Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haedar Nashir Tanggapi Putusan MK tentang Aliran Kepercayaan

Syauqi S - Ahad, 12 November 2017 - 17:43 WIB

Ahad, 12 November 2017 - 17:43 WIB

164 Views ㅤ

Haedar Nashir. Istimewa

Haedar Nashir. Istimewa

Surabaya, MINA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) sehingga memperbolehkan penghayat kepercayaan mencantumkan alirannya pada kolom agama di KTP menuai pertanyaan besar dari Muhammadiyah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai Otoritas MK melebihi otoritas Tuhan. Menurutnya, MK sekarang ini menjadi institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Ia merasa khawatir akan ada dampak besar di masa depan menyusul putusan MK tersebut.

Hal itu disampaikan Haedar saat gelaran refleksi Milad Muhammadiyah ke-108 di Aula KH Mas Mansur, Kantor PWM Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Sabtu (11/11/17)

“Kalau ada banyak hal genting baik yang menyangkut substansi dan materi konstitusi, perundang-undangan, nasibnya ada di MK. Begitu juga nanti dalam kemelut kekuasaan. Jika ada Presiden yang menyimpang, ada tahapan-tahapan pada ahirnya nanti ada yang menentukan MK,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi PWM Jatim, www.pwmu.co.

Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan

Haedar lalu membandingkan dengan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pernah berkuasa di zaman Orde Baru yang sekarang hanya menjadi lembaga ad hoc. “Pak Zulkifli Hasan yang jadi Ketua MPR tidak punya kekuasaan. Begitu juga anggotanya,” ujarnya.

Paradoksnya, lanjut Haedar, dulu kita cemas dengan 560 anggota MPR akan berbuat konspirasi, tetapi kita tidak cemas pada sembilan orang, yang punya kekuasaan melebihi Tuhan dalam menentukan sebuah kebijakan, karena tidak dapat digugat.

“Kalau Allah itu Maha Pengampun. Bisa kita tawar. Ada rukshah segala. MK ini tidak ada rukshah,” kata Haedar yang disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.

Bagi Haedar, MK tidak bisa bebas dari kepentingan. “Kami yang belajar ilmu politik tahu persis,” ujarnya. Dia menjelaskan bahwa keputusan sesorang tak lepas dari tafsir yang dimilikinya. “Kalau hakim tunggal, ya tafsir hakim yang akan menentukan hitam putihnya keputusan,” kata dia.

Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi

Selain soal tafsir, Haedar menjelaskan bahwa relasi antara hakim dan latarbelakangnya sangat menetukan keputusan. “Relasi, kalau tidak verbal, itu emosional dengan kekuatan lain. Kalau dia latar belakagnya warna ini, maka warnanya ini,” ujar Haedar memberi contoh.

Menurut Haedar, MK yang terdiri hanya dari sembilan orang, yang umumnya berisi dari ahli-ahli hukum itu, keputusannya tidak lepas dari latar belakangnya.

Keputusan MK soal dibolehkannya penulisan penganut Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa pada kolom Agama pada KTP, tentu tak lepas dari latar belakang para hakim.

Haedar meyanyangkan pejabat yang mengatakan bahwa agama-agama seperti Islam, Kristen, Hindu, atau Budha sebagai agama impor di Indonesia. Sementara yang dianggap asli Nusantara adalah Aliran Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045 

Mmeutuskan hal-hal itu, menurut Haedar tidak cukup dengan pendekatan hukum melainkan harus pula menggunakan sosiologi agama.

“Supaya MK lebih cermat, hati-hati dan memahami persoalan dengan sosiologi hukum yang lebih konperehensif,” pesan Haedar. (R/R11/P1)

Miraj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Antisipasi Kerawanan Pangan, Wamendes PDT Wacanakan Satu Provinsi Satu Desa ICMI

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
MINA Preneur
Indonesia
Dunia Islam
MINA Sport
Indonesia