Oleh: Badrudin, M. Ag. , Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia*
Bismillaahirrohmaanirrohiim. Diduga bahkan dipastikan, hampir setiap manusia mengetahui manusia terbaik yang menjadi satu-satunya pilihan Allah ‘azza wajalla yang diutus oleh-Nya sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir. Ia adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthallib. Walau pun di balik pengetahuannya tentang nabi yang mulia itu belum berbanding lurus dengan keyakinan mereka bahwa seharusnya seluruh umat manusia mengakui dan mengimaninya sebagai nabi dan rosul terakhir untuk seluruh umat manusia.
Diketahui bahwa dalam menjalankan visi dan misinya sebagai Nabiyullah dan Rasulullah yang menyebarkan kebenaran Islam kepada seluruh umat manusia tanpa mengenal lelah siang malam –hanyalah menyebarkan kebenaran Islam–. Maka, karena kinerja yang mulia itulah, Allah membahagiakannya dengan multi anugerah baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana janji-janji-Nya dalam Al-Qur’an.
Syaikh Al-Marôghiy, dalam Tafsirnya, “Al-Marôghiy, jilid 10, hal. 398 – 400”, mengajak kita (penulis dan pembaca) untuk menyelami salah satu tata cara Alloh menghibur para kekasih-Nya dalam hal ini membahagiakan Rosulullah Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam dengan salah satu informasi besar yang terkandung dalam firman-Nya setelah Nabiyullah bertarung menghadapi penolakan kaum kuffar mengenai Kebenaran Al-Islam yang bertolak belakang dengan Tradisi orang kafir. Peristiwa ini terjadi setelah Nabi dan sahabatnya berhijrah dari Makkah ke Madinah. Peristiwa ini pula mengindikasikan bahwa agama orang kafir akan segera tumbang ditelan masa, yang kemudian diganti oleh agama yang kokoh dan agung yang diturunkan dari tempat yang damai dan menyegarkan sepanjang zaman yakni dari hadhirot Alloh Tuhan semesta alam.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dalam firman Alloh ‘azza wajalla:
إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ (١) وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجً۬ا (٢) فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُ ۥ ڪَانَ تَوَّابَۢا (٣)
Artinya “Apabila telah pasti akan datang pertolongan Alloh dan kemenangan serta engkau (Muhammad Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam) menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk agamamu bernaung di bawah bendera kebesaranmu tidak sebagaimana di awal kerja kenabianmu yang pada saat itu manusia menyambutnya secara perseorangan alias sangat minim. Karena itu, maka bertasbihlah kamu dan memuji Tuhan-Mu serta beristighfarlah. Sesungguhnya Dia (Alloh) Maha Menerima taubat”. (Q.S. Al-Nashr [110]: 1 – 3).
Kandungan surat tersebut sebagai bentuk pemberitahuan dan bimbingan Alloh kepada Nabi-Nya bahwa pertolongan atas dirinya dari multi tantangan orang kafir segera diwujudkan. Kemenangan yang jelas akan segera ditampakkan yakni pemisah antara musuhnya dengan kegagahan agama yang diturunkan kepada Nabi-Nya sehingga jelaslah kebenaran ayat-ayat kebesaran-Nya. Demikian juga manusia secara berjama’ah masuk agama Islam. Nabi pun dipandu agar memohon ampunan kepada Alloh untuk dirinya dan untuk umat yang mengikuti agamanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sebagai seorang pemimpin dunia, Nabi Muhammad Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam merasa sedih dan sesak dadanya, karena pembohongan yang dilancarkan oleh kaumnya berkenaan da’wah amar ma’ruf nahyi munkar dalam upaya menerangkan kebenaran agamanya di balik jumlah orang-orang yang beriman masih sangat sedikit plus sangat lemah adanya sedangkan musuhnya sangat banyak jumlahnya beserta keperkasaannya. (Lihat QS. Al-Kahfi [19]: 6; Hûd [11]: 12]; dan Q.S. Al-An’âm [06]: 33).
Di tengah-tengah kecemasan dan kegalauan Nabi dan orang-orang yang beriman yang menjadi pengikutnya, “Rosululloh Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam bergumam kepada Tuhannya: Kapan pertolongan datang?”. Seiring dengan rintihan sebagai bukti kesedihan Nabi dan para sahabatnya dalam mengatasi pembohongan dan tantangan umatnya, “Alloh menuzulkan Q.S. Al-Nahsr”.
Setelah surat Al-Nashr diterima oleh Nabi Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam, tidak lama kemudian turunlah ayat ke-3 dari Surat Al-Mâ-idah dan Nabi Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam hidup selama 80 hari; turun lagi ayat mengenai kalâlah dan Nabi saw hidup selama 50 hari; turun lagi ayat ke-128 dari Surat Al-Taubah dan Nabi saw hidup selama 35 hari; kemudian turun lagi ayat ke-28 dari Surat Al-Baqarah dan Nabi Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam hidup selama 21 hari.
Beruntunnya surat dan beberapa ayat dari Allah yang diterima oleh Nabi Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam pada saat yang berdekatan itu, sebagai pertanda bahwa perjalanan hidup dan da’wah Nabi Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam menjelang akhir. Kembalinya Kota Makkah (Futuh Makkah) adalah puncak keberhasilan da’wah Nabi Muhammad Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam yang menjadi jalan penghantar berbondong-bondongnya umat manusia menyatakan keislamannya di hadapan Rosululloh Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya yang setia dengan ridho Tuhannya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Dari urutan pembicaraan di atas, sesungguhnya ia adalah tuntunan bagi kita semua agar selamanya menyadari bahwa pada jiwa raga kita ini tersimpan kokoh amanah dakwah amar ma’ruf nahyi munkar yang sejatinya kita tunaikan.
Dalam perjalanan dakwah kita ternyata sangat nyata banyak hambatan dan tantangan baik dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, lingkungan, dan sejenisnya. Dalam mengarungi tantangan-tantangan itu, sejatinya kita banyak bertasbih, bertahmid, dan memohon ampunan kepada Allah ‘azza wajalla. Demikian pula ketika kemenangan dalam multi kegiatan kita nikmati, sejatinya kita tidak lupa kepada Allah dengan cara mengembalikan segala kemahasucian kepada Alloh, memuji hanya kepada Allah, dan selalu memohon ampunan kepada-Nya. Karena, di balik prestasi dan multi kesenangan yang kita rasakan, hakikatnya anugerah dan imbalan dari Allah atas keshabaran, ketawakkalan, dan kesungguhan kita, serta tidak luput memohon pertolongan-Nya.
Diri kita sehat wal’afiyat, masih menikmati makan dan minum, masih berbusana sempurna, memiliki tempat tinggal, memiliki orangtua, memiliki pasangan, memiliki keturunan, menikmati matapencaharian, anak-anak lolos dari jenjang ke jenjang dengan gemilang, punya banyak kawan, budaya kita sejatinya masih ramah dan bersahaja, etika politik kita masih bisa dikendalikan sehingga menyebabkan keamanan dan ketertiban bersama di balik pelaku anarki pun setia menyertainya, lingkungan kita masih ramah di balik perilaku pengrusakan yang membabi buta, harga-harga kebutuhan pokok kita masih bisa dipaksakan di balik melambungnya utang negara kita, prosesi ibadah kita kepada Allah masih bisa dijalani dengan penuh kesadaran di balik masih banyaknya umat manusia yang belum mau kembali kepada tuntunan Alloh dan Rosul-Nya alias masih lengket dengan multi kemaksiatan.
Di sinilah hakikat dan pentingnya kita menerapkan sikap diri yang ideal sebagai generasi ahli waris Rosululloh yang sejatinya melekat pada kita. Apabila demikian sikap kita (mengikuti tata cara Rosulullah Shalallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya) dalam menjalani kehidupan ini, nyata pasti kita merasakan lezatnya menjadi ummat yang berilmu, bertauhid, dan tunduk kepada aturan Allah dan Rasul-Nya yang mewujud dalam keta’atan di mana pun dan kapan pun kita berada. Semoga! Hasbunallôhu Wani’mal Wakîl.(L/P02)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
*) Penulis: Dilahirkan di Sukabumi, tanggal 21 Jumâdil Âkhir 1394 Hijriyah/16 Mei 1973 Masehi. Jenjang Pendidikan:MDA/DTA Al-Barokah dan SD Negeri di Sukabumi, 1980 – 1986; MTsN Sagaranten Sukabumi, 1986 – 1989; MANPK Daarussalaam Ciamis, 1989 – 1992; S1 Tafsir Hadits, 1992 – 1997; S2 Konsentrasi Tafsir Al-Qur`an, 2000 – 2003; dan S3 Konsentrasi llmu Pendidikan lslam, sejak Tahun Akademik 2011, di IAIN/UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Beliau kini mendapatkan amanah di Kementerian Agama sebagai Penyuluh Agama Islam. Selain itu, kegiatan rutin yang kini tengah dijalani yaitu aktif sebagai penulis, Narasumber Kajian Tafsir Hadits Tekstual dan Kontekstual di Program 1 FM 97,6 MHz RRI Bandung, aktif di Pusdai Jawa Barat. Badrudin juga merupakan pendiri SMP dan SMA Terpadu Al-Fiyyah dengan Pesantren Al-Barokah di Yayasan Islam Gunung Jati Sukabumi, Konsultan Ilmu Mawarits Islami, Narasumber Manasik Haji sejak tahun 2004.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang