SETIAP pagi, ribuan anak berlarian menuju gedung-gedung yang disebut sekolah. Mereka berpakaian rapi, duduk manis, dan mendengar ceramah dari guru di depan kelas. Tapi mari kita jujur: berapa banyak dari mereka yang benar-benar belajar, bukan sekadar hadir? Sekolah itu penting, iya. Tapi kalau kita hanya menjadikan sekolah sebagai tujuan akhir, bukan sebagai jembatan menuju pembelajaran seumur hidup, maka kita sedang tertidur dalam sistem yang membius kreativitas!
Hari ini kita hidup di era informasi, di mana ilmu tidak hanya tersembunyi dalam buku teks atau ruang kelas. Belajar tidak lagi eksklusif milik papan tulis dan kursi kayu. Belajar ada di jalanan, di layar gawai, dalam interaksi, bahkan dalam kegagalan! Maka, jika kita hanya mengandalkan formalitas sekolah tanpa semangat belajar yang total, kita sedang mengkhianati potensi terbaik yang Tuhan titipkan dalam diri kita.
Jangan tunggu bel berbunyi untuk mulai berpikir. Jangan menunggu PR untuk mulai membaca. Jangan pula menunggu ujian untuk mulai serius. Karena hidup ini ujian tanpa pemberitahuan, dan pelajar sejati tidak butuh jadwal untuk menyerap hikmah dari setiap kejadian. Sekolah boleh memberi ijazah, tapi hanya belajar yang memberi bekal sejati untuk hidup.
Lihatlah anak-anak yang tak punya sekolah formal tapi belajar dengan rakus di tengah keterbatasan. Mereka membaca buku bekas di bawah lampu jalan, mendengar radio tua, atau belajar dari alam dan kehidupan. Sementara sebagian yang duduk di ruang ber-AC malah sibuk bermain ponsel, menunggu jam pulang. Ini tamparan, bukan untuk menyalahkan, tapi untuk membangkitkan kesadaran: semangat belajar tidak ditentukan oleh fasilitas, tapi oleh api dalam jiwa.
Baca Juga: Mahasiswa Myanmar Belajar Bahasa dan Budaya Aceh
Sekolah boleh ajarkan rumus-rumus, tapi hidup menguji kita dengan teka-teki tak terduga. Maka belajarlah lebih dari yang diajarkan. Gali lebih dalam. Baca lebih luas. Tanyakan lebih banyak. Jangan mau jadi generasi fotokopi yang hanya menyalin tanpa memahami. Jadilah pelajar yang menantang guru dengan pertanyaan kritis, bukan murid pasif yang hanya menunggu lembar jawaban.
Pendidikan sejati adalah pembebasan, bukan pembatasan. Ia membebaskan pikiran dari belenggu kebodohan, bukan membatasi mimpi dengan angka rapor. Maka jangan mau dibelenggu oleh sistem yang hanya menilai dari hafalan. Jadilah pembelajar aktif yang berani berpikir, bertanya, mencoba, dan—ya—berani gagal!
Banyak orang sukses bukan karena mereka juara kelas, tapi karena mereka tak pernah berhenti belajar. Mereka tahu, hidup butuh lebih dari sekadar ijazah: butuh ketekunan, daya juang, rasa ingin tahu, dan mental petarung. Jadi, kalau kamu merasa bukan bintang kelas, jangan putus asa. Jadilah bintang di langit yang kamu pilih sendiri.
Mari kita rombak paradigma lama: sekolah bukan satu-satunya jalan sukses. Ia adalah salah satu jalan, tapi bukan jalan satu-satunya. Maka jangan jadikan sekolah sebagai penjara kreativitas. Jadikan ia sebagai tempat berlatih untuk menghadapi dunia nyata, bukan tempat bersembunyi dari kenyataan.
Baca Juga: Update Skill, Upgrade Iman: Kunci Sukses Pemuda Masa Kini
Bangsa ini tak butuh lulusan yang cuma bisa mengerjakan soal, tapi tak peka terhadap persoalan sosial. Kita butuh pelajar yang total: total dalam semangat, total dalam aksi, total dalam belajar. Karena perubahan besar tidak lahir dari formalitas, tapi dari keberanian berpikir dan bertindak di luar kotak.
Sekolah boleh formal, tapi belajar harus total! Mari kita kobarkan semangat belajar sepanjang hayat. Jadikan setiap hari sebagai ruang kelas. Jadikan setiap kegagalan sebagai bahan pelajaran. Jadikan hidup ini sebagai sekolah sejati, dan diri kita sebagai murid yang tak pernah puas untuk tumbuh dan berkembang. Karena pada akhirnya, yang bertahan dan menang bukan yang paling pintar di atas kertas, tapi yang paling semangat untuk terus belajar di dunia nyata![]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Teken Janji Nasional untuk Reformasi Sistem Pendidikan di KPI 2025