Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Bulan Syawwal mengiringi Idul Fitri di Indonesia sangat identik dengan mudik dan halal bi halal, sebagai bagian dari nilai-nilai silaturahim. Silaturahim menyambung tali persaudaraan yang telah lama tak bersua, mengikat yang lama terputus, dan menghubungkan yang telah begitu lama renggang.
Tawa dan canda ria pun mengiringi momen-momen pertemuan tahunan itu. Di rumah, di mushola dan masjid, di taman hingga di gedung-gedung pertemuan.
Segala khilaf, kekeliruan, kesalahan, dendam, amarah, melebur dalam kata-kata “Mohon Maaf Lahir dan Batin”.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Ya, momentum silaturrahim edisi Syawal hanyalah sebagian saja dari kegiatan pertemuan bernuansa ibadah.
Memang demikianlah, manusia-manusia yang semakin bertambah julmahnya, Allah anjurkan untuk terus meningkatkan takwa kepada-Nya dan menjalin silaturrahim.
Allah menyebutkan di dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا
Artinya: “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa’ [4]: 1).
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Pada Surat An-Nisa ayat pertama ini disebutkan bahwa Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk bertakwa kepada-Nya, yaitu beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Serta menyadarkan mereka tentang kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari satu jiwa, yaitu Adam. Kemudian darinya Allah menciptakan isterinya, yaitu Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Kemudian dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang banyak, hingga kini. Semua anak cucu Adam-Hawa itu ditebarkan di berbagai pelosok penjuru dunia dengan perbedaan golongan, sifat, warna kulit dan bahasa mereka. Setelah itu, hanya kepada-Nya tempat kembali dan tempat berkumpul.
Allah pun selanjutnya menyebutkan agar anak cucu manusia itu bertakwa kepada Allah, yang dengan mempergunakan nama-Nya manusia saling meminta satu sama lain, dan melakukan hubungan silaturrahim.
Imam Adh-Dhahhak menjelaskan bahwa maksudnya adalah bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan-Nya kalian saling mengikat janji dan persetujuan, serta takutlah kalian memutuskan silaturahim. Berupayalah kalian untuk berbuat baik dan menyambungnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Sekaligus ayat ini menunjukkan dan mengingatkan bahwa asal penciptaan manusia itu adalah dari satu ayah dan satu ibu, agar sebagian mereka berkasih sayang dengan sebagian yang lainnya. Bukan saling bermusuhan apalagi sampai menumpahkan darah.
Sebab sesungguhnya semuanya adalah dalam penjagaan dan mengawasi Allah. Begitu bunyi akhir Surat An-Nisa ayat pertama tersebut.
Dalam riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa dalam khutbah akan nikah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain membaca ayat ini.
Begitulah, dengan silaturrahim Allah menjanjikan keberkahan dan pengaruh atau usia panjang bagi siapa yang memeliharanya.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Seperti disebutkan di dalam hadits:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Siapa saja yang ingin diluaskan rezkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pada riwayat lain disebutkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” (H.R. Muttafaq ‘Alaihi).
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Semoga tali persaudaraan bukan hanya berawal dan berakhir pada momentum Syawwal saja. Namun terus berlanjut seterusnya setiap waktu dan kesempatan yang ada. Aamiin. (RS2/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata