DI TENGAH hiruk pikuk dunia modern, umat Islam sering kehilangan arah karena semakin menjauh dari prinsip hidup berjama’ah. Padahal, Rasulullah SAW telah mengajarkan bahwa kekuatan umat ada pada ketaatan mereka terhadap pemimpin yang sah. Konsep Sam’i wa Thaat—mendengar dan taat—bukan sekadar jargon, tetapi fondasi kebersamaan yang menjamin umat tetap terikat dalam bingkai persatuan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kalian.” (Qs. An-Nisa: 59). Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan adalah bagian dari iman, dan Sam’i wa Thaat menjadi jalan menjaga harmoni jama’ah.
Namun, ketaatan bukanlah buta tanpa ilmu. Ia lahir dari keyakinan bahwa pemimpin jama’ah dipilih bukan karena ambisi, melainkan karena amanah yang harus ditunaikan. Sam’i wa Thaat bukan meniadakan akal, tetapi mengokohkan disiplin agar jama’ah tidak tercerai-berai.
Baca Juga: Akankah Qatar Lakukan Serangan Balik ke Israel?
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي
“Barangsiapa taat kepadaku, maka ia taat kepada Allah. Barangsiapa durhaka kepadaku, maka ia durhaka kepada Allah. Barangsiapa taat kepada amirku, maka ia taat kepadaku. Dan barangsiapa durhaka kepada amirku, maka ia durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini mengguncang kesadaran kita: menolak pemimpin jama’ah berarti meruntuhkan struktur yang telah Allah ridhai. Inilah mengapa Sam’i wa Thaat disebut kultur mulia, karena ia menyalakan cahaya persaudaraan dan memadamkan bara perpecahan.
Persatuan bukanlah teori, ia adalah realitas yang lahir dari ketaatan. Tanpa Sam’i wa Thaat, jama’ah hanya akan menjadi kumpulan orang tanpa arah, mudah diombang-ambingkan oleh fitnah akhir zaman. Allah SWT mengingatkan,
Baca Juga: Mengapa Zionis Serang Petinggi Hamas di Qatar?
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Berpeganglah kalian semuanya pada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Qs. Ali Imran: 103).
Sejarah emas Islam membuktikan, umat yang memegang teguh Sam’i wa Thaat mampu menaklukkan dunia dengan iman dan adab. Tapi ketika mereka meninggalkannya, kekuatan berubah menjadi kelemahan, dan kejayaan pun sirna.
Sayangnya, hari ini banyak yang terjebak pada ego pribadi. Mereka ingin dihormati, tapi enggan taat pada pemimpin. Inilah penyakit hati yang menutup pintu keberkahan. Rasulullah SAW telah memberi peringatan,
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa membenci sesuatu dari pemimpinnya, hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang keluar dari jama’ah sejengkal lalu mati, maka matinya seperti mati jahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: 3 Warisan Nabi Adam untuk Menghidupkan Iman dan Perjuangan
Hadis ini menyentak: keluar dari jama’ah bukanlah pilihan ringan, melainkan jalan menuju kebinasaan. Maka Sam’i wa Thaat bukan sekadar sikap, tetapi tiket menuju husnul khatimah dalam kebersamaan umat.
Ketaatan dalam jama’ah melatih diri untuk disiplin, mengalahkan ego, dan membiasakan adab. Ia menuntut kesabaran ketika tidak setuju, menuntut keikhlasan saat keputusan berbeda dengan keinginan. Di situlah letak ujian iman.
Allah Ta’ala menjanjikan pahala besar bagi mereka yang taat. Dalam Qs. An-Nur: 52, Allah berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Baca Juga: Kaljasadil Wahid Katanya, Atau Hanya Omdo?
Betapa indahnya jika jama’ah membangun kultur Sam’i wa Thaat. Tidak ada lagi perebutan pengaruh, tidak ada lagi perpecahan, yang ada hanyalah sinergi untuk menggapai ridha Allah. Inilah suasana jama’ah yang didambakan umat Islam.
Namun, ketaatan ada batasnya. Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya, bila pemimpin memerintahkan maksiat, tidak ada ketaatan di dalamnya. Ketaatan adalah cahaya, bukan kegelapan.
Di era penuh fitnah ini, Sam’i wa Thaat adalah benteng umat. Ia menjaga agar jama’ah tidak tercerai berai, ia mengokohkan ikatan hati, ia menyatukan langkah menuju kejayaan Islam. Tanpanya, umat akan mudah dijajah, baik secara fisik maupun pemikiran.
Baca Juga: 12 Efek Buruk Drakor bagi Akidah Generasi Muslim
Maka marilah kita hidupkan kembali kultur mulia ini. Tundukkan hati kita pada Allah, taati Rasulullah SAW, dan hormati pemimpin jama’ah. Dengan Sam’i wa Thaat, kita akan merasakan indahnya persatuan, kuatnya ukhuwah, dan manisnya iman. Inilah jalan menuju kejayaan Islam yang dijanjikan Allah Ta’ala, wallahua’lam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Serangan Drone Menghajar, Global Sumud Flotilla Tetap Berlayar