Oleh: Dudin Shobaruddin,MA., Ketua Sekolah Tinggi Shuffah Al-Qur’an Abdullah bin Mas’ud (SQABM)
Pada tulisan pertama dari judul ini, penulis telah sebutkan beberapa poin penting bagaimana Allah memberikan pilihan kepada kita dalam menentukan arah hidup kedepan, baik atau buruk, surga atau neraka.
Demi untuk mengejar surga kita harus membayarnya memerlukan pengorbanan, baik berupa harta atau jiwa, seperti yang telah dinyatakan oleh Allah dalam surat At-Taubah ayat 111.
۞ إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٲلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ وَعۡدًا عَلَيۡهِ حَقًّ۬ا فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُواْ بِبَيۡعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَٲلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (١١١)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. [Itu telah menjadi] janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya [selain] daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-TAubah [9]: 111).
Dalam satu hadits disebutkan, pada zaman Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah salah seorang datang kepada Nabi seraya berrkata, “Di mana saya ya Rasulullah sekiranya terbunuh dalam medan perang?” Rasulullah menjawab, “Dalam surga”. Seketika saat itu ada sahabat yang sedang memegang kurma, lalu melepaskan kurma itu dan terus pergi ke medan perang dan ikut berperang hingga gugur orang tersebut.
Hadits yang diriwayatkan dari Jabir ini oleh Imam Muslim (no.2576) memberikan gambaran betapa dorongan dan motivasi para sahabat untuk menuju surga begitu luar biasa.
Satu lagi kisah sahabat yang harus dijadikan inspirasi betapa Allah dan Rasul-Nya dicintai melebihi segalanya. Hanzalah bin Abi Amir umpamanya, dia seorang sahabat yang baru malam pertama menginjakan kakinya di pelaminan. Namun ketika itu terjadi seruan Perang Khandak. Maka ia pun izin pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk ikut bersama Nabi berperang. Diapun syahid, sebelum menikmati malam pertama pengantinnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam hal ini, dia telah mengadakan transaksi hidup dan matinya hanya untuk Allah, dan Allah membayarnya dengan surga. Lalu kita bagaimana?
Surga bagi orang Penyabar
Kata kunci dalam judul kecil ini adalah penyabar, yang asalnya dari kata ‘sabar’. Ia harus dijadikan bagian dari kehidupan bagi manusia khususnya orang beriman.
Adapun pengertian sabar adalah kemampuan menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini maupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi (Ensiklopedi Islam, 20015; 6/90).
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Menurut Imam Ghazali, bahwa sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh atas dorongan ajaran agama.
Dalam Al-Qur’an kalimat sabar diulang-ulang kurang labih dari 103 kali dalam 45 surat yang mencakupi 90 ayat. Dan di antara ayat yang selalu kita dengar adalah tentang wajibnya kita saling berwasiat dengan kesabaran (Al-Asr: 4).
Betapa hal ini amat penting buat kita sehingga Allah menyuruh kita untuk senantiasa saling berwasiat dalam keseharian kita.
Sebenarnya, hidup ini penuh pancaroba. Hidup ini diliputi tantangan dan rintangan. Ada juga dugaan dan ujian. Terkadang lapang dan sempit, mudah dan susah, ada miskin dan kaya, sehat dan sakit. Itulah variasi kehidupan manusia. Karena itu Allah berfirman;
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Atinya: “Dan mohon pertolongan (kepada Allah) dengan shabar dan shalat. Sesungguhnya ia amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 45).
Berbagai pengertian yang dimaksudkan dalam ayat di atas seperti yang disebutkan dalam Tafsir Ibn Katsir. Menurutnya, bahwa kita dituntut untuk bersabar dalam mencari kehidupan akherat dengan melaksanakan segala kewajiban.
Ada lagi yang dimaksudkan adalah saum (puasa) seperti kata Mujahid. Disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi bahwa Ramadan adalah bulan kesabaran, begitu juga kata Sufyan Ats-Tsauri.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tegasnya lagi, bahwa ayat ini kita dituntut untuk menahan diri supaya tidak terlibat dengan kemaksiatan dan untuk terus melakukan ibadah yang diwajibkan.
Yang jelas, sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam, adalah dituntut untuk menjadi insan yang sabar, yang sudah barang tentu balasannya adalah surga.
Seperti disebutkan dari Anas bin Malik, bahwa beliau telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
قال: سمعت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يقول: إن الله -عز وجل- قال:
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
“إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبدِي بحبيبتَيْهِ فَصبَرَ عَوّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجنَّةَ”
Artinya: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berrfirman: Apabila hamba-Ku diuji kedua belah matanya, kemudian dia sabar, maka Aku akan gantinya dengan Surga.” (H.R. Bukhari No. 5329)
Hadits qudsi di atas memberikan penjelasan pada kita sebagai hamba Allah bahwa apabila ada yang terkena ujian misalnya dengan kehilangan kedua matanya. Hingga ia tidak dapat melihat pemandangan yang indah ini, dan tidak dapat melihat betapa luasnya bumi ini, serta tidak dapat membedakan warna warninya alam semesa dan segala isinya. Maka jaminan Allah sungguh luar biasa, yakni digantikannya dengan surga.
Surga yang begitu mahal, seperti yang sudah dijelaskan sebelum ini di mana kita harus membayarnya dengan jiwa dan raga, juga harta. Namun justru dalam hadits qudsi ini, hanya karena seseorang hamba mendapat ujian hilangnya kedua penglihatan, dibayar dengan surga.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Betapapa pemurahnya Allah Azza wa Jalla, tapi belum tentu sekiranya kita diuji dengan hilangnya kedua mata tersebut dapat menahan emosi dan dapat bersabar.
Bahkan, sebenarnya ketika masih di duniapun sudah diberi kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki orang orang biasa. Walaupun buta mata, tapi hatinya sangat kuat perasaanya, tajam prsepsinya. Buta mata tapi tangannya memiliki kemampuan untuk mengesan siapa yang ada di depannya.
Tidak punya mata, tapi pendengarannya cukup kuat sehingga apa yang didengarnya melekat pada dirinya. Matanya tidak dapat melihat tapi kulit tangannya bisa merasa apa yang dipegangnya jauh lebih hebat dibanding dengan orang biasa. Tidak sedikit orang yang buta tapi dapat menghafal seluruh Al-Qur’an, dapat menempuh pendidikan tinggi, menjadi sarjana dan lai-lain.
Di akherat kelak, Allah akan hadiahkan kepada hamba tersebut Jannah seperti yang dengan jelas disebut dalam hadits qudsi tersebut di atas.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Kesabaran Ummu Haritsah
Masih berkisar sabar dalam meraih surga Allah. Sebagai ibrah atau pelajaran bagi kita yang hidup di akhir zaman ini dengan mengenang kembali kisah para sahabat Nabi yang telah lama meninggalkan kita.
Di antara sekian ribu para sahabat, Ummu Haritsah atau dikenal dengan nama Ummu Rubayyi binti Al-Barra, yang ditinggalkan oleh anak kesayangannya Haritsah bin Suraqah yang syahid ketika terjadi Perang Badar dengan usia yang masih muda. Maka pada satu hari ibunya mendatangi baginda Nabi seraya bertanya kepadanya tentang keberadaan anaknya itu.
“Wahai Nabi Allah, sekiranya anak kesayanganku ada dalam surga, maka saya akan bersabar, dan sekiranya tidak, maka saya akan merintih menangis tentangnya,” kata Ummu Haritsah.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Maka Nabi menjawab:
يا أُمَّ حارثَةَ إنها جِنانٌ في الجنَّةِ، وإنَّ ابنَكِ أصابَ الفِردَوسَ الأعْلَى
Artinya: “Wahai Ummu Haritsah, sesungguhnya beberapa derajat kemuliaan dalam surga dan sesungguhnya anakmu mendapat surga Firdaus yang tertinggi.” (H.R. Bukhari No. 2809).
Dengan keimanan yang tinggi, apapun yang terjadi termasuk pengorbanan anaknya yang syahid dengan mendapat jaminan surga. Apalagi surga Firdaus yang paling tinggi menjadi satu kegembiraan tersendiri.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Melintasi segala yang dibenci
Untuk mengejar surga Allah Ta’ala tentu tidak semudah apa yang digambarkan. Terkadang ada juga keterangan seolah-olah ia dapat dicapai dengan amalan yang sederhana untuk menggalakan kita beramal walaupun dengan perkara yang remeh seperti sabda baginda Nabi, yang artinya: “Barang siapa akhir kalamnya mengucapkan Laa Ilaah Illahu maka ia masuk surga.”
Di sini seakan-akan ia mudah sekali. Sebenarnya proses ke arah mengucapkan itu yang tentu tidak mudah dicapai. Hanya orang-orang tertentu yang melalui proses dengan berbagai dugaan dan ujiannya. Pengucapan di akhir kalam tadi hanya klimaks sebagai husnul khatimah (baik akhir amalannya).
Untuk menempuh surga Allah perlu melalui proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kisah para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberri contoh pada kita semua. Ada yang kena pukul, disiksa, diusir, diboikot, harus hijrah dari Mekah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, berhadapan dengan musuh dan yang memusuhi. Semua ini sesuatu perkara yang memang tidak disukai oleh hawa nafsu manusia.
Belum lagi dengan kewajiban-kewajiban yang harus diperbuat dan diamalkan seperti shalat lima waktu, saum, zakat, dan meninggalkan perkara-perkara yang dilarang.
Itulah nilai yang harus ditempuh oleh orang-orang beriman dalam meraih surga Allah. Karena itu Nabi kita memberi tahu seperti dalam sabdanya:
عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ ».
Artinya: “Surga itu dibungkus dengan perkara yang tidak disukai/dibenci dan Neraka dibungkus dengan perkara yang serasi dengan syahwat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Adalah perkara yang sesuai dengan hawa nafsu merupakan jalan menuju neraka. Inilah yang banyak diikuti oleh kebanyakan manusia. Sedangkan untuk menempuh jalan surga, banyak yang meninggalkannya karena ia sungguh amat tidak disukai, tidak sesuai dengan hawa nafsu.
Menunaikan shalat fardhu bagi sebagaian orang sungguh amat berat untuk menunaikannya, bangun malam untuk bertahajjud pun demikian. Shadaqah, infaq, zakat dan wakaf amat berat untuk laksanakan. Marilah kita mengoreksi diri kita masing-masing agar terus menempuh jalan ke surga walaupun ia tidak disukai oleh hawa nafsu kita.
Bagaimanapun calon penghuni surga akan akan memilih segala petujuk yang Allah telah gariskan dalam Al-Qur’an dengan contohnya Nabi Muhmammad Shallallaahu ’Alaihi Wasallam walaupun rasanya pahit untuk ditelah menurut ukuran hawa nafsu.
Justru bagi golongan ini, walaupun menuju surga umpama berjalan di kerikil tajam ia umpama permadani yang empuk, panggilan nafiri jihad, dan tali gantungan umpama lambaian bidadari. Dilaksanakan dengan penuh keni’matan. Wallahu ’Alam. (P011/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)