Beijing, MINA – Reaksi keras Tiongkok terhadap tarif baru Amerika Serikat dengan jelas menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump akan menjadi pecundang perang dagang internasional.
Tiongkok membalas dengan mengumumkan akan mengenakan tarif 34 persen pada semua impor dari AS, yang mulai berlaku pada tanggal 10 April. Tehran Times melaporkan, Ahad (6/4).
Tiongkok juga mengumumkan pembatasan ekspor beberapa barang dari AS.
Trump mengumumkan tarif 54 persen pada semua ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat pada hari Rabu (2/4). Ini termasuk tarif “timbal balik” tambahan sebesar 34 persen di atas bea masuk 20 persen yang ada.
Baca Juga: Palestina dan Myanmar Jadi Sorotan di Sidang Parlemen Global
Sejak kembali ke Gedung Putih pada tanggal 20 Januari, Trump telah menerapkan dua putaran bea masuk tambahan sebesar 10 persen pada semua impor Tiongkok. Tarif baru akan mulai berlaku pada 9 April.
Pasar saham AS anjlok pada hari Jumat (4/6) menyusul pembalasan Tiongkok.
“Pasar telah berbicara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun dalam sebuah posting di Facebook.
Pemerintah Tiongkok juga merilis posisinya dalam menentang “penyalahgunaan” tarif oleh AS.
Baca Juga: Iran Tolak Negosiasi Langsung dengan AS
“Menggunakan tarif sebagai alat tekanan ekstrem untuk keuntungan pribadi adalah contoh nyata dari unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi,” kata pernyataan itu.
Pernyataan menambahkan, “Dengan kedok mengejar timbal balik dan keadilan, Amerika Serikat terlibat dalam permainan zero-sum, hanya untuk mencari America First dan keistimewaan Amerika.”
Pemerintah Tiongkok menekankan bahwa tidak ada pemenang dalam perang dagang atau perang tarif, dan proteksionisme mengarah pada jalan buntu.
“Kami tidak membuat masalah, tetapi kami tidak takut akan masalah. Tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi Tiongkok. Tiongkok telah mengambil dan akan terus mengambil langkah-langkah tegas untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya,” lanjut pernyataan.
Baca Juga: Israel Deportasi Dua Anggota Parlemen Inggris
Kebijakan Trump yang kontroversial, khususnya penerapan tarif pada negara-negara seperti Tiongkok, telah memicu protes yang signifikan.
Pada hari Sabtu, ratusan ribu demonstran berkumpul di berbagai kota di seluruh Amerika Serikat dan Eropa untuk menyuarakan penentangan mereka terhadap tindakan Trump, termasuk pengenalan apa yang disebut “tarif timbal balik.”
Di Amerika Serikat saja, sekitar 600.000 orang berpartisipasi dalam lebih dari 1.400 protes di seluruh 50 negara bagian, berunjuk rasa di bawah panji “Hands Off.”
Tarif yang diberlakukan Trump terhadap Tiongkok juga mendapat tanggapan yang tidak menyenangkan dari para analis dan media.
Baca Juga: Netanyahu Akan Bertemu Trump di Washington
The New York Times telah memperkirakan bahwa sektor pertanian AS mungkin menghadapi potensi kerugian yang mencapai puluhan miliar dolar menyusul pengumuman Tiongkok tentang tarif balasan sebesar 34 persen atas impor AS.
Kantor berita AS tersebut mengatakan tindakan balasan dari Tiongkok ini akan sangat memukul petani AS.
Menurut Departemen Pertanian AS, Tiongkok menerima lebih dari $27 miliar (Rp447 triliun) dari ekspor pertanian AS dan produk terkait pada tahun 2024.
Tiongkok adalah importir barang pertanian AS terbesar ketiga setelah Meksiko dan Kanada.
Baca Juga: Mahasiswa di India Adakan Acara Dukung Rakyat Palestina
AS Paling Dirugikan
Di tempat lain, Tania Georgieva Glouhtcheva, kepala Departemen Internasional surat kabar DUMA Bulgaria, mengatakan bahwa AS kemungkinan akan muncul sebagai pihak yang paling dirugikan dalam konflik perdagangan dengan Tiongkok, karena Beijing siap untuk meningkatkan kehadiran pasarnya di negara-negara berkembang.
“Menurut saya Donald Trump akan selalu menjadi seorang pengusaha, bukan politisi. Karena itu, ia akan selalu mencari untung jika menyangkut uang. Namun Tiongkok memiliki harga diri dan tidak suka jika seseorang memutuskan untuk mengubah aturan karena keserakahannya. Tiongkok akan menemukan pasar baru di negara-negara berkembang. Ini bisa menjadi situasi yang menguntungkan bagi Tiongkok dan negara-negara berkembang. Satu-satunya yang akan kalah dan paling dirugikan adalah AS,” kata jurnalis Bulgaria dari Sofia.
Afifeh Abedi, seorang peneliti dan pakar kebijakan luar negeri, juga telah menyampaikan pendapatnya mengenai perang dagang AS dengan Tiongkok.
Baca Juga: RUU Wakaf India Dinilai Diskriminatif, Hak Properti Muslim Terancam
Ia mengatakan tarif yang dikenakan oleh Amerika Serikat terhadap Tiongkok memiliki relevansi substantif dan material yang lebih signifikan dibandingkan dengan tarif yang dikenakan pada negara-negara lain.Namun, ia mengatakan Tiongkok telah membuktikan dirinya sebagai lawan yang tangguh bagi AS setelah kekuatannya yang semakin meningkat.
Pakar tersebut membuat perbandingan antara kekuatan bekas Uni Soviet dan Tiongkok.Abedi mencatat bahwa China tidak hanya memiliki militer terbesar di dunia, tetapi kemajuan ekonomi dan teknologinya telah membedakannya.
“Kekuatan Uni Soviet terutama berasal dari kekuatan keras, memanfaatkan ancaman konflik militer untuk mendapatkan konsesi dari Amerika Serikat. Sebaliknya, Tiongkok tidak hanya mengembangkan kekuatan kerasnya tetapi juga mendiversifikasi pendekatannya dengan menggabungkan berbagai aspek kekuatan lunak,” kata Abedi.
Ia menambahkan, “Perbedaan utamanya terletak pada akumulasi kekuatan lunak Tiongkok yang luar biasa, yang dicapai melalui kemajuan teknologi yang terjangkau dan mudah diakses serta investasi ekonomi luar negerinya, yang memperkuat perannya sebagai pabrik dunia”.
Baca Juga: Karyawan Microsoft Sebut Perusahannya Dukung Israel Lakukan Genosida di Gaza
Penggabungan Tiongkok ke dalam ekonomi global, ditambah dengan ketergantungan dunia pada Tiongkok, telah menghasilkan munculnya saingan paling tangguh yang pernah dihadapi Amerika Serikat.
Tiongkok menempati peringkat sebagai ekonomi terbesar kedua secara global dan diproyeksikan akan melampaui Amerika Serikat untuk menjadi ekonomi terbesar pada tahun 2035 atau mungkin lebih cepat.
Selain itu, kemajuan teknologi Tiongkok, khususnya dalam robotika dan kecerdasan buatan (AI), telah menimbulkan kekhawatiran besar di Amerika Serikat. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Peringati Hari Tanah Palestina, Parlemen Brasil Dedikasikan Sesi Resmi untuk Palestina