Santri Busuk

Muhammad Rizki Ramdani, Santri Pondok Pesanren Al Fatah, Wonogiri, Jawa Tengah

Oleh Muhammad Rizki Ramdani, Santri Ponpes Al-Fatah Wonogiri, Jawa Tengah

Istilah “Pesantren Bengkel Anak Bandel” tak jarang kita dengar di tengah masyarakat atau ucapan orangtua untuk menakut-nakuti anaknya jika susah diatur akan dikirim ke pesantren.

“Kalau bandel nanti dimasukan pondok”, dan masih banyak lagi ungkapan yang menandai pesantren itu lembaga pendidikan ‘buangan’.

Pesantren bagi sebagian masyarakat awam adalah tempat penitipan anak yang bandel. Namun, nyatanya pesantren bukanlah tempat seperti itu. Pesantren adalah tempat para penuntut ilmu belajar dan beramal shalih.

Jika kita mundur ke masa lalu, dapat kita pahami bahwasannya pesantren merupakan tempat yang sangat banyak didatangi oleh penuntut ilmu. Mereka datang dengan sendirinya, ikhlas, dan tanpa paksaan.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah ada di Indonesia sejak berabad-abad lalu. Dikenal dengan berbagai nama seperti “pondok pesantren” atau hanya “pondok,” lembaga ini memiliki peran yang penting dalam membentuk karakter dan pengetahuan keagamaan masyarakat Indonesia.

Nilai luhur lembaga pesantren, sedikit mengalami pergeseran, kebanyakan santri masuk pesantren karena keinginan dari orang tua, yang akhirnya menimbulkan rasa keterpaksaan bagi santri itu sendiri.

Saya menyematkan kata “Santri Busuk”, pada beberapa kasus santri keliru memahami dirinya adalah santri. Tidak berlebihan dikatakan demikian jika dilihat dari kondisi mental sebagian santri saat ini, berapa banyak santri yang berperan dalam masyarakat atau justru sebaliknya malah membuat keonaran di lingkungan masyarakat.

Baca Juga:  Dewan Keamanan Israel Akui Mustahil Lenyapkan Hamas

Dulu mungkin jarang atau tidak pernah kita dengar santri bermasalah di masyarakat, namun saat ini dalam pemberitaan media kita sering membaca kasus kekerasan, penganiayaan santri kepada santri lain, atau maaf bahkan pelecehan seksual di lingkungan pondok.

Mental Santri Busuk ini sebenarnya juga disebabkan oleh banyak hal, dan yang paling berpengaruh adalah pandangan masyarakat umum tentang pesantren. Kenapa demikian?

Sebagian masyarakat masih menganggap pesantren adalah sekadar tempat menitipkan anak mereka yang bandel. Anggapan ini juga berdampak pada pemikiran anak yang menganggap pesantren sebagai tempat yang mengerikan bagi mereka.

Ini akan menjadi efek beruntun yang juga bisa melahirkan mental Santri Busuk. Karena jika seorang anak dimasukkan ke pesantren dengan paksaan dari orangtuanya, sang anak akan dihadapkan dua pilihan, menerima dan menolak.

Pilihan pertama, jika ia menerima, maka ia akan menjalani kehidupannya di pesantren dengan tekun belajar dan ikhlas menjalaninya, ini akan melahirkan mental santri yang baik di masa mendatang.

Pilihan kedua, jika ia menolak, akan berdampak buruk ke depannya dan akan menimbulkan rasa ingin balas dendam,  puncaknya ia akan melampiaskan dengan melakukan suatu kesalahan, seperti kabur dari pondok, merokok, membully, atau bahkan melakukan tindak kekerasan kepada santri lainnya.

Baca Juga:  Pilih Dihukum, Puluhan Tentara Israel Tolak Tugas di Gaza

Ini solusinya?

Bagi orangtua, santri, maupun ustadz di pondok dapat menjelaskan dan menerangkan bahwa pesantren itu adalah tempat yang baik dan menyenangkan, karena sebenarnya kehidupan di pesantren itu fleksibel dan menyesuaikan, tidak kaku dan membosankan.

Sebagian pesantren masih menutup diri dari lingkungan masyarakat dengan beberapa alasan, hal ini menimbulkan dampak positif dan negatif bagi pesantren. Dampak positif dari tertutupnya pesantren adalah para santri dapat belajar dengan fokus dan tidak terganggu dari pengaruh lingkungan luar, sebagaimana yang diterapkan kebanyakan pesantren modern.

Namun dampak negatifnya, pesantren bisa saja dipandang tidak baik oleh masyarakat, karena kurang terbukanya pesantren dengan masyarakat. Pesantren bisa saja dianggap sesat, radikal, konservatif dan sarang teroris bagi masyarakat sekitar.

Padahal jika kita membaca berbagai sumber bacaan tentang lembaga pesantren, dapat kita pahami betapa sangat mulianya lembaga pendidikan pesantren di mana ia memiliki beberapa tujuan utama dalam mendidik anak, seperti pembentukan karakter islami seperti pribadi yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

Pendidikan di pesantren sangat menekankan pentingnya akhlak dan moralitas berdasarkan ajaran Islam. Di pesantren juga santri dididik dan mendapat pengetahuan agama yang mendalam, sehingga mereka dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar. Santri diharapkan mampu menjadi pemimpin agama di masyarakatnya masing-masing.

Hal lain yang berbeda dengan tempat pendidikan lainnya adalah di pesantren santri diajarkan untuk berinteraksi dengan sesama, membangun rasa kebersamaan, toleransi, dan kerja sama. Ini penting untuk membentuk kemampuan sosial dan kepemimpinan.

Baca Juga:  “Gampong Keberagaman” Potret Toleransi di Kota Syariat

Dengan sistem asrama, santri dilatih untuk hidup mandiri, mengatur waktu, dan disiplin dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Hal ini penting untuk membentuk kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab.

Pesantren adalah lembaga sosial keagamaan masyarakat untuk mengajar dan mendidik masyarakat tanpa memandang strata sosial, umur, dan latar belakang. Sehingga sebenarnya pesantren cenderung disebut lembaga pendidikan masyarakat, sebagaimana diterapkan oleh masyarakat nusantara zaman dulu.

Perbaiki Kurikulum 

Setiap lembaga pendidikan pasti mempunyai kurikulum atau metode mengajar masing-masing, termasuk pesantren yang biasanya memiliki kurikulum yang berbeda dari kebanyakan lembaga pendidikan. Maka penting bagi pesantren agar menjelaskan kurikulum yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

Pesantren yang kurikulum belajarnya kurang jelas akan mendapat ketidakpercayaan dari masyarakat dan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih panjang. Padahal seharusnya kurikulum pesantren itu lebih unggul dari kurikulum pendidikan sekuler.

Agar tidak dilabeli Santri Busuk maka kerjasama dari awal antara calon santri, orangtua, dan lembaga pondok mesti seirama. Sehingga keinginan orangtua menjadikan anaknya kader ulama masa depan atau minimal menjadi anak berakhlak mulia akan terwujud.

Dengan demikian, pesantren bukan pelarian melainkan lembaga tempat mencari keridhaan Allah bagi para pencari ilmu dan pewaris misi kenabian, yaitu meneruskan dakwah Islam membawa manusia kepada peradan mulia sebagai hamba Allah Subhanahu wa ta’ala. []

Wartawan: Arif Ramdan

Editor: Bahron Ansori