Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Tak bersalaman bukan berarti bermusuhan. Tak berpelukan bukan itu berseberangan. Tak bertemu bukan bermakna sudah jemu.
Berjarak fisik bukan di hati. Bermasker bukan tak senyum. Lockdown bukan lalu down. Cuci tangan bukan lari dari masalah.
Ramadhan segerai usai, maka bergantilah dengan Idul Fitri. Saat kaum Muslimin saling mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1422 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin. “Taqabblallah minna waminkum.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Lebaran Idul Fitri tahun ini masih dalam masa pandemi. Ada larangan berkerumun dalam jumlah besar. Tradisi mudik tahunan pun menghadapi pencegatan. Walau puluhan ribu berhasil menerobosnya.
Tentu, jauh lebih penting dari itu semua adalah bahwa hati kita saling memaafkan, saling meridhai dan saling mengikhlaskan. Sebab manusia hidup pasti tak luput dari lupa dan salah. Baik disengaja maupun tak disengaja, besar, sedang maupun kecil, terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi dan direncanakan.
Maka, pada suasana Idul Fitri merupakan momentum terbaik untuk kaum Muslimin merajut kembali dan menata ulang hati yang bersih dari syirik kepada Allah. Juga hati yang bersih dari segala penyakit hati seperti buruk sangka, dengki, iri, dendam, hasad, senang melihat orang susah, susah melihat orang senang,
Kemudin mengganti semua itu dengan memaafkan orang lain atau kita sendiri yang lebih dahulu meminta maaf kepada sesama.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Dengan memaafkan kesalahan orang lain terhadap kita, itu bermakna kita sedang belajar menerima bahwa orang lain bisa saja salah dan gagal dipercaya. Sama seperti diri kita juga, punya hal yang sama sebagai manusia biasa.
Lebih dari itu, memaafkan belum tentu membuat orang lain semakin baik. Namun paling tidak itu jelas membuka jalan kebaikan.
Dalam hal saling memaafkan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan:
ثَلَاثٌ أُقْسِمُ عَلَيْهِنَّ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Artinya: “Ada tiga golongan yang berani bersumpah untuknya, tidaklah berkurang harta karena sedekah, dan tidaklah menambah bagi seorang pemaaf melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang berrendah hati melainkan akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR At-Tirmidzi).
Pada hadits lain disebutan akan janji surga Allah:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُشْرَفَ لَهُ الْبُنْيَانُ ، وَتُرْفَعَ لَهُ الدَّرَجَاتُ فَلْيَعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَهُ ، وَلْيُعْطِ مَنْ حَرَمَهُ ، وَلْيَصِلْ مَنْ قَطَعَهُ ”
Artinya: “Barangsiapa yang ingin dibangunkan baginya bangunan di surga, hendaknya ia memafkan orang yang menzaliminya, memberi orang yang bakhil kepadanya dan menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.” (HR Ath-Thabrani).
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Sungguh itu memang bukan perkara yang mudah. Tapi juga bukan hal yang mustahil. Kalau kita mau mencobanya.
Nuansa Idul Fitri tahun ini semoga dapat melapangkan hati kita untuk menjadi orang-orang yang siap meminta maaf dan bersedia memberikan maaf orang lain. Aamiin. (A/RS2/ P1)
Mi’raj News Agency (MINA)