Oleh KH. Yakhsyallah Mansur, Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
ALLAH Ta’ala berfirman,
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (الحج [٢٢]: ٧٨)
“Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia; maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah Penolong kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”
Sebagian ulama membedakan istilah “Ad-Dien” dan “Al-Millat”. Ad-Dien dapat dimudhafkan (disandarkan) kepada Allah ﷻ dan makhluk, seperti: دين الله, دين إبراهيم. Sedang Al-Millat hanya disandarkan kepada makhluk seperti: ملة الرسول, ملة محمد.
Baca Juga: Ukhuwah Islamiyah dan Pembebasan Al-Aqsha
Dari sudut arti Ad-Dien lebih cenderung kepada konsep (ajaran) sedang Al-Millat lebih cenderung kepada operasional (pelaksanaan).
Ibnu Katsir (700-774 M) menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ
“Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Yakni dengan harta benda, lisan, dan jiwa kalian. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Baca Juga: Istighfar Kunci Perubahan Nasib: Tadabbur Qur’an Surat Nuh Ayat 10-12
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
“Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran [3]: 102)
Firman Allah ﷻ:
هُوَ اجْتَبَاكُمْ
“Dia telah memilih kalian.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Hai umat ini, Allah ﷻ telah memilih kalian di atas semua umat, juga mengutamakan, serta memuliakan kalian, dan mengkhusus-kan kalian dengan rasul yang paling mulia dan syariat yang paling sempurna.
Baca Juga: Israel Vs Iran, Ketika Serangan Membentuk Keberimbangan Regional
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 78)
Yakni Dia tidak membebankan kepada kalian apa-apa yang tidak mampu kalian kerjakan; Dia pun tidak mengharuskan sesuatu yang sangat berat bagi kalian, melainkan Allah ﷻ menjadikan bagi kalian jalan keluar yang menuntaskannya. Shalat yang merupakan rukun Islam yang terbesar sesudah membaca dua kalimah syahadat, wajib dilakukan empat rakaat dalam keadaan di tempat, tetapi dalam perjalanan diringkas menjadi dua rakaat. Dan dalam situasi khauf (perang), shalat boleh dikerjakan hanya dengan satu rakaat (menurut sebagian imam), sesuai dengan keterangan yang terdapat di dalam sebuah hadits.
Kemudian shalat tersebut dalam situasi khauf dapat dikerjakan dengan jalan kaki dan berkendaraan; dan baik menghadap kiblat atau pun tidak, semuanya sah. Hal yang sama dilakukan pula bagi shalat sunat dalam perjalanan, boleh menghadap ke arah kiblat dan boleh tidak. Berdiri dalam shalat merupakan suatu hal yang wajib, tetapi menjadi gugur bagi orang yang sakit. Karena itu, seorang yang sakit diperbolehkan mengerjakannya sambil duduk; jika duduk tidak mampu, maka sambil berbaring pada salah satu sisi lambung dan lain sebagainya yang termasuk rukhsah dan kemurahan serta keringanan dalam semua hal yang fardhu dan yang wajib. Karena itulah Nabi ﷺ pernah bersabda:
بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ
“Aku diutus dengan membawa agama Islam yang hanif lagi penuh toleransi.”
Baca Juga: Mengapa Harus Hadir di Majlis Taklim? Inilah 5 Keutamaannya yang Wajib Diketahui
Rasulullah ﷺ bersabda kepada Mu’az dan Abu Musa, saat beliau mengutus keduanya menjadi amir di negeri Yaman:
بَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا، وَيَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا
“Sampaikanlah berita gembira dan janganlah kamu berdua membuat mereka lari (darimu); dan bersikap mudahlah kamu berdua, janganlah kamu berdua bersikap mempersulit.”
Hadits-hadits yang menerangkan hal ini cukup banyak, karena itulah sahabat Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj [22]: 78) al-haraj artinya kesempitan.
Firman Allah ﷻ:
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman
مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ
“(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 78)
Menurut Ibnu Jarir, lafaz millata menjadi keterangan dari firman-Nya:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 78)
Yakni suatu kesempitan pun, bahkan meluaskannya bagi kalian seperti agama orang tua kalian Ibrahim .
Baca Juga: Mengakui Negara Israel Dalam Prespektif UUD 1945
Ibnu Jarir selanjutnya mengatakan, bahwa dapat pula dikatakan millata di-nashab-kan karena menyimpan kata ilzamu, yang artinya ikutilah agama orang tuamu Ibrahim .
Menurut saya, pengertian ini sama dengan apa yang disebut-kan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
Katakanlah, “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus.” (Q.S. Al-An’am [6]: 16l), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah ﷻ:
Baca Juga: Hidup Hanya Sekali, Jadikan Bermakna di Sisi Allah
هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 78)
Imam Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya (Q.S. Al-Hajj [22]: 78) di atas, bahwa yang dimaksud dengan Dia adalah Allah ﷻ.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, As-Saddi, Muqatil ibnu Hayyan, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu (Q.S. Al-Hajj [22]: 78) Bahwa yang dimaksud dengan Dia dalam ayat ini adalah Ibrahim . Demikian itu karena ada firman Allah ﷻ yang menyebutkan tentang doa Ibrahim , yaitu:
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau (umat muslimah).” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 128)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang terakhir ini tidak beralasan, karena sudah dimaklumi bahwa Ibrahim tidak menyebutkan dalam Al-Qur’an nama umat ini dengan sebutan muslimin (melainkan muslimah). Allah ﷻ telah berfirman: “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (Q.S. Al-Hajj 22: 78)
Mujahid mengatakan bahwa Allah ﷻ menamai kalian muslimin dari dahulu di dalam kitab-kitab terdahulu, juga di dalam Az-Zikir (Al-Qur’an). Hal yang sama telah dikatakan oleh selain Ibnu Jarir.
Menurut saya, pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir benar, karena Allah ﷻ telah berfirman:
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Kemudian Allah ﷻ menggugah mereka dan membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ dengan menyebutkan bahwa agama Islam itu adalah agama orang tua mereka, yaitu Ibrahim Al-Khalil . Setelah itu Allah ﷻ menyebutkan tentang karunia-Nya yang telah Dia limpahkan kepada umat ini, yang di dalamnya diisyaratkan pujian yang baik dan sebutan yang baik terhadap umat ini sejak zaman dahulu, yang tertera di dalam kitab-kitab para nabi dan dibaca oleh banyak rahib dan pendeta. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu.” (Al-Hajj [22]: 78) Yakni sebelum masa Al-Qur’an. dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini. (Al-Hajj [22]: 78)
Imam An-Nasa’i mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa:
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya
أَنْبَأَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيب، أَنْبَأَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ أَنَّ أَخَاهُ زَيْدَ بْنَ سَلَّامٍ أَخْبَرَهُ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ قَالَ: أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ الْأَشْعَرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: “مَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ جِثيّ جَهَنَّمَ”. قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى؟ قَالَ: “نَعَمْ، وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى، فَادْعُوَا بِدَعْوَةِ اللَّهِ الَّتِي سَمَّاكُمْ بِهَا الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللَّهِ”
“Telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu’aib, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah ibnu Salam, bahwa saudara lelakinya (yaitu Zaid ibnu Salam) pernah menceritakan kepadanya suatu berita dari Abu Salam, bahwa al-Haris Al-Asy’ari pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang berseru dengan seruan Jahiliah, maka sesungguhnya dia akan menjadi penghuni neraka Jahannam. Kemudian ada seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan shalat?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Ya, sekalipun dia puasa dan shalat.” Karena itu, hai hamba-hamba Allah, berserulah kalian dengan seruan Allah yang telah menamakan kalian orang-orang muslim dan orang-orang mukmin dalam seruan itu.”
Di dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih hadits ini dijelaskan sebagai berikut:
عَن الْحَارِثِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ: بِالْجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يُرَاجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَى جَهَنَّمَ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ”. رَوَاهُ أَحْمد وَالتِّرْمِذِيّ
(عَن الْحَارِثِ الْأَشْعَرِيِّ) قال المؤلف: هو الحارث بن الحارث الأشعري يعد في الشاميين؛ روى عنه أبو سلام الحبشي وغيره، (قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ آمُرُكُمْ)؛ أي أنا (بِخَمْسٍ)؛ أي خصال (بِالْجَمَاعَةِ)؛ أي باتباع إجماع جماعة المسلمين، والاعتقاد، والقول، والعمل المتعلق بالدين، قال الطيبي: المراد بالجماعة الصحابة، ومن بعدهم من التابعين، وتابعي التابعين من السلف الصالحين؛ أي آمركم بالتمسك بهديهم وسيرتهم والانخراط في ذمتهم، (وَالسَّمْعِ)؛ أي استماع كلمة الحق وقبولها من الأمير والغني والفقير وغيرهما، وقال الطيبي: المراد بالسمع؛ الإصغاء إلى الأوامر والنواهي وتفهمهما، (وَالطَّاعَةِ)؛ أي طاعة الأمير في المشروعات، وقالالطيبي: المراد بالطاعة الامتثال بالأوامر والانزجار عن النواهي (وَالْهِجْرَةِ)؛ أي الانتقال من مكة إلى المدينة قبل فتح مكة، ومن دار الكفر إلى دار الإسلام، ومن دار البدعة إلى دار السنة، ومن المعصية إلى التوبة، لقوله ﷺ: “المهاجر من هجر ما نهى الله عنه” (وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ)؛ أي مع الكفار لإعلاء كلمة الله وقمع أعدائها، ومع النفس بكفها عن شهواتها، ومنعها عن لذاتها، فإن معاداة النفس مع الشخص أقوى وأضر من معاداة الكفرة معه ، وقد روى : أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك (فَإِنَّهُ) وفي نسخة صحيحة (وَإِنَّهُ) قال الطيبي: اسم “إن” ضمير الشأن، والجملة بعده تفسيره، وهو كالتعليل للأمر بالتمسك بعرى الجماعة، والواو مثلها؛ في قوله تعالى: وقالا الحمد لله بعد قوله ولقد آتينا داود وسليمان علما في الإخبار عن الجملتين، وتفويض الترتيب بينهما إلى ذهن السامع (مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قِيدَ شِبْرٍ) بكسر القاف وسكون التحتية؛ أي قدره وأصله القود من القود؛ وهو المماثلة والقصاص، والمعنى من فارق ما عليه الجماعة بترك السنة واتباع البدعة ونزع اليد عن الطاعة، ولو كان بشيء يسير يقدر في الشاهد بقدر شبر، (فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ)؛ أي نقض عهده وذمته (مِنْ عُنُقِهِ) وانحرف عن الجماعة وخرج عن الموافقة (إِلَّا أَنْ يُرَاجِعَ) بصيغة المفاعلة للمبالغة، والربقة بكسر فسكون؛ وهي في الأصل؛ عروة في حبل يجعل في عنق البهيمة، أو يدها تمسكها، فاستعارها للإسلام، يعني ما شد المسلم به نفسه من عرى الإسلام؛ أي حدوده وأحكامه وأوامره ونواهيه، وقال بعضهم: والمعنى فقد نبذ عهد الله، وأخفر ذمته التي لزمت أعناق العباد؛ لزوم الربقة، بالكسر، وهي واحدة الربق، وهو حبل فيه عدة عرى يشد بهم البهم؛ أي أولاد الضأن، والواحدة من تلك العرى ربقة، (وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ) قال الطيبي: عطف على الجملة التي وقعت مفسرة لضمير الشأن للإيذان بأن التمسك بالجماعة وعدم الخروج عن زمرتهم من شأن المؤمنين والخروج عن زمرتهم من هجيرى الجاهلية، كما قال ﷺ: “من خلع يدا من طاعة لقي الله يوم القيامة ولا حجة له ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية” فعلى هذا ينبغي أن يفسر دعوى الجاهلية بسننها على الإطلاق؛ لأنها تدعو إليها، وهو أحد وجهي ما قال القاضي، والوجه الآخر الدعوى تطلق على الدعاء وهو النداء، والمعنى من نادى في الإسلام بنداء الجاهلية، وهو أن الرجل منهم إذا غلب عليه خصمه نادى بأعلى صوته قومه، يا آل فلان، فيبتدرون إلى نصره ظالما كان، أو مظلوما، جهلا منهم وعصبية، وحاصل هذا الوجه يرجع أيضا إلى الوجه السابق، وينصره ما روي في شرح السنة في آخر هذا الحديث، فادعوا المسلمين بما سماهم الله المسلمون، والمؤمنون، وعباد الله، (فَهُوَ) أي الداعي المذكور (مِنْ جُثَى جَهَنَّمَ) بضم الجيم مقصورا؛ أي من جماعاتهم، جمع جثوة، بالحركات الثلاث، وهي الحجارة المجموعة، وروي من جثي، بتشديد الياء، وضم الجيم، جمع جاث، من جثا على ركبتيه يجثو، أو يجثي، وكسر الجيم، جائز لما بعدها من الكسرة، وقرئ بهما في قوله تعالى: ونذر الظالمين فيها جثيا وفي الفائق، واحدتها جثوة، بضم الجيم؛ أي من جماعات جهنم، وهي في الأصل ما جمع من تراب، أو غيره فاستعير للجماعة، (وَإِنْ صَامَ) أي ولو صام (وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ، رَوَاهُ أَحْمد وَالتِّرْمِذِيّ).
Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:
لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
“Supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Yaitu sesungguhnya Kami jadikan kalian demikian sebagai umat yang pertengahan, adil lagi terpilih; dan keadilan kalian telah disaksikan oleh semua umat, agar kalian semua kelak di hari Kiamat.
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
“Menjadi saksi atas segenap manusia.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 78)
Karena di hari itu semua umat telah mengakui kepenghuluan umat Muhammad ﷺ dan keutamaannya yang berada di atas semua umat lainnya. Maka kesaksian mereka atas segenap manusia di hari Kiamat dapat diterima, yang isinya menyatakan bahwa para rasul itu telah menyampaikan risalah Tuhan mereka (kepada umatnya masing-masing); dan Rasul ﷺ menjadi saksi atas umatnya, bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya kepada mereka. Penjelasan mengenai hal ini telah kami sebutkan dalam tafsir firman-Nya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 143)
Dalam pembahasan ini telah kami ketengahkan pula kisah Nabi Nuh dan umatnya, sehingga cukup jelas dan tidak perlu diulangi dalam tafsir ayat ini.
Firman Allah ﷻ:
فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat. (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Yakni terimalah nikmat yang besar ini dengan menunaikan rasa syukurnya. Dan tunaikanlah hak Allah ﷻ yang ada pada kalian, yaitu dengan mengerjakan semua yang difardukan-Nya, menaati segala yang diwajibkan-Nya, dan meninggalkan semua yang diharamkan-Nya. Di antaranya yang terpenting ialah mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang pengertiannya sama saja dengan berbuat kebajikan kepada sesama makhluk Allah ﷻ. Yaitu sebagai hak orang fakir yang diambil dari sebagian kecil harta orang kaya setiap tahun sekali, kemudian diberikan kepada kaum fakir miskin, orang-orang lemah, dan orang-orang yang memerlukan pertolongan. Keterangan tentang masalah ini telah dirinci di dalam tafsir ayat zakat, bagian dari surah At-Taubah.
Firman Allah ﷻ:
وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ
“Dan berpeganglah kalian pada tali Allah.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Maksudnya, berpegang eratlah kalian pada tali Allah ﷻ; mintalah pertolongan kepada-Nya, bertakwalah kepada-Nya, serta mintalah dukungan dariNya.
هُوَ مَوْلَاكُمْ
“Dia adalah Pelindung kalian.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Yakni Pemelihara, Penolong, dan yang memenangkan kalian atas musuh-musuh kalian.
فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Al-Hajj: 78)
Yaitu sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong terhadap musuh adalah Allah ﷻ.
Wuhaib ibnul Ward mengatakan bahwa Allah ﷻ telah berfirman:
ابْنَ آدَمَ، اذْكُرْنِي إِذَا غَضَبْتَ أَذْكُرُكَ إِذَا غَضَبْتُ، فَلَا أَمْحَقُكَ فِيمَنْ أَمْحَقُ، وَإِذَا ظُلمتَ فَاصْبِرْ، وَارْضَ بِنُصْرَتِي، فَإِنَّ نُصْرَتِي لَكَ خَيْرٌ مِنْ نُصْرَتِكَ لِنَفْسِكَ (رواه ابن أبي حاتم)
“Hai anak Adam, ingatlah Aku jika engkau marah, niscaya Aku mengingatmu jika Aku marah, maka Aku tidak memasukkan ke dalam golongan orang-orang yang Aku binasakan. Dan apabila engkau dianiaya, bersabarlah dan relalah dengan pertolonganKu, karena sesungguhnya pertolongan-Ku kepadamu lebih baik daripada pertolonganmu kepada dirimu sendiri.” (H.R. Ibnu Abi Hatim).[]
Mi’raj News Agency (MINA)