Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semua Orang Sudah Muak dengan Perilaku Biadab Zionis Israel

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 21 September 2025 - 06:29 WIB

Ahad, 21 September 2025 - 06:29 WIB

26 Views

Legenda Manchester United, Eric Cantona, menjadi salah satu suara paling vokal yang menyerukan tindakan tegas.(Foto: fb)

DUNIA sepak bola internasional sekali lagi mengguncang panggung politik global, bukan dengan gol spektakuler, tetapi dengan seruan boikot terhadap Israel. Gelombang protes ini semakin membesar, didorong oleh kemarahan publik terhadap aksi-aksi Zionis Israel di Palestina. Legenda Manchester United, Eric Cantona, menjadi salah satu suara paling vokal yang menyerukan tindakan tegas. Ia mendesak FIFA dan UEFA untuk mengeluarkan Israel dari seluruh kompetisi sepak bola resmi. Seruan ini bukanlah hal sepele, melainkan representasi suara hati nurani masyarakat global.

Bahkan negara sekaliber Spanyol mengambil sikap yang sangat berani dan tanpa kompromi. Asosiasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) secara resmi mengancam akan menarik timnasnya dari Piala Dunia. Ancaman ini berlaku jika Israel diizinkan untuk berpartisipasi dalam turnamen bergengsi tersebut. Langkah drastis ini menunjukkan betapa seriusnya dunia olahraga memandang pelanggaran HAM yang terjadi. Ini adalah bentuk tekanan politik melalui jalur olahraga yang sangat powerful. Spanyol memilih berdiri di sisi kemanusiaan.

Eric Cantona, yang dikenal selalu lantang menyuarakan keadilan, menjelaskan bahwa sepak bola tidak boleh berdiri di atas penderitaan suatu bangsa. Mantan penyerang andalan The Red Devils itu menegaskan bahwa olahraga harus menjadi kekuatan untuk perdamaian. Membiarkan Israel berlaga, baginya, sama saja dengan menginjak-injak martabat rakyat Palestina. Sikapnya ini menuai dukungan luas dari fans sepak bola di berbagai belahan dunia. Cantona membuktikan dirinya tetap sebagai “raja” yang peduli.

Dukungan bagi boikot ini tidak hanya datang dari Cantona dan Spanyol. Bintang masa lalu seperti Frederic Kanoute, legenda Sevilla dan Mali, juga telah lama menjadi pengkritik kebijakan Israel. Begitu pula dengan Mohamed Aboutrika, ikon Mesir, yang secara terbuka menyatakan dukungannya untuk Palestina di panggung dunia. Tokoh-tokoh ini menggunakan popularitas mereka untuk menyoroti ketidakadilan. Mereka adalah bukti bahwa kesadaran kemanusiaan dalam sepak bola sangatlah kuat.

Baca Juga: Investasi Abadi: Menabung Kebaikan, Menuai Surga

Tokoh lain yang tidak kalah vokalnya adalah Eden Hazard, meski kini sudah pensiun. Gelandang asal Belgia itu pernah menyatakan keprihatinan mendalam atas konflik yang tidak kunjung usai. Lionel Messi, meski lebih berhati-hati, diketahui pernah membatalkan pertandingan persahabatan dengan Israel atas desakan publik. Aksi-aksi individu ini mengumpulkan menjadi satu suara yang besar. Mereka menunjukkan bahwa pemain tidak bisa dipisahkan dari isu kemanusiaan.

Bahkan dari dalam Israel sendiri, ada suara-suara yang mengutuk kebijakan pemerintahannya. Pemain seperti Itay Schechter, striker timnas Israel, pernah menyuarakan perlunya solusi damai. Namun, suara mereka seringkali tenggelam oleh narasi dominan. Keberanian mereka justru datang dari rekan-rekan seprofesi di liga Eropa. Solidaritas global ini membuat gerakan boikot semakin sulit untuk diabaikan.

FIFA sebagai badan pengelola sepak bola dunia kini berada di bawah tekanan yang sangat besar. Sejarah mencatat FIFA pernah mensanksi Rusia dan Afrika Selatan akibat pelanggaran berat. Kini, publik menuntut konsistensi yang sama untuk Israel. Setiap penundaan keputusan dianggap sebagai bentuk pembiaran. FIFA dihadapkan pada pilihan sulit antara kepentingan politik atau prinsip kemanusiaan.

UEFA juga tidak luput dari sorotan. Kompetisi seperti Liga Champions dan EURO adalah ajang paling prestisius di Eropa. Tekanan untuk mengecualikan Israel dari ajang-ajang ini semakin mengemuka. Jika UEFA tidak bertindak, mereka dikhawatirkan akan memicu gelombang protes yang lebih besar dari fans. Kredibilitas organisasi ini dipertaruhkan untuk mengambil sikap yang benar.

Baca Juga: Ayo Ramaikan IIBF 2025, Surga Buku dan Inspirasi dari Berbagai Negara

Dampak dari boikot olahraga ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Isolasi di lapangan hijau akan memperkuat isolasi diplomatik Israel di panggung dunia. Ini adalah pesan keras bahwa komunitas internasional tidak akan menerima Israel. Olahraga, yang seharusnya mempersatukan, justru digunakan sebagai alat untuk menekan perubahan. Boikot adalah bentuk perlawanan tanpa kekerasan yang paling efektif.

Reaksi pemerintah Israel bisa dipastikan akan sangat keras. Mereka akan menyebut seruan boikot ini sebagai tindakan antisemitisme dan diskriminatif. Namun, para pengkritik dengan tegas membedakan antara Zionisme dengan Yahudi. Perjuangan mereka adalah melawan pendudukan dan apartheid, bukan melawan suatu agama. Argumentasi ini yang terus digaungkan untuk menangkis tuduhan tersebut.

Dukungan untuk boikot juga datang dari para fans yang merupakan tulang punggung sepak bola. Grup-grup suporter dari berbagai klub besar menggelar aksi unjuk rasa dengan spanduk bertuliskan “Boikot Israel”. Mereka memboikot tayangan pertandingan yang melibatkan tim-tim Israel. Tekanan dari akar rumput ini menambah legitimasi gerakan yang dipimpin para legenda tersebut.

Masa depan partisipasi Israel di sepak bola internasional benar-benar di ujung tanduk. Setiap pertandingan yang mereka mainkan akan diwarnai protes dan kecaman dari berbagai penjuru. Kondisi ini tidak sehat untuk integritas kompetisi dan keamanan pertandingan. FIFA dituntut untuk segera mengambil keputusan yang berprinsip.

Baca Juga: Harapan Sekjen PBB: Pilih Perdamaian dan Kerja Sama daripada Kekacauan

Seruan para legenda dan bintang sepak bola ini adalah cermin dari kejenuhan global. Rakyat di seluruh dunia sudah muak dengan melihat penderitaan rakyat Palestina yang berlarut-larut ulah Israel. Sepak bola, dengan jangkauannya yang luas, menjadi medium protes yang paling efektif. Suara Eric Cantona dkk. adalah suara kita semua.

Pada akhirnya, ini bukan lagi sekadar tentang sepak bola. Ini sebuah pertaruhan moral bagi masa depan kemanusiaan. Setiap gol yang dicetak di atas penderitaan adalah gol yang kelam. Dunia menunggu tindakan tegas dari FIFA dan UEFA. Semoga mereka memiliki keberanian untuk mendengarkan jeritan hati nurani dunia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo Subianto: Jangan Pernah Akui Kedaulatan Zionis Israel

Rekomendasi untuk Anda