Oleh: Dr. Ir. H. Yan Orgianus. MSc, Dosen Universitas Islam Bandung (Unisba)
Hari itu masuk waktu Jum at, 21 Juli 2017 di Masjid Gold Coast, Queensland, negara bagian terbesar kedua di Australia, yang tertera di papan jadwal pukul 13.00 waktu setempat. Masjid ini berjarak sekitar 1 Km dari tempatku menginap, di sebuah cottage bernama The Treasure Island.
Tak seperti di Masjid Salman ITB yang jama’ahnya berebut untuk mendapat shaf pertama, di sini walau masuk waktu Jum’at tinggal setengah jam lagi, shaf pertama terutama bagian kiri masih kosong. Baru diisi tiga jamaah, padahal muat diisi 20 orang. Maka dengan agak ragu saya maju ke depan untuk shalat tahiyatul masjid dan duduk di shaf pertama itu.
Selesai shalat sunat saya bersalaman dengan seorang di sebelah kiri saya yang sudah berada di shaf itu. Sambil bertanya: “Anda dari mana?” (dalam bahasa Inggris). ”Egypt (Mesir),“ jawabnya. Tak lama kemudian datang seorang jama’ah dan shalat di sebelah kanan saya. Selesai dia shalat saya salami dia sambil bertanya: “Anda dari mana?” (dalam Bahasa Inggris). ”Turkey (Turki),“ jawabnya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Selanjutnya saya memperhatikan penghuni setiap shaf yang ada di belakang saya. Kalau dilihat dari penampilan dan wajahnya dan setelah shalat saya pastikan. Benarlah bahwa mereka berasal dari: Mesir, Cina, India, Malaysia, Indonesia, Australia, Bosnia, Afrika Selatan, Singapura, Somalia, Mauritania Arab, dan lain-lain.
Buat saya nampaknya inilah shalat Jum’at dengan berbagai variasi bangsa terbanyak di dunia setelah di Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Cuma di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi karena masjidnya sangat besar variasi bangsa yang berbeda itu tidak kelihatan benar, karena tenggelam dengan jumlah jama’ah dari berbagai bangsa yang mayoritas.
Sungguh pemandangan yang mengharukan saling berkenalan, berpelukan saling kangen bagi yang sudah kenal dan berbincang-bincang akrab serta lainnya. Sungguh suatu hal yang tidak mudah memelihara momen seperti itu dalam kehidupan rutin sehari-hari. Karena syaitan dengan berbagai caranya mengganggu kita: kesibukan sebagian besar kita dengan bekerja keras, target tinggi dan lingkungan kita kurang menunjang menyebabkan kita menjadi lupa. Sehingga aturan berhubungan baik (habluminannas) yang Allah dan Rasul-Nya ajarkan dilanggar.
Aturan yang dilanggar itu antara lain merasa diri lebih baik (lebih pintar, lebih kaya, lebih cakep dan lain-lain) daripada yang lainnya; memanggil dengan gelaran yang tidak layak; berprasangka buruk; mencari-cari kesalahan orang dan bergunjing membicarakan keburukan orang (QS. Al Hujurat; 49:11-12).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Pelanggaran-pelanggaran seperti itu menyebabkan hubungan persaudaraan di antara kita menjadi merenggang. Tidak mustahil tadinya kita berteman akrab menjadi musuh. Padahal sebagai mukmin kita bersaudara yang harus terus kita rawat persaudaraan itu agar bangunan Islam menjadi lebih kokoh. Karena itu, Allah mengingatkan kita dengan firman-Nya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat; 49:13)
Berdasar ayat tersebut, orang terbaik di antara kita bukan yang kaya, bukan yang cantik atau ganteng, tetapi mereka yang tebaik di antara kita adalah mereka yang paling bertakwa. Bukti kita bertakwa adalah bila kita memiliki hati (niat) dan perbuatan yang terbaik (saleh).
Semoga kita termasuk hamba-Nya yang bertakwa. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang tidak melanggar aturan hablumminallah dan habluminannaas. Aamiin. (A/R01/P2)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat