ISRA Mi’raj merupakan salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam, di mana Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dalam sebuah perjalanan luar biasa. Peristiwa ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga perjalanan ruhani yang penuh hikmah, penguat iman, serta pembawa syariat shalat lima waktu yang menjadi tiang agama.
Kejadian Isra Mi’raj berlangsung pada masa Nabi SAW sedang menghadapi tahun kesedihan. Beliau kehilangan dua orang pendukung terbesarnya: Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri tercinta yang selalu setia mendampingi, serta Abu Thalib, paman yang selama ini melindungi dari gangguan kaum Quraisy. Pada saat itulah Allah memberikan hiburan yang begitu agung.
Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina dalam satu malam. Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan beliau dari Masjidil Aqsha naik ke langit sampai Sidratul Muntaha. Perjalanan ini tidak hanya menembus ruang, tetapi juga dimensi iman yang dalam.
Dalam peristiwa Isra, Nabi SAW diperjalankan dengan kendaraan langit bernama Buraq, hewan putih lebih besar dari keledai namun lebih kecil dari kuda, yang melesat secepat kilat. Malaikat Jibril mendampingi beliau, menuntun langkah demi langkah menuju Masjidil Aqsha. Perjalanan itu adalah simbol keterhubungan dua masjid suci, Makkah dan Baitul Maqdis.
Baca Juga: Doa Bulan Rajab Penuh Keberkahan yang Dianjurkan Rasulullah
Setibanya di Masjidil Aqsha, Nabi SAW mengimami shalat para nabi terdahulu. Ini menunjukkan bahwa beliau adalah penutup para nabi dan pemimpin bagi seluruh utusan Allah. Di momen tersebut, tampak bahwa risalah Islam adalah penyempurna risalah para nabi sebelumnya, membawa cahaya hidayah bagi seluruh umat manusia.
Kemudian dimulailah Mi’raj, perjalanan Nabi SAW naik ke langit. Di setiap lapisan langit, beliau bertemu dengan para nabi: Adam, Isa dan Yahya, Yusuf, Idris, Harun, Musa, hingga Ibrahim. Pertemuan ini mengajarkan bahwa para nabi adalah satu keluarga besar yang membawa risalah tauhid, saling mendukung dalam kebenaran.
Di Sidratul Muntaha, tempat paling tinggi yang tidak bisa ditembus oleh siapa pun kecuali dengan izin Allah, Nabi Muhammad SAW menerima perintah langsung dari Allah: kewajiban shalat. Awalnya, Allah mewajibkan lima puluh kali shalat sehari semalam. Namun, atas permintaan Nabi Musa yang menyarankan agar Nabi Muhammad SAW meminta keringanan, jumlah itu akhirnya menjadi lima kali.
Meski hanya lima waktu, pahala shalat tetap senilai lima puluh kali lipat. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada umat Muhammad SAW. Shalat menjadi hadiah istimewa dari perjalanan Mi’raj, sebagai sarana penghubung langsung antara hamba dengan Rabb-nya, tanpa perantara.
Baca Juga: Niat Puasa Rajab Sekaligus Qadha Ramadhan – Apakah Bisa Digabung?
Isra Mi’raj juga menjadi penguat hati Nabi SAW setelah berbagai ujian berat yang beliau alami. Allah ingin menunjukkan bahwa meski ditolak manusia, beliau mendapat sambutan mulia dari langit. Bahwa meski di bumi penuh hinaan, di sisi Allah beliau adalah makhluk yang paling mulia.
Bagi umat Islam, peristiwa ini adalah pengingat bahwa setiap kesulitan hidup akan diiringi dengan pertolongan Allah. Bahwa di balik penderitaan, selalu ada cahaya harapan. Isra Mi’raj menjadi bukti nyata bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang sabar dan teguh dalam iman.
Shalat yang diwajibkan dalam Isra Mi’raj adalah bukti pentingnya menjaga hubungan dengan Allah. Shalat bukan sekadar rutinitas, melainkan tiang agama, penyejuk jiwa, dan penopang kehidupan. Seorang muslim yang menjaga shalat dengan khusyuk akan merasakan ketenangan yang tidak bisa digantikan dengan apapun di dunia.
Isra Mi’raj juga mengajarkan bahwa Islam bukan hanya agama yang terbatas di satu bangsa atau wilayah. Perjalanan Nabi dari Makkah ke Baitul Maqdis, lalu naik ke langit, menunjukkan universalitas Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, melampaui batas geografis dan budaya.
Baca Juga: 7 Peristiwa Penting di Bulan Rajab yang Wajib Diketahui Umat Islam
Kisah agung ini sekaligus menguji keimanan kaum muslimin pada masa itu. Banyak orang yang meragukan, bahkan mengejek. Namun Abu Bakar ash-Shiddiq dengan penuh keyakinan berkata: “Jika Muhammad yang mengatakannya, maka aku membenarkannya.” Dari sinilah Abu Bakar mendapat gelar ash-Shiddiq, sang pembenar sejati.
Hingga hari ini, Isra Mi’raj menjadi momentum bagi umat Islam untuk memperkuat iman, memperbarui tekad dalam beribadah, dan semakin yakin bahwa ketaatan membawa kita kepada derajat yang tinggi di sisi Allah. Perjalanan Nabi SAW adalah inspirasi agar kita juga melakukan “mi’raj” ruhani dalam shalat kita.
Maka, marilah kita memandang shalat bukan sebagai beban, melainkan sebagai hadiah. Setiap kali berdiri di hadapan Allah, sesungguhnya kita sedang menapak jejak Mi’raj Rasulullah SAW. Peristiwa Isra Mi’raj adalah kisah yang menggetarkan iman, sekaligus jalan pencerahan agar kita selalu terhubung dengan Allah Yang Maha Tinggi.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [POPULER MINA] Abu Ubaidah dan Global Sumud Flotilla