Mariupol, 4 Rabi’ul Akhir 1436/25 Januari 2015 (MINA) – Sedikitnya 30 orang tewas dan 97 lainnya terluka dalam sebuah serangan roket di pantai Mariupol, Ukraina, Sabtu, ditengah pengumuman pasukan rusia/">pro-Rusia tidak akan mendorong pembicaraan damai dengan Ukraina.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Ukraina, sekitar 86 orang terluka dalam serangan tersebut, yang menargetkan pasar di distrik perumahan kota itu.
Serangan itu telah membakar beberapa bangunan dan mobil. “Saat ini ada masalah dengan jaringan ponsel sehingga tidak bisa memanggil kerabat yang tinggal di kota itu,” kata seorang warga Mariupol, demikian Press Tv melaporkan dan diberitakan Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu.
Kota Mariupol sebelah tenggara kota Azov merupakan rumah bagi sekitar 500.000 orang, diantara jalan raya yang menghubungkan daerah-daerah di bawah kendali pasukan rusia/">pro-Rusia timur dan semenanjung Laut Hitam Crimea yang bergabung Rusia Maret 2014.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Pada Jumat, pemimpin Donetsk, Alexander Zakharchenko mengatakan, pasukan rusia/">pro-Rusia akan terus berjuang untuk lebih banyak di Ukraina timur dan meninggalkan perundingan damai dengan pemerintah Ukraina.
Dia mencatat, rusia/">pro-Rusia mendorong kembali pasukan pemerintah Ukraina sampai ke batas wilayah Donetsk.”Kami akan maju ke perbatasan wilayah Donetsk,”katanya.
Pada 5 September 2014, perwakilan dari Ukraina dan Rusia menandatangani kesepakatan gencatan senjata di Belarusia dan Minsk.
Gencatan senjata telah dilanggar hampir setiap hari oleh kedua pasukan militer Ukraina dan rusia/">pro-Rusia yang beroperasi di Ukraina timur.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Donetsk dan Lugansk adalah daerah berbahasa Rusia. Para penduduk menyaksikan bentrokan mematikan setiap hari antara pasukan rusia/">pro-Rusia dan pasukan Ukraina sejak Kiev melancarkan operasi militer untuk memadamkan aksi protes rusia/">pro-Rusia di pada pertengahan April 2014. (T/P002).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas