muslimah dan Amanah Pembebasan Baitul Maqdis, Suara Perjuangan yang Tak Pernah Padam

Contohnya, jika kamu berasal dari keluarga yang sederhana, maka pastikan calon pasangan dan keluarganya menerima kamu apa adanya, tidak merendahkan atau membanding-bandingkan. Jika kamu tahu bahwa kamu mudah cemas, maka pasangan yang sabar dan menenangkan akan menjadi pelengkap yang ideal. Dengan mengenali diri kamu sendiri, kamu tidak mencari “yang sempurna”, tapi “yang sesuai”.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Lakukan Cross Matching saat Ta’aruf

Setelah memahami diri sendiri, langkah berikutnya adalah mengenal calon pasangan melalui proses ta’aruf yang syar’i dan terarah. Inilah fase penting untuk memastikan bukan hanya siapa dia, tapi apakah dia sejalan dengan tujuan hidupmu.

Gunakan momen ta’aruf bukan sekadar untuk bertanya hal-hal umum seperti pekerjaan, hobi, atau cita-cita, tetapi gali hal-hal yang lebih substansial, seperti:

Baca Juga: Ketika Hijâb Hanya Jadi Hiasan: Tangisan Iman Muslimah di Akhir Zaman

  • Pemahaman tentang agama dan pembinaan diri
  • Aktivitas spiritual, intelektual, dan fisik
  • Pemahaman tentang pernikahan dan keluarga
  • Pemahaman tentang peran dan manajemen keluarga
  • Regulasi emosi dan manajemen konflik
  • Manajemen kehidupan
  • Manajemen Keuangan
  • Hubungan dengan keluarga, teman, serta sesama

Bentuk pertanyaannya tentu dapat disesuaikan dan bervariasi sesuai kondisinya. Perhatikan bagaimana ia bercerita dan menanggapi pertanyaan serta bereaksi, kamu bisa menilai nilai-nilai yang ia pegang, kematangan emosinya, serta arah hidup yang ia tuju.

Tujuan utama dari ta’aruf bukan mencari yang sempurna, tetapi menemukan seseorang yang sevisi dan sekufu yang siap tumbuh bersama, saling menutupi kekurangan, dan menguatkan dalam ketaatan.

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

Ayat ini menggambarkan pernikahan sebagai hubungan yang saling melindungi, menutupi kekurangan, dan memberikan kenyamanan. Maka, yang kamu cari bukan hanya seseorang yang hebat di mata manusia, tapi yang mampu menjadi “pakaian” bagimu, membuatmu tenang, aman, dan diterima apa adanya.

Baca Juga: Tersentuh Al-Qur’an, Perempuan Islandia Anti-Islam Ini Dapatkan Cahaya Hidayah

Karena belum tentu orang yang speknya tinggi itu cocok dengan kebutuhanmu. Misalnya, kamu dan calon pasanganmu mungkin seorang ahli agama, hafal banyak ayat dan hadis. Tapi ketika terjadi perbedaan justru akan beradu dalil dan argumen.

Ketika menanggapi sikap calon pasangan, tanyakan ke diri sendiri, apakah kamu akan merasa tenang dengan hal itu? Apakah kamu bisa bersabar menghadapi situasi itu?

Jadi, jangan hanya mencari pasangan yang terlihat sempurna, tapi temukan yang mampu menenangkan. Karena dalam proyek agung bernama pernikahan, bukan kesempurnaan yang kamu butuhkan, melainkan ketenangan, kesabaran, dan kesediaan untuk terus belajar bersama di bawah bimbingan Allah.

Pastikan apakah dia bisa bersyukur atas kelebihan kita, atau dapat bersabar dan menerima kekurangan kita, begitu juga sebaliknya.

Baca Juga: “10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” dan Pandangan Islam tentang Nafkah

4. Libatkan Orang Lain yang Amanah

Islam mengajarkan bahwa proses menuju pernikahan bukan urusan pribadi semata. Libatkan pihak ketiga yang amanah, bijaksana, objektif, dan memahami visi kamu. Hal ini meneladani kisah Sayyidah Khadijah r.a. yang mengutus Maisaroh, untuk mengenal lebih jauh sosok Nabi Muhammad ﷺ sebelum memutuskan mengajukan lamaran.

Perempuan pun boleh bersikap proaktif, selama dilakukan dengan cara yang sopan dan sesuai syariat. Islam tidak melarang perempuan untuk menyampaikan keinginannya terlebih dahulu, bahkan hal itu menunjukkan kesungguhan dalam mengejar kebaikan.

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan (fastabiqul khairat).” (QS. Al-Baqarah [2]: 148)

5. Memantapkan Hati dengan Shalat Istikharah

Setelah semua langkah dijalani, langkah terakhir adalah menyerahkan hasilnya kepada Allah. Lakukan shalat istikharah dengan hati yang tenang dan niat yang ikhlas. Doa istikharah bukan hanya tentang meminta tanda, tetapi lebih pada meminta bimbingan Allah agar pilihan yang kita ambil membawa kebaikan dunia dan akhirat. Jika pilihan sudah ditentukan, maka bertawakallah.

Baca Juga: Lebih dari Sekadar FOMO, Mengapa Muslimah Wajib Menetapkan Batasan Diri

Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan kecewa orang yang beristikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.” (HR. Thabrani)

6. Hindari Pacaran

Proses ta’aruf tidak boleh dilakukan dengan pacaran. Konsep pacaran yang diadopsi dari budaya barat justru seringkali menjauhkan seseorang dari keberkahan dan tujuan sejati pernikahan. Pacaran cenderung menumbuhkan hubungan yang berlandaskan emosi tanpa komitmen, dan menjerumuskan pada kemaksiatan dan dosa. Pacaran akan menghalangi dari mendapatkan pasangan yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
(QS. Al-Isra’ [17]: 32)

Baca Juga: 5 Peran Muslimah Modern dalam Menyemai Kehidupan yang Berkah

Dengan memahami bahwa pernikahan adalah proyeknya Allah, maka konsep pacaran tidak benar untuk memulai proyek tersebut karena tidak sesuai SOP-Nya.

Penutup

Ta’aruf bukan sekadar mengenal calon pasangan, tapi juga proses mengenal diri, mengenal Allah, dan belajar bagaimana menjalani proyek agung bernama pernikahan. Bila semuanya diserahkan kepada Allah, insyaAllah pernikahan itu akan menjadi jalan menuju surga dan ladang dakwah yang penuh berkah.

Teruslah memantaskan diri, menambah ilmu, dan memperkuat hubungan dengan Allah agar setiap langkah dalam proses ini berada dalam bimbingan-Nya.

Baca Juga: Menyikapi Mental Load: Solusi Islami untuk Harmoni Keluarga

Jika pernikahan dimulai dengan cara yang Allah ridhai, maka Ia akan memberi keberkahan dan kemudahan di setiap langkahnya.

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Talaq [65]: 2–3) []

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda