Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Smotrich: Israel Tolak Normalisasi dengan Saudi jika Harus Ada Negara Palestina

sri astuti Editor : Rudi Hendrik - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views

Menteri Keuangan Israel dan pemimpin Zionisme Nasional, Bezalel Smotrich, (Foto: Anadolu)

Tel Aviv, MINA – Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan, Israel akan menolak perjanjian normalisasi apa pun dengan Arab Saudi jika mengharuskan pembentukan negara Palestina.

Berbicara kepada Bloomberg, menteri sayap kanan ekstrem itu mengatakan: “Jika itu menjadi penghalang, kesepakatan itu akan gagal.”

Tahun lalu, Tel Aviv dan Riyadh terlibat erat dalam pembicaraan untuk menormalisasi hubungan, dalam sebuah proses yang didukung oleh Washington dan dipuji sebagai potensi perubahan besar di kawasan tersebut.

Namun, setelah banyak penundaan dan ketidaksepakatan, pembicaraan akhirnya gagal setelah Israel melancarkan kampanye pemboman baru di Gaza dan invasi militer ke Jalur Gaza yang terkepung, yang telah digambarkan sebagai genosida oleh Amnesty International.

Baca Juga: Hamas Kutuk Agresi Penjajah Israel terhadap Suriah

Smotrich mengatakan kepada Bloomberg ia yakin pemerintahan Trump yang akan datang “memahami kewajiban untuk memastikan keberadaan Israel di masa depan”, dengan menolak solusi dua negara.

Menurut Times of Israel, sikap ini kontras dengan pemerintahan Biden dan upaya internasional, yang mendukung pemberdayaan Otoritas Palestina (PA) untuk akhirnya memerintah Gaza setelah perang.

Smotrich dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menentang penguatan PA, menyamakannya dengan Hamas. Sebaliknya, Netanyahu telah menyarankan negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan UEA dapat membantu mengelola Gaza pasca perang. Namun, negara-negara regional secara konsisten menolak untuk berpartisipasi dalam rekonstruksi atau tata kelola Gaza tanpa keterlibatan PA.

Di Tepi Barat, Smotrich mengonfirmasi bahwa sekitar 160.000 warga Palestina yang dilarang bekerja di Israel sejak Oktober 2023 tidak akan diizinkan untuk kembali.

Baca Juga: Pemukim Yahudi Ekstremis Rebut Rumah Warga Yerusalem di Silwan  

Gubernur Bank Israel Amir Yaron telah memperingatkan tentang dampak ekonomi dari keputusan ini khususnya di sektor konstruksi Israel, tetapi Smotrich membela langkah tersebut sebagai pengorbanan jangka pendek yang diperlukan untuk keuntungan jangka panjang, dengan mengklaim hal itu akan mengarah pada teknologi dan produktivitas bangunan yang lebih baik.

Meskipun ada penurunan peringkat kredit Israel baru-baru ini oleh lembaga-lembaga besar, Smotrich bersikeras bahwa ekonomi tetap kuat. Ia menunjuk pada kenaikan nilai tukar shekel terhadap dolar baru-baru ini sebesar delapan persen dan menepis kekhawatiran Dana Moneter Internasional (IMF) dan lembaga pemeringkat kredit sebagai kesalahpahaman tentang kekuatan ekonomi Israel.

“Perekonomian berjalan jauh lebih baik dari yang diperkirakan,” katanya.

Israel melancarkan perang genosida di Jalur Gaza pada Oktober 2023, menewaskan lebih dari 44.700 warga Palestina sejauh ini, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan melukai hampir 106.000 orang.

Baca Juga: Media Ibrani: Netanyahu Hadir di Pengadilan Atas Tuduhan Korupsi

Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang mematikannya di Gaza. []

Mi’raj News Agecny (MINA)

Baca Juga: Hamas Sayangkan Terbunuhnya Pejuang Perlawanan di Tepi Barat, Serukan Faksi Palestina Bersatu

Rekomendasi untuk Anda