Oleh: Annisa Fithri Nurjannah, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
Persahabatan dunia akhirat adalah hubungan persahabatan yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan. Ia merupakan persahabatan yang dilandasi saling memahami, saling menasihati, dan saling menunjuki kepada kebaikan. Persahabatan seperti ini adalah hubungan persahabatan yang sejati, persahabatan yang akan abadi sampai akhirat nanti. Karena di akhirat kelak pertemanan dan persahabatan akan menjadi permusuhan, kecuali yang dilandasi dengan ketakwaan.
Sahabat setia juga sahabat yang selalu mengingatkan kita kepada Allah, sebagai teman suka maupun duka, berbagi luka dan pilu, dan berjalan bersama dalam keadaan jihad di jalan Allah. Sahabat setia bukanlah seperti kawan biasa yang hanya menjadi teman ngobrol atau bercanda, bahkan sahabat setia itu bersahabat harus ada kesabaran dalam mengharungi kesulitan bersama dan tidak mengambil kesempatan yang ada pada sahabat kita.
Persahabatan dalam perjalanannya akan diwarnai dengan lika-liku pengalaman, kadang kecewa atau bahagia dan lain sebagainya. Sahabat setia tidak akan membiarkan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia meberanikan diri menegur dan meluruskan kesalahan tersebut. Sahabat sejati tidak akan pernah menukar pukulan dengan belas kasih, tetapi justru menegornya dengan cara bijak agar sahabatnya tersebut berubah ke arah yang lebih baik.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Proses persahabatan di awali dari teman yang lama kelamaan memiliki perasaan nyaman dan senang maka berubah menjadi sahabat lalu dijadikannya sahabat setia dimana usaha dalam menjalin hubungan tersebut agar tetap memiliki keadaan harmonis. Seorang sahabat setia bukan hanya pada saat seseorang membutuhkan bantuan, perhatian, pertolongan dan belas kasihan saja, tetapi justru yang berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh temannya tersebut. Sahabat setia tidak akan dimulai dengan sikap egois, tetapi saling melengkapi kebutuhan, perasaan, satu sama lainnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.s Az-Zukhruf [43]: 67)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua orang laki-laki saling mencintai dan mengasihi di jalan Allah, yang satu berada di timur, sedangkan yang satu lagi berada di barat, maka Allah SWT. akan mengumpulkan keduanya di hari kiamat dan berkata, “Inilah orang yang telah engkau cintai di jalan-Ku.” (H.R Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas)
Bagi orang yang beriman hendaknya tidak menjadikan setiap orang menjadi sahabatnya. la harus selektif untuk menjadikan seseorang sebagai sahabat karibnya karena seorang sahabat mempunyai pengaruh yang besar bagi keselamatan dan kecelakaanya.
Apabila salah dalam mencari sahabat, kecelakaan dan kesengsaraan akan dirasakannya, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Persahabatan merupakan hubungan yang sangat erat, sehingga seorang sahabat akan mampu membentuk personality individu sahabatnya. Bila sahabatnya baik, ia akan menjadi baik pula. Namun, bila sahabatnya buruk, sudah sangat mungkin ia akan terbawa buruk.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (H.R Bukhari)
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Amirul mukminin Ali RA. berkata, “Jangan kau bersahabat dengan kawan yang bodoh, takutlah kamu terhadapnya. Betapa banyak orang bodoh membinasakan orang yang santun ketika bersaudara dengannya. Seseorang itu diukur dengan seseorang apabila mereka berjalan bersama. Sesuatu itu ada ukuran bagi sesuatu yang lain dan mirip. Hati punya petunjuk atas hati yang lain ketika bertemu.”
Imam Al Ghozali juga berkata, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya.” (Tuhfatul Ahwadzi, 7/42)
Inilah beberapa nilai positif dalam persahabatan:
Pertama, mencintai dan membenci karena Allah SWT. Dalam Islam, persahabatan bukan untuk meraih manfaat atau simbol status sosial. Tapi untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah swt. Rasul saw bersabda: “Tidaklah kedua orang saling mencintai karena Allah swt, kecuali bahwa dia lebih mencintai sahabatnya.”(Ihya ‘Ulumu al-Dîn).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Kedua, saling menghormati dan menghargai. Jalinan persahabatan tidak selalu mulus. Terkadang ada perbedaan pendapat atau perbuatan yang menyinggung. Sikap terbaik sebagai sahabat sejati, obrolin dan diskusikan dengan kepala dingin. Bukan mendendam atau ngomongin di belakang. Selain untuk mengurangi prasangka buruk, bagus juga untuk menambah kedekatan. Rasul saw mengingatkan, ”Jangan saling membenci, jangan saling memusuhi, dan jangan memutus hubungan. Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Tidak diperbolehkan seorang Muslim memboikot sesamanya selama lebih dari tiga hari.” (H.R Muslim dan Tirmidzi)
Ketiga, menyembunyikan aib. Kalo kita tahu sahabat sejati berbuat tidak pantas bin tercela, jangan bingung apalagi malah ikut-ikutan dengan alasan solidaritas. Sahabat terbaik akan menjaga aib sodaranya alias tidak diobral ke orang lain. Dan nggak lupa untuk ngingetin juga agar nggak mengulangi perbuatan tercela itu. Rasul SAW bersabda, ”Siapa saja yang menyembunyikan (aib) seorang muslim, maka Allah akan menyembunyikan (aibnya) di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba yang gemar menolong saudaranya.”(H.R Muslim).
Keempat, saling mengutamakan. Ada saatnya sahabat perlu uluran tangan kita. Baik waktu, tenaga, harta, atau masukan. Jadi jangan sungkan untuk menawarkan bantuan. Atau kita bisa memberi hadiah untuk meringankan bebannya. Itulah yang diajarkan rasul saw. “Tidaklah seorang menemani sahabatnya, meskipun hanya sesaat di siang hari, kecuali ia akan ditanya (tentang tanggung jawabnya) dalam persahabatan itu, apakah dia melaksanakan hak-hak Allah atau mengabaikannya.”(Ihya’ Ulumu al-Diin).
Kelima, saling mengingatkan. Sahabat sejati pastinya akan mengajak untuk berbuat taat, bukan maksiat. Saling menasihati untuk kebaikan dunia akhirat. Karena seorang sahabat sejati, nggak pengen temannya celaka atau dibenci Allah swt. Sama seperti dirinya. Jadi, jangan segan untuk saling mengingatkan dan menyampaikan kebenaran Islam meski terasa pahit.
Semoga kita bisa menjadi atau menemukan sahabat sejati yang memenuhi kriteria di atas. Percaya deh, sahabat sejati pasti memberi kebaikan bagi kita dunia akhirat. Karena pengaruh teman dan lingkungan sangat besar membentuk cara berpikir dan perilaku kita. Rasul SAW mengingatkan, ”Orang itu mengikuti agama teman dekatnya; karena itu perhatikanlah dengan siapa ia berteman dekat.” (H.R Tirmidzi)(Anj)
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah