Bamako, MINA – Serangan canggih menggunakan drone yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Mali telah menewaskan 42 tentara pemerintah, kata pihak berwenang.
Militer Mali menuding Islamic State (ISIS) di Greater Sahara pihak yang bertanggung jawab, Press TV melaporkan.
Korban tewas adalah salah satu yang paling berdarah dalam pemberontakan Mali selama satu dekade, yang telah menyebar dari utara negara itu ke tengah dan selatan, serta ke negara tetangga Burkina Faso dan Niger.
Pemerintah juga mengkonfirmasi jumlah korban dalam sebuah pernyataan yang mengatakan 22 tentara terluka dan 37 “teroris” dinetralisir.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Serangan itu terjadi pada hari Ahad (7/8) di kota Tessit, di wilayah “tiga perbatasan” yang bermasalah, di mana perbatasan tiga negara bertemu.
Pernyataan militer pada Senin (8/8) menunjuk jari menyalahkan kelompok ISIS di Greater Sahara dan mengatakan, anggota ISIS telah mengerahkan “drone dan dukungan artileri (menggunakan) bahan peledak dan kendaraan sarat bahan peledak”.
Terakhir kali angkatan bersenjata Mali mengalami kerugian seperti itu adalah dalam serangkaian serangan di wilayah yang sama pada akhir 2019 dan awal 2020.
Ratusan tentara tewas dalam serangan di hampir selusin pangkalan, biasanya dilakukan oleh militan yang sangat mobile dengan sepeda motor.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Ribuan orang telah meninggalkan Tessit ke kota besar terdekat, Gao, yang terletak sekitar 150 kilometer (90 mil) ke utara.
Di seberang Sahel, operasi teroris telah merenggut ribuan nyawa dan memaksa lebih dari dua juta orang meninggalkan rumah mereka.
Serangan lintas perbatasan sporadis juga terjadi di Pantai Gading, Togo dan Benin di selatan, memperkuat ketakutan akan dorongan teroris menuju Teluk Guinea. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20