Sikap Orang Beriman Menghadapi Musibah

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

 

Sehebat apapun manusia lengkap dengan kemampuan ilmu dan teknologinya, dia tidak akan sanggup menghadapi kekuasaan dan kekuatan Allah Tuhan semesta alam.

Kadang ada yang sakit bertahun-tahun, masih bertahan hidup. Menjadi ujian kesabaran bagi sanak keluarganya yang masih hidup. Ada yang sehat, lalu tiba-tiba ajal menjemput.

Ada remaja, anak-anak bahkan bayi pun bisa saja meninggal terlebih dahulu. Semua dalam genggaman ilahi.

Langkah terbaik untuk menghadapinya tiada lain adalah dengan menyerahkannya kepada Allah atau disebut dengan istirja’ (mengembalikan kepada-Nya).

Di dalam Al-Quran Allah menyebutkan :

…..وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Artinya : “…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 155-157).

Ini sekaligus menunjukkan kelemahan kita sebagai manusia dan mengakui kekuasaan Allah Yang Maha segala-galanya.

Allah, pencipta segala sesuatu, satu-satunya pemilik seluruh makhluk. Dialah Allah yang menghimpun gumpalan awan, yang menerangi bumi, yang mengubah arah angin, yang menetapkan burung-burung tetap di langit, yang menyemai benih, yang menentukan detak jantung manusia, dan yang menjaga planet-planet pada orbitnya.

Kekuasaan Allah antara lain disebutkan di dalam ayat :

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬ وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلۡأَمۡرُ بَيۡنَہُنَّ لِتَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عِلۡمَۢا

Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (Q.S. Ath-Thalaq [65] : 12).

Allah pun telah menyebutkan bahwa semua kejadian itu sudah tercatat di Lauhul Mahfudz, sudah menjadi kehendak-Nya. Seperti dalam firman-Nya :

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadid [57] : 22-23).

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang- ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya, bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka  apalagi berputus asa.

Ia akan menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah memang tempatnya ujian dan musibah. Tempat kenikmatan hanyalah di surga kelak.

Sisi lainnya adalah agar kita dapat melihat bahwa di sekeliling kita ternyata masih banyak musibah lain yang mungkin jauh lebih besar daripada musibah yang menimpa diri kita. Sehingga hati kita merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya bukan hanya kita saja.

Hingga pada akhirnya adalah menyerahkan kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,

اَللَّهُمَ أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا

Artinya : “Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya”. (H.R Muslim).

Begitulah, musibah memang beragam jenis dan bentuknya. Ada yang menimpa jiwa seseorang, ada yang menimpa tubuhnya, ada yang menimpa hartanya, ada yang menimpa keluarganya, dan ada yang menimpa sisi lainnya.

Seperti Allah menyebutkan di dalam ayat:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] : 155).
Ayat ini adalah pemberitaan dari Allah kepada orang-orang beriman, bahwa Allah akan menguji mereka dengan perkara-perkara supaya nyata diketahui orang-orang yang sabar.

Orang beriman tentu akan bersabar tatkala ditimpa musibah, yakni tetap dalam taat kepada Alah, semakin mendekat kepada Allah, beristighfar dan bertaubat, serta tidak melakukan perbuatan maksiat, tidak melanggar syari’at Allah, tidak mengambil hak milik orang lain dan sebagainya.

Maka, sikap terbaik bagi kaum Mukminin tatkala mendapatkan musibah adalah apa yang disebutkan pada ayat berikutnya:

الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Artinya : “(orang-orang yang sabar yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kepada-Nya kami kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah [2] : 155-157).

Inilah yang disebut dengan ucapan Istirja’ yaitu ucapan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهَ رَاجِعُوْنَ

Artinya : “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali.”

Musibah

Berkaitan dengan musibah, sebagian orang menyangka bahwa bila dirinya tertimpa penyakit misalnya, atau terkena bencana alam, atau ada keluarganya atau saudaranya meninggal, adalah karena dirinya sedang dimurkai Allah.

Padahal justru terkadang kita diuji dengan berbagai musibah adalah justru karena Allah sedang menyiapkan kita ke tempat yang mulia di sisi-Nya. Atau justru Allah bermaksud menerima kembali kita sebagai hamba-Nya, jika dengan musibah itu kita beristighfar, bertaubat, dan mengakui segala kesalahan kita, dan mengakui segala kemahabesaran Allah.

Sebaliknya, terkadang seorang diuji dengan kesenangan, seperti harta yang banyak, istri, anak-anak, pangkat, kedudukan, jabatan dan lainnya. Namun  bukan karena kemuliaannya, jika tidak menjadikannya untuk tha’at kepada Allah.

Karenanya, kita mesti yakin kepada ketentuan dan kekuasaan Allah, bahwa apa yang ditakdirkan Allah terjadi niscaya akan menimpanya, tidak meleset sedikit pun. Sedangkan apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya pasti tidak akan menimpanya.

Seperti Allah menyebutkan di dalam ayat:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al-Hadid [57]: 22-23).
di dalam haditsnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

Artinya : “Senantiasa cobaan menimpa seorang mukmin dan mukminah pada tubuhnya, harta dan anaknya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).

Adapun hikmah bagi yang lainnya, adalah menumbuhkan jiwa sosial, kasih sayang, dan solidaritas untuk membantu mereka yang terkena musibah. Bahwa sesungguhnya manusia asalnya satu dan bersaudara. Karena itu, jauhi persengketaan, pertikaian dan perceraiberaian. Satukan langkah, motivasi, dan tujuan, menghamba kepada Allah secara terpimpin dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Bantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah dan bencana dengan dukungan doa, moral, material, dan apa yang kita bisa.

Karena itu, marilah kita jangan terlalu bersedih, berduka, atau nestapa berkepanjangan tiada tara. Yakinkan diri dan mantapkan hati bahwa semua atas kehendak-Nya.

Menunjukkan betapa dha’ifnya diri ini dan betapa mahakuasanya Ilahi Robbi.

Begitu sangat terasa bernilainya solidaritas duka cita itu, walau hanya ucapan belasungkawa, kiriman doa, apalagi datang bertakziyah langsung. Sebuah hiburan sangat berharga, sebab keluarga yang terkena musibah sesungguhnya tidak sedang memerlukan harta, pangkat dan kedudukan atau hiburan duniawi lainnya. Namun ia membutuhkan doa, semangat, motivasi, dan support dari sesamanya, baik langsung ataupun melalui media sosial di jaman gadget saat ini.

Tetaplah kita bersemangat dan tumbuhkan kekuatan untuk melanjutkan segala warisan kebaikan dan mengambil berbagai hikmah dibalik musibah. Aamiin. (A/RS2/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.