Oleh: Dr. Abdul Mutaali, Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia
Yerussalem (Al-Quds) adalah impian Rakyat Palestina ketika saatnya nanti mereka menjadi negara merdeka, Yerussalem adalah ibu kotanya. Bahkan Yerussalem adalah ruh manifesto perjuangan rakyat Palestina. Palestina tanpa Yerussalem bukanlah Palestina. Amerika Serikat melalui Donald Trump telah menarik paksa konflik ini masuk ke daerah paling sensitif yaitu religion Conflict (konflik agama).
Walaupun sejak tahun 1967 lewat Pendudukan Israel, Yerussalem sudah dikuasai Israel namun PBB dengan seluruh resolusinya mengatakan bahwa kawasan itu di bawah otoritas international. Segala upaya untuk mengubah status quo Yerussalem merupakan tindakan ilegal.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Karena itu, walaupun sejak tahun 1980 Israel sudah membuat undang-undang yang mengatakan bahwa Yerusalem sebagai ibukota Israel dan dikuatkan oleh Amerika Serikat yang menguatkan undang-undang itu pada tahun 1995, upaya konstitusi sepihak itu adalah tindakan ilegal.
Tahun 2000, Perdana Menteri Israel Ariel Sharon, masuk ke kawasan Yerusalem dan mengatakan tanah ini suatu saat nanti akan menjadi Ibukota Israel. Rakyat Palestina meresponnya dengan meletusnya Intifadhah 2. Sebanyak 2.000 orang Palestina tewas.
Kita berharap Amerika Serikat mau melihat sejarah. Ditambah 128 negara yang mendukung resolusi PBB bahwa Yerusalem adalah kota internasional. Hanya sembilan negara yang mendukung klaim sepihakTrump, dan sisanya 35 negara abstain. Artinya, mayoritas negara-negara di dunia melalui forum Sidang Majelis Umum (SMU) PBB kemarin 21 Desember 2017 bersama Palestina. Namun sayang, walaupun Palestina didukung suara mayoritas, SMU PBB ini sifatnya hanya rekomendasi.
Bukanlah Amerika Serikat kalau tidak memveto resolusi yang menyudutkan Israel. Trump mudah-mudahan bisa berpikir jernih tidak mengeksekusi perpindahan Ibu kota Yerusaalem ini. Dampaknya akan luas, ektrimisme dan anarkisme mendapat pemantiknya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
PBB harusnya mengubah pola pengambilan resolusi keputusan bukan melalui veto, melainkan suara terbanyak.
Secara politis sejatinya keadaan ini bisa menjadi ajang untuk mengucilkan Amerika Serikat. Negara-negara Eropa melalui Uni Eropa dapat membangun klausul baru kontra Klaim sepihak Trump.
Langkah selanjutnya untuk memotong eksekusi Trump, OKI mendukung pemerintah Palestina untuk membawa klaim sepihak Amerika Serikat ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda.
Hal ini dilakukan untuk mencegah Intifadhah ketiga, agar tak banyak lagi korban yang berjatuhan. Agar para ibu Palestina tak sedih karena anak-anaknya menjadi korban, atau anak-anak Palestina yang malang karena Ibunya harus berjuang membela suami dan ayahnya demi kemerdekaan yang entah kapan mereka genggam. Selamat Hari Ibu, Wahai Ibu-ibu Palestina, 22 Desember 2017.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat 22 Desember 2017
(R01/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa