Jakarta, MINA – Pengesahan UU MD3 pada rapat paripurna Senin (12/2) direspon dengan penolakan dan perlawanan dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM).
Terkait hal ini, DPP IMM mengajak kepada segenap masyarakat yang peduli terhadap bangsa sengan mengambil langkah konkrit untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk upaya pemenuhan rasa keadilan yang mulai dikebiri oleh para elit politik yang mulai menutup ruang komunikasi dengan cara mengesahkan UU MD3.
Menurut Ketua DPP IMM, Muhammad Solihin, hasil rapat paripurna akan menjadikan DPR sebagai Lembaga super power yang sulit disentuh proses hukum.
“Anggota DPR tidak dapat diperiksa tanpa adanya izin Presiden dan pertimbangan dari MKD. Hal itu tertuang dalam Pasal 245,” katanya dalam siaran media yang diterima Mi’raj News Agency (MINA), Selasa (13/2).
Baca Juga: Jelang Libur Nataru, Terminal Bekasi Berlakukan Ram Check Bus
Lebih lanjut ia mangatakan, kewenangan DPR diperkuat dalam Pasal 74 yang mengatur wewenang memberikan rekomendasi dan berhak melayangkan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan bila rekomendasi itu tak dilaksanakan.
“Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga bisa mengambil langkah hukum apabila ada yang merendahkan kehormatan Dewan atau anggotanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 122 huruf K,” ujarnya.
Pasal 122 huruf K bunyinya “Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.”
Ia menambahkan, DPR juga punya hak imunitas yang diatur dalam Pasal 224 ayat 1 UU MD3, yakni tidak bisa dituntut di depan pengadilan karena pernyataannya, pertanyaan, dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan atau tertulis di dalam rapat DPR atau di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Baca Juga: Menag RI dan Dubes Sudan Bahas Kerja Sama Pendidikan
Beberapa kewenangan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip negara demokrasi yang menjamin hak rakyat untuk menyampaikan pendapat dimuka umum. Harus dipahami bahwa hukum yang efektif adalah hukum yang bersumber dari respon publik, dan salah satu respon publik dapat tersampaikan melalui kritik baik itu secara lisan ataupun tulisan.
“Revisi UU MD3 ini terkesan otoriter dan anti kritik, sehingga cenderung menggambarkan bahwa demokrasi telah mati di republik Indonesia. Kriminalisasi terhadap masyarakat yang kritis, ketimpangan penegakan hukum, adalah fenomena yang akan terjadi dimasa yang akan datang seiring dengan disahkannya Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3,” jelasnya.
Berikut ada 14 poin substansi yang dimuat dalam hasil revisi UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3;
- Penambahan pimpinan MPR DPR dan DPD serta penambahan wakil pimpinan MKD.
- Perumusan kewenangan DPR dalam bahas RUU yang berasal dari presiden dan DPR maupun diajukan oleh DPD.
- Penambahan rumusan tentang pemanggilan paksa dan penyanderaan terhadap pejabat negara atau warga masyarakat secara umum yang melibatkan kepolisian
- Penambahan rumusan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak mengatakan pendapat kepada pejabat negara.
- Menghidupkan kembali badan akuntabilitas keuangan negara.
- Penambahan rumusan tentang kewenangan dalam Baleg dalam penyusunan RUU tentang pembuatan laporan kinerja inventarisasi masalah di bidang hukum.
- Perumusan ulang terkait tugas dan fungsi MKD.
- Penambahan rumusan kewajiban mengenai laporan hasil pembahasan APBN dalam rapat pimpinan sebelum pengambilan keputusan pada pembicaraan tingkat 1.
- Pembahasan rumusan mekanisme pemanggilan WNI secara paksa dalam hal tidak memenuhi pemanggilan panitia angke
- Penguatan hak imunitas anggota DPR dan pengecualian hak imunitas
- Penamabahan rumusan wewenang tugas DPD dalam pantau dan evaluasi raperda dan perd/a
- Penamabahan rumusan kemandirian DPD dalam rumusan anggaran
- Penambahan rumusan Badan Keahlian Dewan (BKD)
- Penambahan rumusan mekanisme pimpinan MPR DPR dan alat kelengkapan dewan hasil pemilu 2014 dan ketentuan mengenai mekanisme penetapan
(R/R10/P2)
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren