Sebanyak 16 Korban Konflik Aceh Berikan Kesaksian

Banda , MINA – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi () Aceh, kembali menggelar Korban konflik yang terjadi di Aceh sejak 1976 hingga 2005 silam.

Kegiatan yang berlangsung sejak pagi tadi, digelar di aula kantor DPRK Aceh Utara. Kegiatan tersebut berlangsung hingga besok 17 Juli.

Ada 16 korban konflik di Aceh yang dihadirkan dengar kesaksian, tujuh diantaranya akan berikan kesaksian hari ini.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya yakin pernyataan korban konflik tidak akan mengganggu perdamaian Aceh saat ini.

“Saya yakin, Pernyataan mereka tdk akan mengganggu perdamaian yg sudah dirintis,” kata Edwin Partogi Pasaribu, Selasa (16/7).

Kegiatan pengungkapan kebenaran seperti ini mustinya sudah dilakukan sejak lama. Begitu pula poin dalam MoU Helsinki yang belum terealisasi seperti pengadilan HAM yang harusnya sudah ada sejak lama.

Dayan Albar Asisten I Sekretaris Daerah kabupaten Aceh Utara dalam penyampaian tertulis Bupati Aceh Utara menyatakan, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mendukung sepenuhnya pengungkapan kebenaran yang dilakukan oleh KKR Aceh.

“Kami berkomitmen untuk membantu reparasi terhadap korban konflik tersebut,” terangnya.

Sementara itu Ketua Komisioner KKR Aceh Afridal Darmi menyebutkan, kegiatan ini akan menjadi sarana pendidikan publik yang mana hasilnya akan menjadi rekomendasi reparasi mendesak dan komprehensif.

“Saat ini sudah ada 77 korban yg sudah kita berikan rekomendasi ke BRA.” Kata Afridal.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh Hendra Saputra menyampaikan, bahwa KontraS Aceh sangat mengapresiasi kegiatan Rapat Dengar kesaksian tersebut sebagai salah satu upaya pemulihan dan memberikan ruang bagi korban untuk mengungkapkan fakta terhadap peristiwa yang dialami.

Hendra menyayangkan ketidakhadiran pemerintah Aceh untuk mendengarkan cerita korban.

“Hal ini semakin menunjukkan bahwa Pemerintahan Aceh saat ini tidak peduli dengan upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu,” pungkas Hendra.

KKR Aceh sebagai lembaga resmi yang dibentuk oleh Pemerintah justru dibiarkan bekerja sendiri tanpa dukungan penuh dari Pemerintah Aceh.

Akan tetapi walaupun tidak hadir, KontraS Aceh mendesak kepada Pemerintah Aceh untuk menindaklanjuti segala hal yang menjadi rekomendasi dari Dengar Kesaksian yang dilaksanakan baik itu berupa reparasi mendesak maupun reparasi komperhensif ke depan.

Salah satu reparasi mendesak yang bisa dilakukan oleh pemerintah aceh berupa upaya pemulihan korban baik secara fisik maupun psikis. (L/AP/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.