KITA rela begadang demi target omzet, tapi malas bangun malam untuk tilawah. Kita sibuk menyusun strategi bisnis, tapi tak sempat membuka mushaf barang selembar. Padahal, Al-Qur’an adalah petunjuk hidup yang tak hanya membimbing di dunia, tapi jadi penentu nasib di akhirat. Tanpa Al-Qur’an, hidup kita seperti mobil mewah tanpa GPS—tersesat, padahal penuh potensi.
Ironi zaman ini adalah ketika dompet makin tebal, tapi hati makin kosong. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca saat senggang, tapi untuk menuntun jalan kita setiap waktu. Sejatinya, sibuk dunia tanpa bekal akhirat hanyalah perlombaan menuju kehampaan. Bukankah sukses sejati adalah ketika Allah ridha dan Al-Qur’an menjadi sahabat kita di yaumil hisab?
Banyak yang terjebak dalam rutinitas cari cuan, hingga lupa tujuan penciptaan: liya’buduun—untuk beribadah. Padahal membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang paling mudah tapi paling sering diabaikan. Jika kita sempat scroll media sosial berjam-jam, mengapa tak bisa luangkan 10 menit saja untuk tilawah? Bukankah rezeki yang berkah datang dari hati yang dekat dengan Kalamullah?
Seringkali kita bangga dengan pencapaian finansial, tapi lupa menilai kesehatan spiritual. Kita ukur sukses dengan saldo rekening, bukan dengan kualitas tilawah dan amal harian. Padahal, hidup ini sementara dan akhirat adalah tempat tinggal abadi. Siapa yang tak dekat dengan Al-Qur’an, niscaya hidupnya penuh kegelisahan meski hartanya berlimpah.
Baca Juga: GIIAS 2025 Tawarkan Inovasi Otomotif
Rasulullah SAW bersabda bahwa orang terbaik adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an. Tapi hari ini, kita lebih ingin belajar saham daripada syahadat, lebih hafal tren pasar daripada surat pendek. Tidakkah kita malu saat kelak di padang mahsyar, Al-Qur’an bersaksi bahwa kita jarang menyentuhnya? Sementara kita selalu menyentuh ponsel, tapi tidak mushaf.
Kita takut kehilangan peluang bisnis, tapi tak takut kehilangan hidayah. Kita tergesa mengejar meeting, tapi abai terhadap waktu membaca Al-Qur’an. Padahal, yang membuat hidup tenang bukan sekadar uang, tapi dzikir dan tilawah yang mendalam. Hati yang jauh dari Al-Qur’an akan mudah gersang meski wajahnya selalu tersenyum.
Jika hari-harimu padat tanpa sempat menyapa Al-Qur’an, waspadalah—mungkin itu bukan keberkahan, tapi jebakan. Hidupmu bisa terlihat maju di dunia, tapi sesungguhnya macet total menuju surga. Al-Qur’an itu seperti cahaya di jalan gelap; tanpa membacanya, kita berjalan meraba-raba dalam kabut dunia. Uang bisa beli mobil mewah, tapi tak bisa beli ketenangan jiwa.
Kini saatnya kita sadari: cuan penting, tapi Qur’an jauh lebih penting. Jadikan tilawah bagian dari rutinitas, bukan sekadar aktivitas dadakan. Hidup ini terlalu singkat untuk tidak akrab dengan wahyu. Jangan sampai sibuknya kita hari ini justru menjadikan kita orang paling menyesal di akhirat nanti.[]
Baca Juga: Kemnaker Pererat Kerja Sama Strategis dengan Prefektur Kumamoto Jepang
Mi’raj News Agency (MINA)