Saudi: Sikap Trump Tentang Iran dan ISIS Menimbulkan Optimisme

Paris, 18 Rabiul Akhir 1438/17 Januari 2016 (MINA) – Menteri Luar Negeri , Adel al-Jubeir mengatakan hari Senin (16/1) di Paris, dia berpadangan positif terhadap keinginan pemerintahan Amerika Serikat mendatang untuk memperbaiki pengaruh negeri itu di dunia, menahan dan memerangi Negara Islam Irak (ISIS).

“Kami optimitis tentang pemerintahan mendatang dan melihat ke depan untuk bekerjasama dengan mereka di semua bidang yang menjadi satu keprihatinan kami berdua,” kata Jubeir kepada para wartawan di Paris.

“Kami akan melihat pemerintahan dengan jelas. Ingin memperbaiki perannya di dunia, kami sambut. Ingin memerangi ISIS, suatu keniscayaan. Ingin menahan Iran….sangat mutlak,” katanya seperti dilaporkan Reuters yang dikutip MINA.

Jubeir menyebutkan, kepentingan dari eksportir minyak terbesar dunia ini bersekutu dengan Amerika  Serikat, secara geopolitik – di , Irak, Yaman dan Iran – atau terkait energi dan masalah-masalah keuangan.

“Sasaran-sasaran yang ingin kami capai adalah sama. Kami mungkin tidak sependapat tentang bagaimana mencapai target itu, tetapi kami sepakat mengenai apa yang harus kami lakukan, dan itu tidak akan berubah,” katanya.

Ketika ditanya tentang hubungan spesifik antara Riyadh dengan saingan Shi’ahnya di kawasan itu –  Iran –  dan apakah mereka akan berbaikan, Jubeir menuduh Teheran membuat wilayah itu tidak stabil.

Hubungan antara kedua negara itu memburuk setelah ratusan orang, banyak diantaranya warga Iran, tewas dalam musibah yang menimpajamaah haji tahun 2015 di Arab Saudi. Iran menyalahkan bencana itu akibat penyelenggaraan haji yang tidak kompeten dan memboikot musim haji 2016.

Hubungan keduanya makin memburuk ketika pemerintah Sunni yang sedang berkuasa di Saudi tahun lalu menghukum mati ulama Shi’ah. Para pengunjuk rasa Iran yang marah menyerbu kedutaan Saudi di Teheran dan Riyadh memutuskan hubungan diplomatik.

“Hubunga kami dengan Iran tegang dan negeri itu menjalankan kebijakan agresif serta bersikap bermusuhan. Akan menyenangkan hidup damai dan harmonis dengan Iran, tetapi itu harus dilakukan oleh kedua belah pihak,” kata Jubeir.

“Kami tidak bisa jadi subyek kematian dan perusakan serta berharap berbaikan. Kami  berusaha, tetapi tidak berhasil,” katanya.

Jubeir menambahkan, pembicaraan di Astana, ibukota Kazakhtan bertujuan mencapai gencatan senjata di Suriah merupakan ujian yang berharga. Namun, itu tidak berhasil karena Riyadh meninggalkan para pemberontak moderat yang berjuang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad yang didukung oleh Iran.

“Sasarannya adalah mencapai genjatan senjata dan maju ke proses politik. Itu diuji. Sejauh ini tidak berhasil,” katanya. “Jika berhasil, kami kemudian akan menempuh jalur politik, tetapi itu tidak berarti kami meninggalkan oposisi moderat.”

Pembicaraan Astana, yang didukung oleh Rusia dan Turki yang akan diadakan akhir bulan ini, dengan faksi-faksi pemberontak militer meggunakan negosiasi-negosiasi secara berhadapan dengan sebuah delegasi pemerintah.

Jubeir, yang negaranya telah memberikan dukungan kepada pasukan-pasukan oposisi mengatakan, telah dilakukan konsultasi-konsultasi tertutup dengan Turki tentang pertemuan Astana dan tak bisa dipercaya jika Ankara berubah pandangannya mengenai Assad lengser di akhir transisi.

“Saya tidak melihat perubahan pada posisi Turki. Fakta bahwa Turki sedang bicara dengan Rusia bukan suatu keprihatinan. Ada orang-orang Turki di kancah perang Suriah dan telah melakukan kontak langsung dengan oposisi Suriah di sana,” katanya. (RS1/P1)

Miraj Islamic News Agency/MINA

Wartawan: illa

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.