Roma, 28 Muharram 1437/10 November 2015 (MINA) – Skandal Vatikan kembali memanas setelah Kamis (5/11) lalu, dua jurnalis Italia menerbitkan buku tentang skandal yang membelit Gereja Katholik Roma. Buku tersebut berjudul Merchants in the Temple karya Gianluigi Nuzzi dan Ketamakan karya Emiliano Fittipaldi.
Sebelumnya, Paolo Gabriel, anggota rumah tangga kepausan, ditangkap karena diduga mencuri dan membocorkan dokumen rahasia Vatikan. Paolo membocorkannya kepada jurnalis Italia dan membuat seluruh dunia terkejut.
Dokumen itu memuat tentang kebobrokan pengelolaan keuangan Gereja Katolik Roma. Terkait transparansi dana, anggaran belanja yang canderung boros, korupsi, dan berbagai intrik perebutan kekuasaan. Uang yang seharusnya digunakan untuk pelayanan umat seperti menolong fakir miskin malah digunakan untuk membiayai kehidupan mewah beberapa kardinal. Bahkan, menurut buku Fittipaldi, Ketamakan, dana yang bersumber dari sebuah yayasan rumah sakit anak di Roma digunakan untuk membayar pemugaran apartemen seorang kardinal senior.
Pembocoran dokumen dan penangkapan Gabriel itu dikenal dengan sebutan skandal “Vatileaks”. Gabriel akhirnya dijebloskan ke penjara karena diduga menjadi pelaku yang membocorkan dokumen tersebut. Dugaan ini menguat karena hanya dialah satu-satunya orang yang dapat keluar masuk ruang kerja Paus dengan leluasa.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Hal tersebut tentu mengundang keprihatinan masyarakat dunia khususnya umat Katolik. Skandal ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, beberapa tahun lalu terjadi pelecehan seksual oleh para rohaniawan dibeberapa negara seperti Jerman, Irlandia, Denmark dan lain-lain. Awalnya para korban takut untuk melaporkan kejahatan tersebut.
Tapi setelah salah seorang korban melapor, korban lainnya pun mulai memberanikan diri untuk mengadukan kasus tersebut. Di Austria, Uskup Agung Kardinal Christophe Schoenborn menyatakan bahwa pihak gereja juga harus mengemban tanggungjawab karena kurang serius dalam menanggapi laporan-laporan pelecehan. Dia melontarkan pernyataan itu saat memimpin misa bagi para korban pelecehan seksual.
Kemudian Paus Benediktus XVI juga mencela para uskup di Irlandia karena seolah-olah tidak serius dalam menanggapi sejumlah kasus perkosaan anak-anak. Di Jerman pun sampai dibuat hotline khusus sebagai tempat melapor para korban pelecehan agar dapat ditindaklanjuti dengan cepat.
Yang sangat disayangkan adalah rohaniawan Vatikan cenderung menutup-nutupi skandal ini.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Ditambah dengan skandal munculnya rohaniawan yang mengaku gay pada gereja Vatikan. Padahal saat itu tengah marak homophobia dikalangan Katolik. Banyaknya skandal yang menimpa Vatikan ini diduga menjadi salah satu sebab pengunduran diri Paus Benediktus XVI.
Setelah mudur, ia digantikan oleh Paus Fransiskus dari Argentina. Sebagai pribadi yang sederhana, ia mencoba untuk mereformasi keuangan di Vatikan. Menurutnya, perusahaan paling kecil sekalipun dapat melakukan kejelasan keuangan. “Kita harus melakukannya, tidak berlebihan untuk mengatakan sebagian besar pembelanjaan Takhta Suci sudah di luar kendali.”
Paus juga menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di Lapangan Santo Petrus, Vatikan dalam pertemuan umum mingguan, terkait skandal yang terjadi.(T/M02/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan