Jakarta, MINA – Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan Pernyataan Sikap tentang Buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II.
Berikut ini sikap MUI yang disampaikan oleh Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Penelitian Prof. Utang Ranuwijaya, dan Wakil Sekjen MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Arif Fahruddin. Sikap ini dibacakan pada 31 Mei 2021.
“Setelah mencermati dan mengkaji dengan seksama buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan Il, yang kemunculannya di tengah publik baru-baru ini telah menimbulkan kegaduhan dan polemik tajam yang dapat merusak harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, maka Dewan Pimpinan MUI menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, Buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan Jilid Il yang diterbitkan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disinyalir mengarah pada manipulasi dan penyimpangan sejarah Indonesia. Salah satu indikatornya adalah beberapa nama Tokoh Nasional dan organisasi Islam yang telah berjasa dan berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia tidak disebutkan dalam buku tersebut. Mereka antara lain: KH Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Syaikhu, KH. Abdurrahman Wahid (NU); KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi (PUI); dan tokoh-tokoh lainnya seperti Kahar Mudzakkar dan Syafruddin Prawiranegara.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
Kedua, Sangat terasa adanya dugaan kepentingan dan ideologi kiri dan kanan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab, dan yang terlibat dalam penulisan dan penerbitan buku tersebut, sehingga muncul nama-nama yang merepresentasikan ideologi mereka dan justru tidak menuliskan nama-nama tokoh Islam moderat yang mempunyai peran sangat penting dalam catatan sejarah Islam dan sejarah Indonesia
Ketiga, Penulisan sejarah bangsa Indonesia mempunyai peran penting dan strategis sebagai dasar untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa, supaya bangsa Indonesia tidak tercerabut dari akar sejarahnya. Oleh karena itu penulisan sejarah harus objektif dan sesuai fakta dan peristiwa yang sesungguhnya dengan tidak sedikitpun mengurangi peran penting dari semua komponen bangsa
Keempat, Penulisan beberapa tokoh dan Ormas Islam dinilai kurang memperhatikan prinsip proporsionalitas (sense of proportionality), sehingga ada tokoh dan Ormas Islam yang kiprah dan kontribusinya sangat besar justru ditulis sangat singkat dan bahkan dengan narasi yang tendensius. Sedangkan tokoh atau organisasi yang biasa-biasa saja bahkan kontroversial justru ditulis panjang dan bahkan dengan narasi positif.
Kelima, Penulisan sejarah bangsa Indonesia yang tidak objektif akan terus menimbulkan pro dan kontra yang tidak produktif dalam masyarakat sehingga dikhawatirkan dapat memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa serta dapat mempengaruhi keberlangsungan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
Keenam, Buku Kamus Sejarah Indonesia jilid I dan II harus ditarik dari peredaran dan direvisi ulang dengan mengakomodir Majelis Ulama Indonesia dalam kepanitiaan penulisan ulang buku tersebut agar tokoh-tokoh dan Ormas Islam yang memiliki kontribusi besar untuk Negara Bangsa Indonesia dapat tidak lagi terbuang di dalam penulisan sejarah.
Ketujuh, Umat Islam dan seluruh komponen bangsa Indonesia harus mewaspadai secara sungguh-sungguh adanya tujuan ideologi tertentu yang tersembunyi di balik penulisan buku tersebut karena penulisan fakta dan data sejarah yang dibelokkan, dimanipulasi, direduksi, dan dikorupsi di dalamnya dapat mengadu domba sesama anak bangsa dan dikhawatirkan dapat memperlemah persatuan dan kesatuan dan dapat menciptakan disintegrasi bangsa.
Kedelapan, Meminta Mendikbud RI untuk menindak tegas aktor dan pihak-pihak yang terlibat dalam penulisan dan penerbitan buku tersebut, dan meminta aparat penegak hukum untuk menginvestigasi dan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku karena hal ini bukan lagi masalah kebebasan akademik, namun sudah termasuk kategori korupsi akademik yang merugikan sejarah umat Islam dan bangsa Indonesia.
Kesembilan, Meminta Mendikbud RI dan semua pengambil kebijakan publik agar berkonsultasi dengan MUI dalam perumusan kebijakan yang menyangkut konten keislaman untuk menghindari terjadinya bias dan kegaduhan publik yang dapat mengganggu stabilitas dan percepatan pembangunan.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
Kesepuluh, MUI segera menginisiasi penerbitan buku sejarah ulama dalam perjuangan kemerdekaan RI sebagai upaya penguatan sejarah dan kontribusi ulama dan umat Islam dalam perjuangan dan penegakan negara kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan oleh generasi bangsa Indonesia di masa depan. Upaya tersebut dilakukan secara optimal dan akurat dengan melibatkan sejarawan, akademisi, dan ulama lintas Ormas Islam dan perguruan tinggi serta lembaga penelitian yang kredibel dan otoritatif. (R/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian