Jakarta, MINA – Menuju generasi emas tahun 2045, pemerintah akan menyiapkan terobosan-terobosan dalam meningkatkan pendidikan, salah satu kuncinya dengan melakukan perubahan.
“Ini akan melakukan perubahan-perubahan sistem. Satu contoh yang kami dorong adalah pendidikan vokasi,” kata Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir usai Buka Puasa Bersama Kemeterian Riset, Tekonologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) di Gedung Kemenristekdikti Senayan, Jakarta, Selasa (21/5).
Terkait pendidikan vokasi, Kemenristekdikti telah menjalin kerja sama dengan negara Taiwan. Kerja sama ditandai dengan penandatanganan MoU antara Kemenristekdikti dengan delapan kampus di Taiwan sudah sangat jelas aturannya.
Para mahasiswa nantinya belajar selama satu tahun di kampus dan dilanjutkan satu tahun magang di industri agar ilmunya bisa diterapkan. Setelah lulus akan mendapatkan sertifikat kompetensi dan ijazah.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
“Maka dengan Taiwan ini saya harap kita bisa meningkatkan keterampilan pada mahasiswa untuk pendidikan vokasi. Kalau keterampilannya semakin baik dan dia bisa diterima di industri, karena praktik di sana langsung di industri berarti setelah dia lulus, siap untuk kerja. Kalau sumber daya kita siap seperti itu di tahun 2045 tenaga kerja sudah siap, maka bonus demografi kita manfaatkan dengan baik. Kalau tidak, jadi masalah,” jelasnya.
Dalam hal ini, maka kurikulum pendidikan yang ada perlu dimodifikasi untuk menyambungkan antara industri dengan akademik.
“Selama ini (kurikulum-red) pure (murni) akademik dan ternyata setelah lulus dia tidak siap di dunia usaha,” ujarnya.
Untuk memodifikasi kurikulum di dalamnya termasuk menciptakan lapangan pekerjaan sebagai entrepreneur (wirausahawan). Ada dua kemungkinan wirausahawan atau tenaga kerja profersional.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Pencipta lapangan kerja atau pencari kerja professional. Jangan pencari kerja yang tidak ada bahan apa pun. Ini nanti ke depan dua itu. Karena lulusan kalau sudah terampil vokasi dan kompetensinya makin baik, pilihannya ada dua, yaitu bekerja profesional atau menjadi pengusaha,” jelasnya.
Ia menambahkan, maka kampus perlu melakukan perubahan seperti kurikulum, laboratorium dan sistem pembelajarannya harus ubah.
“Jadi pendekatan antara praktek dan teori harus kita imbangkan betul. Sekarang banyak pada teori tok (saja). Outcome-nya pada kompetensi,” tambahnya. (L/R10/RI-1)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Mi’raj News Agency (MINA)