Oleh: Deni Rahman, M.I.Kom; Ketua Progam Jurusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor
Di dalam Islam, berdakwah merupakan cara untuk menyerukan kebaikan dan nasihat kepada sesama. Dakwah hanyalah wasilah dan bukan tujuan, untuk selalu berpegang pada ajaran dan nilai Islam. Dakwah harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak memaksa. Anjuran untuk berdakwah ini merupakan salah satu peran penting risalah Nabi Muhammad SAW.
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Agama Islam dikatakan sebagai agama dakwah karena dalam ajarannya terdapat anjuran atau kewajiban berdakwah bagi setiap muslim yang tertuang jelas dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 125 :
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Kemajuan dan kemunduran umat Islam, sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Karena itu, Al-Quran, menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanul qaula, ucapan dan perbuatan yang paling baik, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Fushshilat ayat 33 :
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Demikian pula predikat khaira ummah, umat yang paling baik dan umat pilihan, hanyalah diberikan Allah SWT kepada kelompok umat yang aktif terlibat dalam kegiatan dakwah, Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110 menyebutkan :
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Pertolongan Allah SWT pasti diberikan kepada siapa saja yang patut mendapatkannya, yaitu mereka yang selalu menegakkan shalat, mengeluarkan infak, zakat, dan aktif melakukan kegiatan dakwah yaitu amar makruf nahi mungkar. Hal ini dapat kita perhatikan dalam Al-Qur’an surat al-Hajj ayat 40-41 :
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّآ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya, tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami adalah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kemantapan (hidup) di bumi, mereka menegakkan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.
Sebaliknya, azab-Nya berupa laknat akan turun kepada siapa saja yang enggan melakukan kegiatan dakwah, sebagaimana telah diperbuat oleh Bani Israil. Hal ini dinyatakan Al-Qur’an dalam surat Al-Maaidah ayat 78-79 :
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Orang-orang yang kufur dari Bani Israil telah dilaknat (oleh Allah) melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa putra Maryam. Hal itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang mereka lakukan. Sungguh, itulah seburuk-buruk apa yang selalu mereka lakukan.”
Tentunya masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits berupa penjelasan hal-hal yang berkenaan dengan dakwah. Mengingat keutamaan dakwah dan ancaman ketika meninggalkannya, maka menjadi penting bagi kita untuk memahami ayat-ayat maupun hadits-hadits baik yang berhubungan dengan dakwah maupun konteks keislaman yang lain pada umumnya.
Penulis memandang, hal yang tidak kalah penting kita miliki adalah adanya sense of Dakwah. Karena kita berkewajiban melanjutkan tugas kenabian yang mulia, amar makruf nahyi mungkar. Sense of Dakwah memberikan landasan moral dan spiritual yang kuat bagi kita. Kesadaran akan kewajiban untuk menyampaikan ajaran Islam membuat individu merasakan panggilan batin yang mendalam. Ini menciptakan semangat intrinsik yang mendorong mereka untuk berkontribusi dalam menyebarkan kebenaran agama Islam.
Sense of Dakwah
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Sense of Dakwah terkait erat dengan pemahaman dan kesadaran kita akan tanggung jawab moral dan spiritual untuk menyebarkan ajaran mulia dinul Islam. Individu yang memiliki Sense of Dakwah cenderung berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang selaras dengan ajaran Islam.
Sense of Dakwah bisa muncul karena keyakinan akan tanggung jawab menyebarluaskan syariat Islam di muka bumi. Sense of Dakwah dapat muncul pada diri seorang muslim setelah menjalani perenungan panjang dalam hidupnya. Dapat juga tumbuh dengan kesadaran akan keadaan sekitar sehingga bergejolak dalam batinnya untuk melakukan sebuah perubahan. Sangat mungkin juga hadir bersama dengan keinsafan karena mentadabburi ayat-ayat Al-Quran.
Kisah burung hud-hud dan Nabi sulaiman dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 20-44 bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi kita bagaimana seekor burung kecil telah sukses melakukan dakwah dengan hasil yang sangat spektakuler. Hud-hud telah melakukan perjalanan jauh dari negeri Palestina ke Yaman, kerajaan ratu Saba, kemudian melaporkannya kepada Nabi Sulaiman karena adanya sense of Dakwah.
Rangkaian ayat tersebut menjelaskan kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan alam semesta dan memberikan keajaiban kepada Nabi Sulaiman. Allah memberikan Nabi Sulaiman kebijaksanaan dan pengetahuan yang luar biasa, sehingga dia dapat berkomunikasi dengan burung dan mengendalikan alam sekitarnya.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kisah Burung Hud-Hud mengandung pesan-pesan penting. Hud-hud juga menunjukkan kebijaksanaan dan pengetahuan yang diberikan oleh Allah. Burung Hud-Hud dapat menemukan apa yang tidak ditemukan oleh Nabi Sulaiman.
Hud-hud menginformasikan tentang negeri Saba yang diperintah oleh seorang ratu. Sangat disayangkan, menurut Hud-hud, ratu dan rakyatnya itu tidak menyembah Allah Yang Menciptakan mereka, melainkan menyembah matahari. Hud-hud menjelaskan itu karena mereka mengikuti ajakan syetan yang menyesatkan.
Sayyid Quthub menggambarkan bahwa Hud-hud tersebut bukan sembarang burung. Tidak seperti jutaan Hud-hud yang berkeliaran dimana-mana. Al Qur’an merekam kecerdasan dan sikap responsifnya yang luar biasa. Bahwa Hud-hud tersebut mempunyai kepribadian yang peka dan berkeinginan kuat. Bukan hanya itu cara bersikapnya pun mencerminkan kebijakan yang luar biasa. Ketika datang Hud-hud langsung mengajukan alasannya dengan penuh keyakinan:
فَقَالَ اَحَطْتُّ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهٖ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَاٍ ۢبِنَبَاٍ يَّقِيْنٍ اِنِّيْ وَجَدْتُّ امْرَاَةً تَمْلِكُهُمْ وَاُوْتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَّلَهَا عَرْشٌ عَظِيْمٌ وَجَدْتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُوْنَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطٰنُ اَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُوْنَۙ
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
“Aku telah mengetahui sesuatu yang belum kamu ketahui, dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini, Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan( Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk”.
klimaks kisah tersebut, setelah melalui rangkaian proses diplomasi yang panjang antara ratu Saba dan Nabi Sulaiman, akhirnya sang ratu beserta rakyatnya menyerah dan dengan sukarela tunduk berserah diri menyambut seruan Tauhid.
Kepasrahan ratu Saba menerima seruan dakwah Nabi Sulaiman tidak lepas dari adanya sense of Dakwah yang Allah karuniakan kepada burung Hud-hud.
Sahabat, mari kita tumbuhkan sense of Dakwah.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Wallahu a’lam bish showab. (AK/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital