Vermont, 16 Muharram1438/17 Oktober 2016 (MINA) – Tak satu pun pernyataan dan gestur jumawa yang tercermin di diri Sana Hamze.
Gadis Muslim itu memiliih ‘merunduk’ meski perjuangannya untuk menimba ilmu di sekolah militer paling tua di Amerika Serikat (AS) tanpa harus menanggalkan jilbab yang ia kenakan saban hari berhasil ia raih.
Meski menjadi wanita pertama yang diizinkan untuk memakai jilbab di balik seragam militer di perguruan tinggi militer swasta nasional itu, Hamze mengatakan dia tidak merasa seperti pelopor.
Gadis 18 tahun asal Florida ini sudah mulai menjalani pendidikan di Norwich University untuk menjadi seorang perwira Angkatan Laut AS setelah sekolah militer di Vermont itu mengizinkan dia mengenakan jilbab di balik seragamnya.
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
Rencana kuliah Hamze menjadi berita utama musim semi ini ketika The Citadel –perguruan tinggi militer di Charleston, South Carolina, yang ingin ia masuki- menolak untuk mengubah kebijakan seragam untuk mengakomodasi jilbabnya.
Tak patang arang, ia mendaftar ke Norwich University dan Hamze meminta kelonggaran untuk tetap bisa mengenakan jilbab selama menjalani pendidikan di sana. Tak dinyana, pihak Norwich langsung setuju memberikan akomodasi untuk jilbab.
Sekolah militer paling tua di ‘Negeri Paman Sam’ itu juga mengaomodasi laki-laki Yahudi yang ingin memakai yarmulke (penutup kepala khas pria) bersama dengan seragam mereka.
Ketika ditanya seputar keputusan positif lembaga bergengsi itu, Hamze lebih memilih menjelaskan seputar pendidikan militernya.
Baca Juga: Saat Dua Syaikh Palestina Ziarah ke Makam Imaam Muhyiddin Hamidy
“Sungguh saya tidak melihat keputusan itu bahwa saya mengubah dunia atau mengubah AS,” kata Hamze dalam sebuah wawancara di parade Norwich seperti dilaporkan Daily Sabah, Senin (17/10).
“(Sebaliknya) Saya melihat ini hanya soal sebuah sekolah memungkinkan siswi Amerika untuk mempraktikkan keyakinan (agama) mereka sambil menempuh pendidikan untuk menjadi seorang perwira di Angkatan Laut,” tegasnya.
Impian Seumur Hidup
Hamze mengatakan fokusnya ke depan adalah mempelajari setiap detail kehidupa perajurit di sekolah Korps Perwira Universitas Norwich dan berusaha tidak melanggar setiap aturan dan kebiasaan mahasiswa baru yang diwajibkan untuk dikuasai.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Meniti karir di dunia militer ibarat impian seumur hidup bagi Hamze karena sekaligus melanjutkan warisan keluarganya yang juga berdinas di dunia militer dan publik, tentunya dengan tetap memegang teguh perintah agama.
Karena itu pula dia meminta akomodasi untuk diberi kelonggaran mengenakan jilbab ketika ia mendaftarkan diri ke perguruan tinggi awal tahun ini.
Norwich University, salah satu dari enam perguruan tinggi militer senior di AS, sepakat untuk memberikan akomodasi yang diminta Hamze.
Buyut Hamze bertugas di Angkatan Udara dan kakek-neneknya bertemu saat mereka bertugas di Angkatan Laut di Puerto Rico. Sementara ayahnya adalah seorang perwira polisi di Florida.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Hamze mengakui pernah menjadi target pandangan dan komentar bernada bermusuhan ketika mengenakan jilbab di depan umum, tetapi tidak pernah di Norwich atau Vermont. Dia memang bukan Muslim pertama yang menempuh pendidikan di sekolah militer bergengsi itu.
Ia menegaskan, perlakuan negataif atau hal-hal yang bernada permusuhan yang ia alami tidak mengendurkan mimpinya untuk mengabdi kepada negara.
“Itu tidak membuat saya takut karena saya tahu apa yang saya lakukan tidak merugikan siapa pun. Saya tahu apa yang saya lakukan sesungguhnya untuk melindungi negara. Saya bergabung dengan gugus tugas yang melindungi negara ini,” ujar Hamze. (T/P022/R02)
Mi’raj Islamic News agencey (MINA)
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”