HIDUP ini seperti perjalanan di atas jalan yang tak diketahui ujungnya—kadang lurus, kadang berliku, dan tak pernah ada yang tahu kapan akan tiba di titik akhir. Di tengah kesibukan mengejar dunia, kita sering lupa bahwa waktu berjalan tanpa kompromi. Kita menunda-nunda kebaikan, menunggu “nanti” yang tak pernah pasti, hingga tanpa sadar, usia menyempit dan ajal mendekat.
Lalu, saat malaikat maut datang menjemput, barulah hati terisak ingin kembali, mulut memohon agar diberi sedikit waktu lagi—bukan untuk menambah harta, bukan untuk bersenang-senang—tapi sekadar ingin bersedekah. Satu sedekah saja. Namun semua sudah terlambat. Inilah jeritan jiwa yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an, agar kita terbangun dari kelalaian dan tidak menunggu penyesalan datang menghantam di akhir perjalanan.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata, ‘Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menangguhkan (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.'” (Qs. Al-Munāfiqūn: 10)
Ayat ini membentangkan potret paling menyayat hati di ujung kehidupan: seseorang yang menyesal berat karena belum sempat bersedekah. Dalam detik-detik terakhir sebelum ruh dicabut, yang terlintas bukanlah harta, bukan keluarga, bukan kesuksesan duniawi—tetapi sedekah. Ia sadar, amal inilah yang paling mudah dan paling bermakna, namun ia telah menunda-nundanya terlalu lama.
Baca Juga: Nuklir, Mudharat dan Manfaatnya dalam Perspektif Al-Qur’an
Betapa banyak manusia yang hidup dalam kelalaian. Mereka berpikir waktu masih panjang. Mereka berbisik dalam hati, “Nanti kalau sudah mapan, aku akan bersedekah.” Tapi maut tak kenal waktu. Ajal tak bisa ditunda. Dan di saat itulah mereka ingin membeli waktu dengan harta—sayangnya, semua sudah terlambat.
Kita belajar dari ayat ini bahwa yang paling ditakuti orang beriman bukan kematian, tapi mati tanpa sempat berbuat baik. Mati tanpa amal. Mati dalam keadaan menyesal.
Sedekah: Kecil di Dunia, Besar di Akhirat
Mengapa orang itu ingin bersedekah, bukan shalat, bukan puasa? Karena sedekah adalah bukti kepedulian sosial dan keimanan yang nyata. Ia mengalirkan manfaat langsung, membersihkan harta, dan menumbuhkan keberkahan.
Baca Juga: Peran Orangtua dan Umara dalam Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina
Sedekah bukan hanya uang. Itu bisa berupa sebutir kurma, sehelai pakaian, bahkan sekadar senyuman dan tenaga yang diberikan dengan ikhlas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Takutlah kalian kepada neraka, meski hanya dengan (sedekah) setengah biji kurma.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan menunggu kaya untuk bersedekah. Justru dari sedikit itulah Allah menumbuhkan kebaikan besar. Sedekah adalah investasi akhirat yang tak pernah rugi. Ia bisa menyelamatkan kita dari musibah, menghapus dosa, dan menjadi cahaya di hari hisab.
Mulailah Hari Ini, Sebelum Semuanya Tertutup
Allah tidak menuntut kita memberi seluruh harta, hanya sebagian dari apa yang telah Dia karuniakan. Namun, setan akan selalu membisikkan, “Tunggu nanti…”, hingga akhirnya ajal datang, dan kita berkata, “Ya Allah, tunda sebentar saja…”—padahal itu sudah mustahil.
Baca Juga: Hijrah Rasulullah sebagai Langkah Strategis Menuju Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Mulailah sekarang. Sisihkan sebagian dari penghasilanmu. Jadikan sedekah sebagai rutinitas harian. Ajarkan keluarga dan anak-anakmu memberi sebelum meminta, membantu sebelum diminta. Biarkan tangan kita ringan di dunia agar hati kita ringan di akhirat.
Sedekah itu bukan soal besar atau kecil jumlahnya, tapi tentang ketulusan dan niat. Bila hari ini kita bisa memberi satu piring makanan, satu senyuman tulus, satu botol air minum, maka kita telah menyelamatkan diri kita dari penyesalan yang tak bertepi.
Sahabat, hidup ini hanya sekali. Jangan biarkan kita menjadi tokoh dalam ayat ini—yang menyesal, memohon waktu tambahan, dan berjanji akan bersedekah. Jadilah orang yang cerdas, yang beramal sebelum ditanya, yang bersedekah sebelum diminta, yang memberi sebelum pergi.
Sebagian orang merasa berat bersedekah karena merasa hartanya akan berkurang. Padahal, logika langit berbeda dengan logika dunia. Allah menjanjikan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta, bahkan justru akan menambahnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Berjama’ah Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Banyak kisah nyata membuktikan bahwa orang yang ringan tangan dalam memberi, justru Allah bukakan pintu-pintu rezeki dari arah yang tak disangka-sangka. Sedekah menjadi magnet kebaikan yang menarik berkah dunia dan akhirat.
Ingatlah, yang kita keluarkan di jalan Allah tidak akan pernah sia-sia. Setiap rupiah yang dibelanjakan untuk sedekah akan dikembalikan oleh Allah berlipat ganda, baik dalam bentuk rezeki, kesehatan, ketenangan jiwa, atau bahkan keselamatan dari bencana. Allah berfirman, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji.” (Qs. Al-Baqarah: 261). Ini bukan perumpamaan kosong, tapi jaminan dari Allah Yang Maha Menepati Janji.
Karena itu, jangan menunda untuk memberi. Sedekah bukan hanya untuk orang kaya, tapi untuk orang yang sadar bahwa harta hanyalah titipan. Jika kita menunggu kaya dulu untuk bersedekah, bisa jadi Allah mencabut rezeki kita sebelum kesempatan itu datang. Justru dengan bersedekah, Allah akan mencukupkan kita. Jadikan sedekah sebagai gaya hidup, bukan beban. Niatkan sebagai jalan menuju ridha Allah.
Hidup ini terlalu singkat untuk menunda kebaikan. Jangan biarkan ayat ini menjadi cerminan penyesalan kita di akhir hayat. Jadilah orang yang sedekahnya mendahului ajal, amalnya menyambut kematian, dan ringan tangannya menjadi alasan Allah memberi keberkahan dunia serta keselamatan akhirat. Sedekah hari ini, sebelum terlambat.[]
Baca Juga: Iman, Jihad, dan Hijrah: Tiga Pilar Tegaknya Kalimatullah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Seluruh Pemeluk Dienul Islam Adalah Muslim