Oleh : Taufiqurrahman (Redaktur Arab Kantor Berita MINA)
Semua bentuk pertalian hubungan pasti terputus. Tidak ada hubungan yang abadi. Seerat apapun itu. Bahkan kelak di akhirat yang saling mencintai berbalik saling memusuhi. Keluarga, kerabat, sahabat, kawan, tetangga, relasi kerja, persukuan, kebangsaan atau yang lainnya. Ikatan-ikatan itu pasti terpisah. Jika bukan karena permusuhan di dunia, mautlah yang memisahkannya.
{ يَوْمَ يَفِرُّ ٱلْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (34) وَأُمِّهِۦ وَأَبِيهِ (35) وَصٰحِبَتِهِۦ وَبَنِيهِ (36) لِكُلِّ امۡرِیءٍ مِّنۡهُمۡ يَوۡمَـئِذٍ شَاۡنٌ يُّغۡنِيۡهِؕ (37) }
“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya, setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.” (QS Abasa : 34 – 37)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
{ الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ }
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Zukhruf : 67).
{ وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾ لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا }
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.” Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 27-29)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Namun ada satu jenis hubungan yang mengikat abadi hingga akhirat. Ukhuwah imaniyah. Hubungan yang diikat kuat oleh iman kepada Allah Ta’ala. Maut sekalipun tak akan memisahkan dua insan yang saling cinta karena Allah. Mati justru jadi jembatan yang menghantar mereka pada kebersamaan yang abadi di surga.
{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ }
“Artinya: sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara keua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (Qs al Hujarat:10)
Inilah senikmat-nikmat persaudaraan. Ia menyelamatkan. Di dunia, juga di akhirat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
{ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا }
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara” (QS Ali Imran : 103).
Mari kita renungi makna kebersamaan kita di dunia. Hubungan-hubungan di antara kita. Adakah saling cinta karena Allah menghiasinya ? Atau karena manusia ? Imankah yang mengikatnya ? Atau kekufuran ?
Ada dua jenis kebersamaan, kata Ibnul Qayyim al Jauziyah dalam kitab Fawaid al Fawaid. Pertama kebersamaan yang diikat oleh naluri sosial biasa. Tanpa makna dan membuang waktu. Lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Kedua, kebersamaan untuk saling menolong dalam kebaikan dan taqwa serta menasihati dengan kebenaran dan kesabaran. Inilah kekayaan yang paling utama dan manfaat.
Di antara kenyataan paling pahit saat kematian kita bukan hanya terputusnya nikmat dunia. Namun juga saat maut memisahkan kebersamaan kita dengan orang-orang tercinta. Tak ada lagi senyum dan tawa mereka menemani. Tinggallah kita sendiri berteman amal.
Bersyukurlah kita. Jika amal baiklah yang menemani kita. Dan ada jariyah yang dialirkan orang-orang tercinta. Buah ukhuwah imaniyah yang kita tanam bersama mereka.
Maut mempertemukan kita dengan Allah. Dan alangkah indahnya saat pertemuan itu ada orang-orang tercinta di sekitar kita. Bersama para nabi, shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shalih kita dikumpulkan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
{ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا }
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisa : 69)
Namun betapa pahitnya jika maut benar-benar memisahkan kita dari senyum orang-orang tercinta. Menjadi akhir dari kebersamaan. Tinggallah kita bersama amal buruk kita. Tak ada nikmat bersamanya. Sebaliknya pahit dan siksa yang kita rasa.
Lebih pilu saat tak ada jariyah mengalir untuk kita. Orang-orang tercinta hanya mengenang kita. Tapi kenangan tak mampu menyelamatkan kita. Tidak pula cinta mereka. Jika tak ada doa dan keshalihan dari mereka.
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Maka hiasilah kebersamaan itu karena cinta Allah. Tawa, tangis, suka dan duka karena-Nya. Ada nasihat yang teruntai. Saling mengingatkan yang hak, saling menyabarkan dan saling marhamah. Saling menolong dalam kebaikan dan taqwa. Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar.
Serupa firman Allah Ta’ala :
{ اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ}
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al ‘Ashr : 3).
Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al Maidah : 2)
{ كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ }
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran : 110)
Baca Juga: Lima Karakter Orang Jahil
Kita yang saling kasih karena Allah, seperti Dia satukan kita di dunia, semoga Dia satukan kita di akhirat. Di dalam surgaNya. (RA 02/P1).