‘Sisi Lain’ Asian Games 2018

Oleh: Rendy Setiawan, Wartawan MINA

Menjadi bagian dari perhelatan pesta olahraga terbesar se-Asia, 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang sangatlah membanggakan dan meninggalkan kesan yang mendalam bagi Indonesia, tak terkecuali bagi seorang wartawan.

Singkatnya, cerita Asian Games 2018 tak melulu soal jadwal dan hasil pertandingan hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Ada banyak nan menarik yang membuat masyarakat dari tingkat bawah hingga pejabat atas larut dalam euforianya.

Euforia ‘langka’ dari even ini bisa jadi akan dirasakan kembali oleh masyarakat Indonesia berpuluh-puluh tahun kemudian. Maka tak heran jika masyarakat kita sangat antusias mengikuti setiap pertandingan baik yang datang secara langsung ke venue-venue maupun yang memantaunya melalui media daring, televisi, dan lainnya.

Pada opening ceremony misalnya. Puluhan ribu masyarakat dari berbagai kalangan tumpah ruah memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), bahkan hingga meluber ke luar stadion. Ini adalah bukti soheh betapa Asian Games 2018 telah berhasil menyatukan elemen masyarakat kita di tengah jurang perbedaan politik yang sedang membuncah.

Ternyata, Asian Games 2018 bukan hanya berhasil menyatukan masyarakat di kalangan biasa, tetapi juga berhasil menyatukan dua sentral elit politik yang selama ini dikenal seperti air dan minyak, susah disatukan.

Adalah Hanifan Yudani Kusumah, atlet peraih medali emas di kelas C (55kg – 60kg) yang berhasil menyatukan Presiden Joko Widodo dan Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto.

Momen tersebut menjadi catatan sejarah yang hebat bagi nuansa demokrasi Indonesia sebelum keduanya berebut menjadi orang nomor satu di negeri ini dalam beberapa bulan ke depan. Tak ayal, banyak tokoh yang mengabadikan momen itu dan mendoakan persatuan Indonesia terus terjaga dan langgeng.

Di ranah internasional, even ini juga berhasil memadamkan sejenak api perseteruan antar dua negara tetangga Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) yang telah berpuluh-puluh tahun berseteru tiada henti. Mereka sepakat untuk bersatu di bawah bendera Unifikasi Korea selama Asian Games 2018.

Dua negara tetangga ini juga berpawai bersama dalam upacara pembukaan pada 18 Agustus dan upacara penutupan, 2 September di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta. Momen langka tersebut merupakan komitmen Korut dan Korsel dalam kerja sama di bidang olahraga.

Kabar gembira itu langsung disambut baik oleh Dewan Olimpiade Asia (OCA). OCA memuji kerja sama dan bersatunya Korea Utara dan Korea Selatan dalam ajang pertandingan olahraga terbesar se-Asia tersebut.

“Kami sangat senang dan bangga bahwa Asian Games dapat berkontribusi pada proses perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Direktur Jenderal OCA, Husain Al Musallam pada acara pembukaan, Sabtu (18/8) lalu.

“Tim Korea bersatu kembali menorehkan sejarah dengan berkompetisi bersama untuk pertama kalinya di Asian Games 2018. Kami menantikan untuk melihat tim lain beraksi dalam beberapa hari mendatang,” lanjutnya.

Kenyataan itu terlihat pertama kali ketika tim basket putri Korea berlaga pada Grup A Asian Games di Basket Hall Gelora Bung karno, Rabu (15/8) malam, saat melawan timnas basket putri dari  Indonesia.

Sementara bagi pemerintah kita, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan budaya-budaya Indonesia di mata dunia. Ini adalah ajang ‘menaikkan’ derajat dunia olahraga Indonesia yang selama ini belum terlalu dipandang.

Menurut Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi, salah satu alasan Indonesia berani mengajukan diri sebagai tuan rumah olimpiade 2032 adalah karena keberhasilan dan kesuksesan menyelenggarakan Asian Games 2018 ini.

Dampak

Penyelenggaraan pesta olahraga tingkat internasional yang diwarnai kejadian spektakuler dan sejumlah momen ‘tak disangka’ yang mengundang decak kagum tersebut, tak akan berjalan dengan baik kalau tak disokong oleh anggaran dana yang kuat.

Jika menggunakan hitung-hitungan kasar, kebutuhan pendanaan ada banyak macamnya. Mulai dari acara pembukaan hingga penutupan, biaya pembuatan venue baru, renovasi infrastruktur baik di Jakarta dan Palembang dan sebagainya.

Dari kesemuanya itu, maka menyisakan satu pertanyaan, seberapa dalam kantong yang dirogoh pemerintah?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merinci setidaknya pemerintah mengucurkan total dana hingga Rp 24 triliun. Penyelenggaraan event Asian Games 2018 tersebut dibiayai dari APBN 2015-2018, yang dikelola Inasgoc bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Penyelenggaraan event Asian Games dibiayai oleh APBN 2015-2018 sebesar Rp 8,2 triliun yang dikelola Inasgoc bersama Kemenpora. Dana tersebut digunakan Inasgoc untuk seluruh persiapan, pembukaan, penyelenggaraan, hingga penuntasan penyelenggaraan Asian Games.

Dana tersebut termasuk bonus bagi atlet, pelatih dan official yang mencapai Rp 210 miliar. Pembinaan atlet memang memerlukan waktu panjang untuk latihan di dalam dan luar negeri. Hasil Asian Games 2018 menjadi batu loncatan untuk menuju Olimpiade 2020.

Selanjutnya untuk investasi sektor konstruksi sekitar Rp 13,7 triliun. Dana tersebut dikeluarkan untuk kota Jakarta dan Palembang. Pembiayaan dari APBN untuk sektor ini juga telah disiapkan sejak 2015 hingga 2018.

Pertanyaan lain kemudian muncul, lalu berapa keuntungan yang diperoleh Indonesia?

Meski pemerintah belum mengeluarkan angka pasti, namun perkiraan dampak dari ajang Asian Games 2018 mencapai Rp 45 triliun. Itu termasuk dampak langsung maupun tak langsung.

Danny Buldansyah, Direktur Media dan Humas Inasgoc menjelaskan, dampak langsung pendapatan dari ajang tersebut berasal dari uang yang dikeluarkan turis asing. Baik itu menginap di hotel, makanan atau membeli buah tangan. Itupun untuk prakiraan laporan awal yang menyebut jumlah turis asing yang datang mencapai 200.000 orang. (A/R06/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)