Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SIKAP ORANG BERIMAN MENGHADAPI MUSIBAH

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 1 Januari 2015 - 23:26 WIB

Kamis, 1 Januari 2015 - 23:26 WIB

6225 Views

musibah

Surat Al-Baqarah ayat 156

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Musibah datang silih berganti, seolah tiada pernah berhenti, menimpa manusia di segenap penjuru permukaan bumi ini. Mulai dari tanah longsor di pedesaan, gunung meletus, banjir di perkotaan, kebakaran di perumahan padat penduduk, gempa bumi yang mengguncang, hingga kecelakaan pesawat terbang berteknologi tinggi.

Kokohnya benteng ternyata tak sanggup menahan longsoran tanah. Drainase yang tertata rupanya tidak mampu menampung air yang terus menerjang. Demikian pula teknologi tinggi yang dimiliki pesawat terbang, ternyata tidak kuasa menghadapi hadangan awan tebal dan cuaca ekstrim di udara.

Bagaimana menyikapinya jika menimpa kita atau menimpa keluarga, kerabat teman, dan sesama saudara di antara kita?

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Pengertian Musibah

Kata musibah (dalam bahasa Arab) jika digunakan pada perihal kebaikan, berasal dari kata ‘ash-shaubu’ (الصَّوْبُ) yang artinya hujan. Maksudnya, hujan yang turun sebatas keperluan, tidak membahayakan dan tidak merugikan.

Jika digunakan pada perihal keburukan, ia berasal dari kata ‘ishaabatus sahm’ (إِصَابَةُ السَّهْمِ) artinya bidikan atau sasaran anak panah.

Ahli bahasa berkata, “Pada kata musibah dikatakan: مَصُوبَةٌ – مُصَابَةٌ – مُصِيبَةٌ Hakikatnya adalah perkara yang tidak disukai yang menimpa manusia.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Al-Kirmani berkata, “Kata musibah jika ditinjau dari segi bahasa, bermakna apa saja yang menimpa manusia secara umum. Jika ditinjau dari segi istilah, bermakna peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak disukai yang terjadi.

Sedangkan Imam al-Qurthubi menerangkan, ”Musibah adalah segala sesuatu yang menyakitkan, merugikan, menyusahkan orang mukmin, dan menimpa dirinya.”

Karena itu, jika seseorang terkena musibah, itu artinya adalah suatu hal yang menyebabkan orang tersebut kehilangan nikmat-nikmat Allah yang telah Allah anugerahkan kepadanya, seperti berupa anak, orang tua, saudara, harta dan sebagainya. Sakit yang menimpanya atau hal yang serupa dengan itu disebut juga dengan musibah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa musibah ialah kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Adapun di dalam hadits disebutkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menyebutkan sejumlah jenis musibah, antara lain : rasa lelah, sakit, resah, sedih, derita, galau, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun, itu juga dikatakan musibah bagi orang beriman.

Kata Musibah dalam Al-Quran

Kata “Musibah” di dalam Al-Qur’an disebut secara eksplisit (tersurat) paling tidak sebanyak sepuluh kali, yaitu :

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”.  (Q.S. Al-Baqarah [2] : 156).

أَوَلَمَّآ أَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٌ۬ قَدۡ أَصَبۡتُم مِّثۡلَيۡہَا قُلۡتُمۡ أَنَّىٰ هَـٰذَا‌ۖ قُلۡ هُوَ مِنۡ عِندِ أَنفُسِكُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬

Artinya : “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah [pada peperangan Uhud], padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu [pada peperangan Badar] kamu berkata: “Dari mana datangnya [kekalahan] ini?” Katakanlah: “Itu dari [kesalahan] dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Ali Imran [3] : 165).

فَكَيۡفَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّآ إِحۡسَـٰنً۬ا وَتَوۡفِيقًا

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Artinya : “Maka bagaimanakah halnya apabila mereka [orang-orang munafik] ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”. (Q.S. An-Nisa [4] : 62).

وَإِنَّ مِنكُمۡ لَمَن لَّيُبَطِّئَنَّ فَإِنۡ أَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالَ قَدۡ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَىَّ إِذۡ لَمۡ أَكُن مَّعَهُمۡ شَہِيدً۬ا

Artinya : “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat [ke medan pertempuran] [2]. Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: “Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan ni’mat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka”. (Q.S. An-Nisa [4] : 72).

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ شَہَـٰدَةُ بَيۡنِكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ حِينَ ٱلۡوَصِيَّةِ ٱثۡنَانِ ذَوَا عَدۡلٍ۬ مِّنكُمۡ أَوۡ ءَاخَرَانِ مِنۡ غَيۡرِكُمۡ إِنۡ أَنتُمۡ ضَرَبۡتُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَأَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۚ تَحۡبِسُونَهُمَا مِنۢ بَعۡدِ ٱلصَّلَوٰةِ فَيُقۡسِمَانِ بِٱللَّهِ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ لَا نَشۡتَرِى بِهِۦ ثَمَنً۬ا وَلَوۡ كَانَ ذَا قُرۡبَىٰ‌ۙ وَلَا نَكۡتُمُ شَہَـٰدَةَ ٱللَّهِ إِنَّآ إِذً۬ا لَّمِنَ ٱلۡأَثِمِينَ

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah [wasiat itu] disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu [2], jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang [untuk bersumpah], lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: “[Demi Allah] kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit [untuk kepentingan seseorang], walaupun dia karib kerabat, dan tidak [pula] kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”. (Q.S. Al-Maidah [5] : 106).

إِن تُصِبۡكَ حَسَنَةٌ۬ تَسُؤۡهُمۡ‌ۖ وَإِن تُصِبۡكَ مُصِيبَةٌ۬ يَقُولُواْ قَدۡ أَخَذۡنَآ أَمۡرَنَا مِن قَبۡلُ وَيَتَوَلَّواْ وَّهُمۡ فَرِحُونَ

Artinya : “Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami [tidak pergi berperang]” dan mereka berpaling dengan rasa gembira”. (Q.S. At-Taubah [9] : 50).

وَلَوۡلَآ أَن تُصِيبَهُم مُّصِيبَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ فَيَقُولُواْ رَبَّنَا لَوۡلَآ أَرۡسَلۡتَ إِلَيۡنَا رَسُولاً۬ فَنَتَّبِعَ ءَايَـٰتِكَ وَنَكُونَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Artinya : “Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mu’min.” (Q.S. Al-Qashash [28] : 47).

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآ‌ۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬

Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuzh] sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. Al-Hadid [57.] : 22).

وَمَآ أَصَـٰبَڪُم مِّن مُّصِيبَةٍ۬ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ۬

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar [dari kesalahan-kesalahanmu]”. (Q.S. Asy-Syuura [42] : 30).

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَہۡدِ قَلۡبَهُ ۥ‌ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬

Artinya : “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. At-Taghaabun [64] : 11).

Sedangkan secara implisit (tidak tersurat) sangat banyak sekali di dalam Al-Quran.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Adapun di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain disebutkan tentang hakikat musibah bagi orang beriman adalah untuk menghapus dosa-dosanya.

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Artinya : “Tidaklah sesuatu yang menimpa orang Islam, baik penyakit biasa maupun menahun, kegundahan dan kesedihan, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dengan semua derita yang dialaminya.” (H.R. Bukhari).

Berkaitan dengan hadits tersebut, Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan di dalam Syarah Riyadhush Shalihin, “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (yaitu pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).”

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Jenis Musibah
Musibah beragam jenis bentuknya. Ada yang menimpa jiwa seseorang, ada yang menimpa tubuhnya, ada yang menimpa hartanya, ada yang menimpa keluarganya, dan ada yang menimpa yang lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] : 155).

Imam Ath-Thabari menjelaskan, “Ini adalah pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para pengikut Rasul-Nya, bahwa Ia akan menguji mereka dengan perkara-perkara yang berat, supaya nyata diketahui orang yang mengikuti Rasul dan orang yang berpaling.”

Pada hadits lain disebutkan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ اُصِيْبَ بِمُصِيْبَةٍ بِمَالِهِ اَوْ فِى نَفْسِهِ فَكَتَمَهَا وَ لَمْ يَشْكُهَا اِلَى النَّاسِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ اَنْ يَغْفِرَ لَهُ. الطبرانى

Artinya : “Barangsiapa yang ditimpa musibah pada hartanya atau dirinya, lalu dia menyembunyikannya dengan tidak mengeluh kepada manusia, maka haq atas Allah untuk mengampuninya”. (H.R. ath-Thabrani dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu).

Menghadapi Musibah

Sehebat apapun manusia lengkap dengan kemampuan ilmu dan teknologinya, dia tidak akan sanggup menghadapi kekuasaan dan kekuatan Allah Tuhan semesta alam.

Karena itu, apabila segala upaya sudah dilakukan, telah berlindug juga kepada-Nya, musibah tetap dia jumpai, dan memang tiap manusia pasti mengalami musibah. Maka langkah terbaik menghadapinya adalah dengan menyerahkannya kepada Allah atau disebut dengan istirja’ (mengembalikan kepada-Nya).

Di dalam Al-Quran Allah mengajarkan :

…..وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Artinya : “…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 155-157).

Ini sekaligus menunjukkan kelemahan kita sebagai manusia dan mengakui kekuasaan Allah Yang Maha segala-galanya.

Allah, pencipta segala sesuatu, satu-satunya pemilik seluruh makhluk. Dialah Allah yang menghimpun gumpalan awan, yang menerangi bumi, yang mengubah arah angin, yang menetapkan burung-burung tetap di langit, yang menyemai benih, yang menentukan detak jantung manusia, dan yang menjaga planet-planet pada orbitnya.

Kekuasaan Allah antara lain disebutkan di dalam ayat :

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬ وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلۡأَمۡرُ بَيۡنَہُنَّ لِتَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عِلۡمَۢا

Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (Q.S. Ath-Thalaq [65] : 12).

أَوَلَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَلَمۡ يَعۡىَ بِخَلۡقِهِنَّ بِقَـٰدِرٍ عَلَىٰٓ أَن يُحۡـِۧىَ ٱلۡمَوۡتَىٰ‌ۚ بَلَىٰٓ إِنَّهُ ۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬

Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya [bahkan] sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-Ahqaf [46] : 33).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa semua kejadian itu sudah tercatat di Lauhul Mahfudz, sudah menjadi kehendak-Nya. Seperti dalam firman-Nya :

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadid [57] : 22-23).

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka  apalagi berputus asa. Akan tetapi ia berusaha mengobatinya sendiri dengan berbagai cara.

Pertama, menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian, bencana, petaka dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surge kelak. Sekaligus, menunjukkan bahwa memang Allah benar-benar Maha Kuasa.

Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar daripada musibah yang menimpa dirinya. Sehingga hatinya merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya bukan hanya dirinya saja.

Ketiga, menyerahkan kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,

اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا

Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripdanaya”. (H.R Muslim).

Keempat, meyakini bahwa cobaan dan musibah dirasakannya adalah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu.

Sekaligus musibah itu juga dapat menjadi pelajaran bagi orang beriman untuk meningkatkan taqwa kepada-Nya, memperbanyak istighfar, dan meningkatkan amal salihnya. Karena semua itu terjadi pasti mengandung berjuta hikmah bagi kebaikan orang beriman.

Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :

مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ

Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (Q.S. An-Nisa [4] : 79).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah” adalah dari karunia dan kasih sayang Allah. Sedangkan makna “dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. Asy-Syura [42] : 30).

Imam As-Suddy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna “maka dari dirimu sendiri” adalah karena dosamu.

Qatadah mengatakan bahwa makna” “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Adalah akibat dosamu wahai anak Adam.

Bahkan Allah sengaja menguji hamba-hamba-Nya, dengan maksud agar dia sadar dan bertaubat, karena Allah hendak mendengar suara hamba-Nya itu, suara istighfarnya.

Di dalam hadits qudsi disebutkan, yang maknanya, “Allah berfirman kepada malaikat-malaikat-Nya : Pergilah kepada hambaKu, lalu timpakanlah bermacam-macam ujian karena Aku ingin mendengar suaranya.” (H.R. Thabrani).

Adzab Orang Kafir

Adapun bagi iorang kafir, yang ingkar kepada Allah, musibah, cobaan atau ujian yang diberikan kepada mereka  adalah bagian dari adzab Allah kepada mereka di dunia. Sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akhirat. Na’udzubillaahi min dzalik.

Sebagaimana firman-Nya :

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya : “Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian adzab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. As-Sajadah [32] : 21)

Pada ayat lain dikatakan :

أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ لَيۡسَ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ‌ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيہَا وَبَـٰطِلٌ۬ مَّا ڪَانُواْ يَعۡمَلُونَ

Artinya : “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (Q.S. Huud [11] : 16).

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan, yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidaklah mendzalimi seorang mukmin, melainkan diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akhirat. Adapun orang yang kafir maka ia mendapatkan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia, namun ketika dia kembali ke akhirat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. “ (H.R. Muslim).

Semoga kita sebagai orang beriman dapat menyikapi musibah dengan tetap menyandarkan kepada Allah Sang Maha Pencipta alam semesta. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin. (P4/R03).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Tausiyah
Palestina
Tausiyah