Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Skandal Beras Premium Palsu, MUI: Dosa Besar dan Haram Hukumnya

Zaenal Muttaqin Editor : Widi Kusnadi - 32 detik yang lalu

32 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi (Foto: General AI)

Jakarta, MINA – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam praktik curang pedagang yang mengoplos beras biasa lalu menjualnya dengan label premium.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menegaskan bahwa tindakan itu tidak hanya melanggar etika dagang, tapi juga masuk dalam kategori dosa besar dalam Islam.

“Pedagang yang mengoplos beras dan menjualnya sebagai premium telah melakukan penipuan (taghrir),” kata Kiai Miftah, Selasa (22/7), seperti dikutip dari laman MUI Digital.

Ia menyebut praktik tersebut merugikan banyak pihak dan mencerminkan kerusakan moral pelakunya.

Baca Juga: Gubernur Abdul Wahid: Viralnya Pacu Jalur Jadi Titik Balik Promosi Budaya Riau

Mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, Kiai Miftah mengingatkan ancaman serius bagi pelaku penipuan. “Barang siapa menipu, maka dia bukan dari golonganku.” (HR Muslim).

Menurutnya, pedagang seperti itu bukan hanya haram rezekinya, tetapi juga terputus dari keberkahan hidup.

Kiai Miftah menjelaskan bahwa kejujuran adalah fondasi utama dalam perdagangan. Selain membangun kepercayaan pelanggan, kejujuran juga menjaga keberkahan rezeki.

“Banyak dalil agama yang menekankan pentingnya etika dalam berdagang, termasuk larangan menindas yang lemah atau mengeksploitasi kondisi sulit orang lain demi keuntungan sepihak,” ujarnya.

Baca Juga: Peluang Beasiswa S2-S3 di Dalam dan Luar Negeri, Cek Infonya di Sini

Ia mencontohkan praktik istighlal (eksploitasi), seperti memberikan pinjaman berbunga tinggi atau membeli gabah petani dengan harga murah saat panen sebagai bentuk ketidakadilan dalam ekonomi.

Di sisi lain, Kiai Miftah menekankan bahwa bekerja mencari nafkah sejatinya merupakan bentuk ibadah. Bahkan, seseorang yang wafat saat bekerja disebut mati syahid.

“Allah mencintai orang yang bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya. Apapun bidangnya—pertanian, perdagangan, produksi—asal dijalankan dengan jujur dan niat yang lurus,” pungkasnya. []

Mi’raj News Agency (MINA) 

Baca Juga: Indonesia-Yordania Bahas Kerja Sama Pendidikan

Rekomendasi untuk Anda