Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sinyal-Sinyal Kehancuran Zionis Israel Semakin Nyata

Widi Kusnadi Editor : Rendi Setiawan - Rabu, 17 Juli 2024 - 23:03 WIB

Rabu, 17 Juli 2024 - 23:03 WIB

81 Views

ilustrasi bendera Israel yang terbakar kengisyaratkan kehancuran bangsa tersebut (foto: Fb)

Bagi umat Islam, kehancuran Zionis Israel merupakan sebuah kepastian. Berita kehancurannya termaktub dalam kitab sucinya, Al-Qur’an, juga dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam. Dikisahkan, ada sekelompok golongan yang akan menghancurkan mereka, sehingga Zionis Israel menjadi makhluk yang hina.

Menurut Syeikh Bayuth at-Tamimi, Imam Besar Masjidil Aqsa, tahun 1960-an, dalam bukunya “Israil fil Qur’an” (1975) mengatakan, yang akan mampu mengalahkan Zionis Israel adalah “Ibadalana uliy ba’sin syadid. “Hamba-hamba Kami (Allah Subhanahu wa Ta’ala), yang memiliki fisik kuat, mental sehat, dan intelektual hebat.” (QS. Al-Isra [17]: 5).

Sementara menurut Sayyid Quthb dalam kitab tafsirnya “Fi Dzilalil Qur’an” menyatakan bahwa Surah Al-Isra’ mengabarkan kehancuran suatu bangsa yang berbuat zalim lagi sombong. Hal itu tercermin dalam potret kepongahan yang dipraktekkan oleh Zionis Israel yang menduduki tanah milik bangsa Palestina.

Dalam konteks saat ini, prediksi kehancuran Zionis Israel justru datang dari para tokoh-tokoh mereka sendiri, terutama para mantan pejabat yang telah merasakan betul bagaimana pahitnya mengelola pemerintahan yang rasis, diskriminatif, dan dimusuhi berbagai bangsa di dunia karen akejahatan mereka yang sudah tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Seorang veteran militer Zionis Israel, Mayor Jenderal (Purn) Itzhak Brik memprediksi, bahwa negaranya akan segera mengalami kehancuran yang mengerikan dan keruntuhan. Hal itu karena perang yang tidak kunjung usai.

Itzhak Brik menyampaikan prediksinya itu melalui sebuah artikel di surat kabar Israel, Haaretz. Ia menulis bahwa pertempuran di Gaza yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 lalu hingga saat ini akan berubah menjadi perang gesekan-gesekan antar elit Israel, yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan bagi negara itu.

Sementara itu, mantan Wakil Perdana Menteri Israel, Avigdor Lieberman juga mengatakan hal yang sama. Lieberman mengatakan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sedang menjerumuskan Israel menuju kehancuran dan ia tidak tahu bagaimana mengelola kondisi terkini negaranya.

Lieberman menambahkan, Netanyahu kini hanya berusaha memastikan bahwa ia tetap berkuasa selama mungkin. Israel saat ini sedang menghadapi apa yang disebutnya sebagai ancaman eksistensial, dan sedang mengalami krisis multidimensi, politik, ekonomi dan keamanan, yang merupakan krisis terbesar sejak berdirinya negara tersebut.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Senada dengan para pejabatnya, sejarawan Israel, Illan Pappe menunjukkan lima tanda kehancuran Zionis Israel yang sudah di depan mata:

Pertama, perang saudara antara orang-orang Yahudi yang dimulai antara Yahudi sekuler dan religius di Israel sebelum serangan 7 Oktober.​

Pappe mengatakan masyarakat sekuler, yang sebagian besar adalah orang Yahudi Eropa, bersedia terus menindas Palestina dengan cara apa pun, demi mengejar kehidupan yang liberal dan bebas.

Sementara aliran teologis yang memiliki organisasi bernama Negara Yehuda yang  dimulai di pemukiman Tepi Barat mencoba mengubah Israel menjadi rezim yang religius, Yahudi, dan rasis.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Kedua, adanya dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap isu Palestina di seluruh dunia dan kesiapan sebagian besar anggota gerakan solidaritas untuk menerapkan model perjuangan melawan diskriminasi rasial – yang membantu menggulingkan sistem apartheid di Afrika Selatan – adalah bagian dari gerakan boikot terhadap Israel dan penarikan modal dari wilayah pendudukan.

Aksi demonstrasi ibarat badai besar yang terus melanda di setiap negara. Banyak warga ikut turun ke jalan demi untuk menyuarakan pembelaan terhadap Palestina yang terjajah.

Meski aksi itu bisa menelan banyak korban tapi tidak menjadi soal selama Palestina belum lagi bebas dari belenggu Zionis Israel.

Ketiga, dalam bidang perekonomian. Dengan adanya kesenjangan kelas yang tajam di Israel, dan setiap tahun jumlah mereka yang berisiko mengalami kemiskinan di Israel meningkat.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Meskipun biaya yang dikeluarkan untuk perang setelah tanggal 7 Oktober sangat besar dan bantuan Amerika terhadap Israel tidak akan menjamin masa depan perekonomian rezim Zionis yang sangat suram.

Keempat, adanya ketidakmampuan tentara Israel mendukung komunitas Yahudi di selatan dan utara. Setidaknya sebanyak 120.000 orang telah melarikan diri dari bagian utara wilayah pendudukan, yang semuanya adalah orang Yahudi dari Galilea. Tapi  tidak ada satu pun pengungsi Palestina di antara mereka.

Kabinet Israel belum mampu memberikan dukungan kepada keluarga Zionis yang tewas dan terluka setelah insiden 7 Oktober. Maka tak heran banyak orang tua yang kecewa yang anak-anaknya dipaksa ikut wamil (wajib militer) perang melawan Hamas.

Saat anak-anak mereka tewas di medan perang, pemerintah cuci tangan. Tentu saja hal ini menuai kritik dari setiap warga yang anaknya dipaksa terjun ke medan perang.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Kelima, adalah posisi generasi baru Yahudi, khususnya Yahudi Amerika. Mereka tidak setuju dengan gagasan generasi tua yang menganggap Israel akan melindungi mereka dari genosida atau gelombang anti-semitisme lainnya.

Saat ini, generasi baru Yahudi tidak lagi mempercayai hal ini, dan sejumlah besar dari mereka telah bergabung dengan gerakan solidaritas terhadap Palestina.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Internasional
Palestina
Eropa
Internasional