Oleh: Hasanatun Aliya, Wartawan MINA
Semangka jenis buah yang sangat digemari seluruh manusia. Semangka juga mengandung berbagai macam vitamin, seperti vitamin A, B6, C dan asam folat, serta mineral seperti kalium, magnesium dan mampu meningkatkan kesehatan tubuh. Namun bukan ini yang membuat semangka ramai di media sosial, melainkan dijadikan simbol perlawanan Palestina.
Awal Mula Semangka Jadi Simbol Palestina
Selain semangka, buah jeruk, zaitun dan terong juga sering digunakan warga Palestina sebagai protes terhadap Pendudukan Israel yang telah menjajah puluhan tahun di wilayah itu. Namun, apa korelasi dan sejarahnya?
Secara teknis, itu adalah buah-buahan. Namun bagi warga Palestina, buah-buah itu melambangkan budaya dan identitas Palestina. Sebagai bentuk protes, pertanian, kuliner, dan sastra, warga Palestina menggunakan semangka, jeruk, zaitun, dan terong untuk mewakili identitas nasional, hubungan dengan tanah air, dan perlawanan.
Jika kita membelah buah semangka, maka terdapat empat warna yaitu, merah, hitam, putih dan hijau, warna yang sama seperti bendera Palestina.
Semangka merupakan buah paling ikonik yang mewakili bendera Palestina. Tumbuh di seluruh wilayah Palestina, dari Jenin hingga Gaza, sehingga semangka sangat tepat dijadikan simbol protes atas penindasan penjajah Israel terhadap rakyat Palestina maupun bendera sebagai identitasnya.
Pertama Kali Semangka Dijadikan Simbol
Baca Juga: Gencatan Senjata Israel dan Pejuang Palestina, Mungkinkah Terjadi?
Pertama kali semangka muncul sebagai simbol perlawanan Palestina setelah Perang Enam Hari pada 1967, ketika Israel menguasai Tepi Barat dan Gaza, dan mencaplok Yerusalem Timur. Pada saat itu, pemerintah Pendudukan Israel menjadikan pengibaran bendera Palestina di depan umum sebagai pelanggaran pidana di wilayah Palestina. Menghindari hal tersebut, warga Palestina menggunakan potongan semangka sebagai tanggapan perlawanan.
Pemerintah Israel tidak hanya menindak tegas bendera tersebut. Seniman Sliman Mansour mengatakan kepada The National pada tahun 2021 bahwa pejabat Israel pada tahun 1980 menutup pameran di 79 Galeri di Ramallah yang menampilkan karyanya dan karya lainnya, termasuk Nabil Anani dan Issam Badrl.
“Mereka mengatakan kepada kami bahwa mengecat bendera Palestina itu dilarang, tapi warnanya juga dilarang. Maka Issam berkata, ‘Bagaimana jika saya membuat bunga berwarna merah, hijau, hitam dan putih?’, dan petugas itu menjawab dengan marah, ‘Akan disita. Bahkan jika Anda mengecat semangka, itu akan disita,’” kata Mansour kepada outlet tersebut.
Israel mencabut larangan penggunaan bendera Palestina pada tahun 1993, sebagai bagian dari Perjanjian Oslo, yang mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina dan merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade. Bendera tersebut dianggap mewakili Otoritas Palestina, yang akan mengelola Gaza dan Tepi Barat.
Baca Juga: Ada Siswa Dihukum Duduk di Lantai karena Menunggak SPP, Ada Apa dengan Pendidikan Kita?
The New York Times mencatat sebelum perjanjian itu bahwa peran semangka sebagai simbol Palestina selama masa larangan bendera. Menurut laporan tersebut, para pemuda di Jalur Gaza ditangkap karena membawa irisan semangka saat memprotes.
Pada tahun 2007, tepat setelah Intifada Kedua, seniman Khaled Hourani menciptakan Kisah Semangka untuk sebuah buku berjudul “Atlas Subjektif Palestina”. Pada 2013, ia membuat satu karya seni yang dinamakan “Warna Bendera Palestina”. Karya seni ini kemudian dilihat oleh banyak orang di seluruh dunia.
Pada 2021, penggunaan semangka sebagai simbol muncul kembali digunakan sebagai protes atas keputusan pengadilan penjajah Israel bahwa keluarga Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur akan diusir dari rumah mereka untuk dijadikan tempat bagi Pemukim ilegal Israel.
Simbol Semangka Tahun 2023
Baca Juga: Kebakaran Los Angeles, Azab, dan Hoaks
Pada Januari 2023, semangka kembali ramai sebagai protes setelah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberi polisi wewenang untuk menyita bendera Palestina. Hal ini kemudian diikuti dengan pemungutan suara pada bulan Juni mengenai rancangan undang-undang yang melarang orang mengibarkan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas.
Kemudian pada Juni, Zazim, sebuah organisasi komunitas Arab-Israel, meluncurkan kampanye untuk memprotes penangkapan dan penyitaan bendera. Gambar semangka terpampang di 16 taksi yang beroperasi di Tel Aviv, dengan teks bertuliskan, “Ini bukan bendera Palestina.”
“Pesan kami kepada pemerintah jelas: kami akan selalu menemukan cara untuk menghindari larangan yang tidak masuk akal dan kami tidak akan berhenti memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi,” kata direktur Zazim Raluca Ganea .
Sementara, Amal Saad, warga Palestina dari Haifa yang bekerja pada kampanye Zazim, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka memiliki pesan yang jelas: “Jika Anda ingin menghentikan kami, kami akan mencari cara lain untuk mengekspresikan diri.”
Baca Juga: Palestina: Tanah Para Nabi yang Kini Berlumur Darah
Pada 7 Oktober, Brigade Al-Qassam, sayap militer Perlawanan Palestina, Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan sebuah serangan mendadak multi-cabang yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan infiltrasi ke Ashkelon, wilayah Pendudukan ilegal Israel melalui darat, laut, dan udara, menyebabkan 1.300 orang tewas, serta menangkap sekitar 150 orang termasuk tentara dan komandan tentara Israel.
Hamas mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina.
Pada hari yang sama Militer Pendudukan Israel (IOF) juga meluncurkan operasi Pedang Besi dengan melancarkan serangan bom tanpa henti terhadap sasaran Hamas, namun berdampak pada 2,3 juta warga Palestina di Jalur Gaza. Pada Kamis (25/10) IOF mulai melakukan serangan darat dengan terus melakukan serangan udaranya di wilayah kantong terkepung itu. Sejak dimulainya serangan sampai pada Rabu (1/11) jumlah korban yang meninggal di Jalur Gaza menjadi 8. 720 jiwa, 70% korban tersebut adalah wanita dan anak-anak.
Serangan yang di lakukan Pendudukan Israel bukan lagi perang, melainkan pembantaian atau genosida yaitu melakukan pembunuhan secara masal, tanpa pandang bulu.
Baca Juga: 10 Langkah Membangun Keharmonisan dalam Rumah Tangga
Perbuatan keji itu terekam disiarkan diberbagai media lokal maupun internasional dan warga Gaza serta relawan kemanusiaan yang tinggal disana ikut andil memberikan informasi yang terjadi melalui platform media sosialnya, sehingga kekejaman itu disaksikan oleh seluruh masyarakat dunia, dan mendapatkan kecaman banyak negara. Sayangnya itu tidak mempengaruhi Israel dalam melakukan aksinya sampai mencapai tujuan mereka yaitu, membunuh para pejuang Palestina dan merampas Gaza dengan menghancurkan kota beserta warganya atau memberikan pilihan evakuasi upaya mengeluarkan paksa warga dari kantong wilayah tersebut.
Melihat pembantaian massal membuat reaksi masyarakat dunia mengecam tindakan tersebut dengan memprotes di media sosial dan berdemonstrasi solidaritas untuk rakyat Palestina yang dilakukan hampir jutaan masyarakat seluruh negara termasuk negara Eropa atau Barat seperti Amerika Serikat dimana pemimpinnya dengan tegas membantu Israel melakukan genosida di Jalur Gaza. Memasuki pekan keempat, demonstrasi pro-Palestina bentuk memprotes genosida masih terus digencarkan.
Setelah melihat reaksi kemarahan banyak masyarakat dunia, Israel dan sekutunya alih-alih berhenti, justru melakukan lebih banyak upaya untuk membungkam media sosial dengan mendanai artis dan influencer membuat narasi propaganda agar mendapatkan banyak dukungan untuk membenarkan pembantaian massal terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Selain narasi propaganda, kelompok Israel juga bekerjasama dengan platform sosial media untuk melakukan penangguhan atau membatasi pengguna (shadow banned) yang menyuarakan mendukungnya terhadap rakyat Palestina. Bahkan platform menggunakan sistem otomatis untuk menghapus postingan pengguna yang menggunakan tagar kata #freepalestine, #istandwithpalestine, emoji bendera Palestina dan lainnya yang mengarah pada dukungan.
Baca Juga: Tentara Israel Dihadapkan pada Tuduhan Kejahatan Perang di Gaza
Selama bertahun-tahun, semangka telah menjadi simbol perlawanan, digunakan oleh warga Palestina untuk memprotes penindasan Israel terhadap identitas mereka dan terutama bendera mereka. Kini semangka kembali ramai digunakan sebagai simbol solidaritas Palestina, bentuk perlawanan yang digunakan aktivis, penulis, jurnalis, pembuat film, dan masyarakat di seluruh dunia untuk menghindari shadow banned dari paltform media sosial.
Sueanna Joe, seorang ibu rumah tangga yang juga ilustrator, membuat gambar semangka disertai tiga kepalan tangan yang diunggah di X sebelumnya Twitter. Ia menyebut pengguna media sosial lain boleh menggunakan ilustrasi ciptaannya untuk dijadikan foto profil.
“Jangan ragu untuk menggunakan ini, sebagai foto profil Anda sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina yang saya desain di Canva,” kata dia, seperti dilansir First Post, Rabu (1/11/2023). (A/R5/R1)
Baca Juga: Tragedi Kebakaran di Los Angeles, Apakah itu Karma?
Mi’raj News Agency (MINA)