Sifat Istri yang Akan Bersama Keluarganya Di Surga

Oleh Ansori, wartawan MINA

Seorang suami, tentu sangat berharap kebersamaan dengan istrinya bukan hanya di dunia. Lebih jauh lagi seorang suami ingin juga bisa bersama istrinya di kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

أَلا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ ، قَالَ : كُلُّ وَدُود وَلُود ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا ، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ لا أَكْتَحِلُ بِغُمْضٍ حَتَّى تَرْضَى

“Maukah kalian aku kabarkan tentang istri-istri kalian di surga?”

Para sahabat berkata, “Tentu wahai Rasulullah.”

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Setiap istri yang penyayang kepada suami serta banyak anak. Apabila ia marah atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata, ‘Ini tanganku di tanganmu, mataku tidak akan terpejam sampai engkau ridha.”  [HR. Ath-Thabarani dari Anas, Ibnu ‘Abbas dan Ka’ab bin ‘Ujroh radhiyallaahu’anhum, Ash-Shahihah: 3880]

Dalam hadits yang mulia ini terdapat tiga sifat istri shalihah calon penghuni surga antara lain sebagai berikut.

Pertama, istri itu punya sifat penyayang kepada suaminya. Bentuk sayangnya istri kepada suaminya itu adalah dengan cara berlaku baik kepadanya. Bukan sebaliknya menjadi istri yang judes, dan seringkali menyati hati suaminya.

Istri yang bisa berbuat baik kepada suaminya, tentu saja ia adalah istri yang shalihah. Dia faham mana hak dan kewajibannya kepada suami. Dia faham suaminya adalah kunci baginya untuk memasuki surga-Nya yang mulia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang istri melakukan shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kemaluannya dan menaati suaminya, niscaya dia akan memasuki surga Tuhannya.” (HR. Ahmad).

Dalam hadits lain disebutkan, “Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Khalik (Sang Pencipta).” (HR. Ahmad).

Bentuk sayangnya istri pada suami, di antaranya adalah mentaati perintah suami selama perintah itu adalah benar sesuai aturan Allah dan Rasulnya.

Kedua, punya banyak anak. Sudah tentu yang dimaksud adalah anak-anak yang banyak itu bisa dirawat dengan baik, dan diberikan pendidikan agama dengan benar, bukan sebaliknya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَومَ الْقِيَامَةِ

“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat.” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik]. Kelengkapan takhrij dua hadits di atas terdapat di kitab besar kami Riyadlul Jannah (no. 172 dan 173).

Islam menganjurkan umatnya untuk mempunyai banyak anak. Di antara dalil-dalilnya ialah dua hadits yang telah lalu di fasal 1 dari hadits Ma’qil bin Yasar dan hadts Anas bin Malik kemudian hadits yang sangat terkenal di bawah ini yaitu do’a Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Anas bin Malik.

اَللَّهُمَّ أَكْشِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَهُ

Ya Allah! Banyakanlah hartanya dan (banyakanlah) anaknya dan berkahilah apa yang engkau telah berikan kepadanya.” [Hadits shahih riwayat Bukhari (7/152, 154, 161, 162 dan Muslim 2/128].

Dalam riwayat yang lain yang juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari di kitabnya yang lain di luar kitab Shahih-nya yaitu di kitabnya Adabul Mufrad (no. 653), Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akannya.

اَللَّهُمَّ أَكْشِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَأَ طِل حَيَاتَهُ وَا غْفِرْلَهُ

“Ya Allah ! Banyakanlah hartanya dan anaknya, dan panjangkanlah umurnya dan ampunkanlah ia.” [Derajad hadits ini Hasan]

Hadits ini juga menunjukkan bahwa tercela seorang wanita yang mampu berketurunan tapi tidak mau punya anak banyak tanpa udzur. Adapun yang memiliki udzur seperti mandul maka ia tidak tercela, dan bukan penghalang baginya untuk masuk surga, apabila ia beriman dan beramal shalih.

Ketiga, bersikap mengalah kepada suami ketika terjadi perselisihan dan selalu berusaha mencari keridaan suami, yaitu menyenangkan suami dengan melakukan apa yang disukai atau diperintahkan oleh suami.

Ketaatan seorang istri kepada suaminya tentu saja bukti jika istri itu adalah orang yang faham dengan syariat Allah Ta’ala. Namun, tentu saja taat itu dilakukan selama tidak mengandung maksiat kepada Allah Ta’ala, karena Allah lebih berhak dicintai, ditaati dan ditakuti azab-Nya.

Tentang ketaatan istri kepada suaminya ini, banyak dalil dari al Qur’an dan as Sunnah yang menjadi landasannya. Dari Abu Hurairah ra, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapakah wanita yang paling baik?”

Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Ada banyak keutamaan bagi seorang istri yang taat kepada suaminya. Dari Ummu Salamah ra, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Yang dimaksudkan dengan hadits di atas adalah jika seorang wanita beriman itu meninggal dunia lantas ia benar-benar memperhatikan kewajiban terhadap suaminya sampai suami tersebut ridha dengannya, maka ia dijamin masuk surga. Bisa juga makna hadits tersebut adalah adanya pengampunan dosa atau Allah meridhainya. (Lihat Nuzhatul Muttaqin karya Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, hal. 149).

Begitu pula ada hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketaatan seorang istri kepada suaminya adalah kunci untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Istri yang taat kepada suaminya, akan menambah semangat suami dalam menjemput pundi-pundi rezeki dari Allah Ta’ala. Puncaknya, istri yang taat kepada suaminya, akan membuahkan keselamatan dunia dan akhirat, wallahua’lam.(A/RS3/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.