Sweida, MINA – Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) melaporkan jumlah korban tewas yang mengejutkan, dengan lebih dari 1.000 orang di Provinsi Sweida selama tujuh hari terakhir, menyusul gelombang bentrokan yang intens dan mematikan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Ahad (20/7), Observatorium menyerukan pembentukan komite investigasi PBB yang independen untuk menyelidiki apa yang digambarkannya sebagai “jumlah korban bencana” dan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah tersebut di bawah hukum internasional.
Menurut Observatorium, per 13 Juli, total korban tewas meningkat menjadi 1.017 orang, termasuk 440 orang dari Sweida, di antaranya 104 warga sipil (termasuk enam anak-anak dan enam belas perempuan). Selain itu, 361 personel dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan Umum tewas, termasuk 18 anggota suku Badui dan seorang pejuang Lebanon.
Observatorium juga mendokumentasikan 15 kematian dari Kementerian Pertahanan dan Dalam Negeri akibat serangan udara Israel, bersama dengan tiga orang, termasuk seorang perempuan dan dua orang tak dikenal, yang tewas dalam serangan di gedung Kementerian Pertahanan, dan seorang jurnalis yang tewas dalam pertempuran tersebut.
Baca Juga: Iran Sepakat Lakukan Perundingan Nuklir dengan Eropa Jumat Ini
Lebih lanjut, SOHR mengonfirmasi 194 orang, termasuk 28 perempuan, 8 anak-anak, dan satu pria lanjut usia, dieksekusi mati oleh pasukan keamanan pemerintah. Tiga warga sipil Badui, termasuk seorang perempuan dan seorang anak, dieksekusi oleh pejuang Druze bersenjata.
Provinsi Sweida, yang sebagian besar dihuni oleh komunitas Druze, telah terguncang eskalasi kekerasan yang tajam, yang membuat wilayah tersebut berada di ambang kehancuran.
Provinsi ini hampir sepenuhnya kekurangan air minum, listrik, serta makanan dan pasokan medis penting, dan banyak korban luka tidak dapat mengakses perawatan yang layak.
Rumah Sakit Nasional Sweida dilaporkan kewalahan, dengan fasilitas kamar jenazah yang meluap dan mayat-mayat membusuk di berbagai bagian fasilitas, menciptakan kondisi sanitasi yang memprihatinkan. Akibat kurangnya pasokan medis dan kekerasan yang terus berlanjut, banyak keluarga tidak dapat menguburkan jenazah mereka.
Baca Juga: Langit Madrid Memerah, Kebakaran Hutan Besar Kepung Ibu Kota
SOHR mendesak untuk mengadakan penyelidikan PBB yang imparsial dan independen atas semua pelanggaran yang terjadi sejak eskalasi dimulai. SOHR menyerukan keadilan bagi para korban, terutama dalam kasus eksekusi massal di lapangan dan serangan terhadap warga sipil, serta mendesak kepatuhan terhadap standar-standar kemanusiaan internasional.
SOHR juga memperingatkan, tatanan sosial masyarakat Suriah sedang terkoyak oleh dukungan pemerintah terhadap pejuang suku Arab dan fasilitasi pergerakan mereka melalui pos-pos pemeriksaan negara.
Alih-alih berupaya meredakan krisis dan mencegah pertumpahan darah lebih lanjut, dukungan negara, menurut SOHR, justru berkontribusi pada pendalaman perpecahan dan eskalasi kekerasan.
Provinsi Sweida telah menyaksikan pertempuran sengit dalam beberapa hari terakhir antara faksi-faksi Druze dan kelompok-kelompok suku bersenjata, menambahkan bahwa konfrontasi telah menyebar ke beberapa desa dan kota sejak 13 Juli.
Baca Juga: Gempa Magnitudo 7,4 Guncang Rusia Timur, Peringatan Tsunami Dikeluarkan hingga Hawaii
Meskipun pasukan rezim Suriah dikerahkan untuk menstabilkan situasi, kekerasan meningkat sebelum gencatan senjata dilaporkan diumumkan. PBB menyerukan ketenangan dan menegaskan kembali kewajiban semua pihak untuk melindungi warga sipil berdasarkan hukum internasional.
Sementara itu, Israel melancarkan serangan udara di Suriah selatan, termasuk di dekat Sweida dan Daraa, serta di pusat Damaskus dengan dalih melindungi penduduk Druze dari pasukan rezim Suriah. PBB juga menyatakan keprihatinan atas jatuhnya korban sipil akibat serangan udara tersebut. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Gedung Putih: Presiden Donald Trump Derita Insufisiensi Vena Kronis