Jakarta, MINA – Mahkamah Agung (MA) secara resmi melarang pengadilan mengabulkan pernikahan beda Agama. Keputusan tersebut dimuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis mengatakan, ini bentuk penghormatan pihak MA terhadap ajaran agama-agama yang ada di Indonesia.
“Surat edaran MA tentang tidak sahnya nikah beda Agama dan pelarangan pencatatan nikah yang tidak sah adalah bagian dari penghormatan dan toleransi kepada ajaran agama-agama,” kata Kiai Cholil dalam keterangan pers, di Jakarta, Rabu (19/7).
Kiai Cholil menyampaikan MUI terus berupaya menghalau dan memerangi adanya praktik dan usaha pelegalan terhadap pernikahan beda agama belakangan ini.
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza
“Hal itu mengingat adanya pengadilan yang mengabulkan pernikahan beda agama, legalisasi oleh penghulu ilegal, dan gugatan konstitusional sekolompok warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu (kita bisa) menegakkan agama dalam rangka menjaga entitas masing-masing, di saat bersamaan agama bisa menjadi sarana dan landasan menjaga keragaman,” imbuhnya.
Dia menegaskan, alasan perjuangan MUI tersebut tidak hanya didorong ajaran normatif dalam agama, melainkan juga kandungan konstitusi juga melarang nikah beda agama.
Menurut dia, konstitusi menghargai adanya entitas ajaran agama masing-masing dari campur aduk dan pembauran. Dengan demikian, larangan beda agama adalah bentuk orisinalitas menjaga kemurnian ajaran antaragama.
“Berkenaan kita (MUI) memperjuangkan untuk tidak sahkan beda agama, karena dalam konstitusi kita itu mengakui entitas masing-masing (agama),” kata Kiai Cholil.
Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda
Lanjut kata Kiai Cholil, keputusan MA itu harus dibarengi dengan kesiapan kita menghormati dan menerima perbedaan masing-masing sebagai kesepakatan bersama (al-mitsaq al-wathani).
SEMA Nomor 2/2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan resmi diundangkan oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Senin 17 Juli 2023.
Dalam SEMA tersebut dijelaskan, untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Pertama, Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Kedua, Pengadilan tidak mengabulkan pemohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. (R/R4/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas