Empat Senator Desak AS Jatuhkan Sanksi Pada Panglima Militer Myanmar

Washington, DC, MINA – Para Amerika Serikat pada hari Rabu, 20 Maret, mendesak agar pemerintahnya menjatuhkan sanksi terhadap Panglima Militer terkait aksi pelanggaran Hak Azasi Manusia yang dilakukan militer Myanmar terhadap Enis yang sebagian besar beragama Islam.

Dalam sepucuk surat kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, empat senator mengatakan, Myanmar menunjukkan “tidak ada tanda-tanda kemajuan yang kredibel dalam masalah Rohingya” di tengah kecaman internasional.

Seperti disebutkan Channel News Asia, isi surat menyatakan, lebih banyak yang harus dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Panglima atas aksi-aksinya melawan etnis Rohingya.

Senator termasuk Dick Durbin, dari Partai Demokrat, mengatakan bahwa sanksi terhadap kepala militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, serta perwira tinggi lainnya akan menunjukkan “sikap terhadap perilaku yang bertentangan dengan hak asasi manusia.”

“Pemerintahan Trump tidak mengambil tindakan terhadap para pejabat senior itu, meskipun ada pesan kuat bahwa AS mendukung akuntabilitas bagi mereka yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia,” kata mereka, termasuk Senator Republik Todd Young dari Indiana, yang telah menjadi pusat bagi pengungsi dari Myanmar.

Departemen Keuangan pada Agustus memberlakukan sanksi pada empat komandan yang dituduh mengatur pembantaian, tetapi para senator mengatakan langkah itu tidak cukup.

Mereka mendesak sanksi terhadap Min Aung Hlaing di bawah Undang-Undang Magnitsky, sebuah undang-undang AS yang diambil dari nama akuntan Rusia yang meninggal di penjara.

Sekitar 740.000 orang etnis Rohingya yang sebgian besar beragamaIslam melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh pada tahun 2017 akibat aksi militer yang oleh PBB disebut pembersihan etnis.

Dalam sebuah wawancara media asing yang jarang terjadi bulan lalu, Min Aung Hlaing mengatakan kepada Asahi Shimbun bahwa “tidak ada bukti pasti” bahwa tentara telah menganiaya Rohingya.

Militer berbagi kekuasaan dengan pemerintah sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi, yang partainya memenangkan pemilu, tapi pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian itu telah banyak dikecam karena tidak melindungti Rohingya. (T/RS2/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.