Oleh Rana Setiawan, Wartawan Kantor Berita Islam MINA
Pemerintah Israel mengembalikan jasad pemuda Palestina Bahaa Elayyan kepada keluarga untuk dimakamkan setelah 325 hari kematiannya, Kamis dini hari (1 September 2016).
Elayyan, seorang pemuda berusia 22 tahun dari lingkungan Jabal Al-Mukabbir Al-Quds Timur, tewas bersama warga Palestina lainnya setelah mereka menyerang sebuah bus Israel pada 13 Oktober 2015 lalu, menewaskan tiga pemukim Israel dengan pisau dan pistol.
Tubuhnya dimakamkan di Pemakaman Al-Mujahidin dekat Kota Tua Al-Quds, sesuai dengan ketentuan dari Kepolisian Israel, yang telah memungkinkan pelepasan jenazah warga Palestina yang terbunuh dari Al-Quds Timur yang dituduh melakukan aksi “terorisme” dengan syarat bahwa mereka tidak lagi memilih pemakaman di lingkungan atau desa mereka, tetapi sebaliknya akan dimakamkan di pemakaman yang dipilih oleh kepolisian.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Ketentuan itu muncul di tengah serangkaian lebih luas prasyarat untuk pembebasan jasad yang masih ditahan Israel, karena hanya 25 orang yang diizinkan untuk menghadiri pemakaman Elayyan ini, dan keluarganya diminta membayar “Biaya asuransi” sebesar 20.000 Shekel Israel atau sekitar 70,22 juta rupiah guna memastikan mereka mematuhi aturan.
Pasukan Israel dengan kekuatan penuh dikerahkan di lokasi pemakaman, para pelayat pun digeledah tiga kali di pos pemeriksaan dan ponsel mereka disita selama pemakaman berlangsung. Pasukan Israel juga dilaporkan mencegah orang yang tidak ada dalam daftar yang diajukan memasuki pemakaman.
Polisi Israel juga dilaporkan mengambil foto orang-orang yang berada di pemakaman, demikian laporan Kantor Berita Ma’an News Agency.
“Salah satu momen yang paling sulit dalam hidup adalah saat orang tua mengubur anak-anak mereka,” Muhammad Elayyan, ayah Elayyan, kepada wartawan. “Israel menahan jasad syahid sebagai kebijakan untuk menghukum orang tua dan menekan mereka,” tegasnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Seorang pengacara dan aktivis, Muhammad Elayyan telah memelopori gerakan oleh keluarga Palestina yang terbunuh untuk menuntut Israel mengembalikan jenazah anggota keluarganya, mengatakan bahwa tubuh anaknya itu sudah sangat berubah akibat didimpan di ruang beku di kamar mayat Israel dalam jangka waktu cukup panjang.
“Karena jasad disimpan di pendingin selama sepuluh bulan, perubahan substansial terjadi pada fisik dan warna kulit Bahaa,” kata Muhammad Elayyan.
“Matanya tenggelam di dalam tengkorak seperti ia tidak memiliki apapun, ototnya berhenti tumbuh dan kulitnya terkelupas dengan mudah. Itu sulit untuk mengidentifikasi dirinya; kecuali bahwa saya ayahnya dan aku mengenalnya dengan baik,” tambahnya.
Muhammad Elayyan mengatakan bahwa ada tiga tanda peluru di tubuh anaknya ini, termasuk satu di dada, dekat jantung.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
PBB mengeluarkan laporan Mei yang menyatakan bahwa pemerintah Israel telah melarang otopsi yang dilakukan pada mayat Palestina, dan mayat disimpan dalam kondisi yang buruk dan tidak manusiawi, “ditumpuk di atas satu sama lain.”
“Mayat kembali ke keluarga dalam keadaan rusak, kadang-kadang di luar pengakuan, menyangkal keluarga untuk mendapat kan hak sesuai dengan martabat, ritual keagamaan terakhir,” demikian laporan tertulis PBB.
Meskipun demikian, Muhammad Elayyan mengatakan bahwa ia dan ibu Elayyan ini mampu mengucapkan selamat tinggal terakhir untuk anak mereka sebelum pemakaman berlangsung.
“Kami telah mencintai momen dengan Bahaa dan kata-kata akan merusak saat-saat ini,” katanya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pelayat ingat Elayyan sebagai seorang pemuda yang aktif terlibat kegiatan sosial yang diinvestasikan dalam kegiatan budaya di Al-Quds Timur. Dia digambarkan sebagai pemimpin pramuka, pendiri sebuah kelompok inisiatif yang disebut “Kota Pemuda,” dan salah satu penyelenggara dari gerakan “rantai membaca” di sekitar dinding Kota Tua Al-Quds pada tahun 2014.
Pemerintah Israel masih menahan 12 mayat warga Palestina lainnya yang dibunuh atas tuduhan melakukan serangan terhadap Israel, termasuk tiga wanita dan dua penduduk Al-Quds Timur, di antaranya Abd al-Muhsen Hassuneh (21) dan Muhammad Abu Khalaf (20).
Keluarga warga Palestina yang dibunuh telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung Israel selama berbulan-bulan, dengan putusan pengadilan pada Mei lalu bahwa semua mayat warga Palestina yang ditahan oleh Israel akan dibebaskan dan dikembalikan kepada keluarga mereka sebelum awal bulan suci Ramadhan Juni lalu.
Namun, setelah membebaskan jasad Alaa Abu Jamal, Menteri Keamanan Publik Israel Gilad Erdan memerintahkan polisi Israel menangguhkan kembali jasad lainnya, hanya beberapa pekan setelah putusan, mengklaim bahwa pemakaman mendorong “hasutan” terhadap Israel.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Fihak keluarga harus kembali ke pengadilan untuk merundingkan pembebasan anggota keluarga mereka yang dibunuh.
Pada awal Agustus, Badan Intelijen Internal Israel Shin Bet mengumumkan bahwa jasad Elayyan ini akan dibebaskan dalam waktu dekat, hanya untuk mundur dari keputusannya hari yang sama.
Pada pertengahan Agustus, Issa Qaraqe, Kepala Komite Urusan Tahanan Palestina, membuat pernyataan yang mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menyetujui “pelepasan bertahap” dari jasad Palestina yang dibunuh.
Pemakaman Elayyan datang dua hari setelah pemerintah Israel membebasakan jasad sesama pribumi Al-Quds Thaer Abu Ghazaleh untuk dimakamkan setelah ditahan selama sepuluh bulan.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Pemerintah Israel telah secara dramatis meningkatkan kebijakan mereka menahan tubuh warga Palestina yang terbunuh sejak gelombang kerusuhan menyapu seluruh wilayah Palestina dan Israel pada Oktober 2015 lalu.
Saat gerakan perlawanan rakyat Palestina yang disebut Intifadhah Ketiga itu meletus, sebanyak 220 warga Palestina telah tewas oleh pasukan Israel dan 32 orang Israel (kebanyakan pasukan Israel) tewas oleh warga Palestina.
Organisasi hak asasi manusia secara luas mengutuk kebijakan tersebut, dengan Kelompok hak Tahanan Palestina Addameer menyebutnya sebagai bentuk “hukuman kolektif” terhadap warga Palestina yang tidak dituduh melakukan kesalahan, juga mencatat bahwa “menambah kesedihan berat dan trauma dari keluarga almarhum.”
Muhammad Elayyan telah menjadi advokat vokal berbicara melawan serangkaian langkah-langkah hukuman yang dilakukan terhadap keluarga Palestina yang dibunuh diduga melakukan serangan terhadap pemukim atau tentara Israel.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Rumah keluarga Elayyan pun dihancurkan pada Januari 2016. Pada Juni, Muhammad Elayyan ditahan oleh pasukan Israel selama beberapa hari karena berpartisipasi dalam protes menyerukan pembebasan jasad warga Palestina. (T/R05/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat