Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Solidaritas Umat Islam Sejak Awal Kemerdekaan Indonesia

sajadi Editor : Ali Farkhan Tsani - 18 detik yang lalu

18 detik yang lalu

0 Views

PROKLAMASI kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan kulminasi dari perjuangan panjang melibatkan berbagai elemen bangsa, di mana umat Islam memainkan peran sentral dan multidimensi.

Kontribusi mereka tidak hanya tercatat dalam perlawanan fisik, tetapi juga dalam bidang politik, diplomasi, pendidikan, dan pembentukan karakter nasional.

Akar perjuangan umat Islam sebenarnya telah tertanam sejak masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Perlawanan terhadap penjajah Portugis dan Belanda dipimpin oleh sultan-sultan seperti Sultan Agung dari Mataram, Sultan Hasanuddin dari Makassar, dan Iskandar Muda dari Aceh.

Mereka membuktikan bahwa semangat jihad melawan penjajah telah mengalir dalam darah pejuang Nusantara jauh sebelum Indonesia modern terbentuk. Perlawanan ini menjadi fondasi penting bagi perjuangan kemerdekaan di abad ke-20.

Baca Juga: Ambisi “Israel Raya” Netanyahu, Bahaya Bagi Palestina, Ancaman Bagi Dunia

Memasuki awal abad ke-20, kebangkitan nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran organisasi-organisasi Islam. Sarekat Dagang Islam yang didirikan Haji Samanhudi pada 16 Oktober 1905 (bukan 1911 seperti sering disebutkan) menjadi organisasi modern pertama yang menyatukan pedagang pribumi melawan dominasi ekonomi kolonial.

Perkembangan organisasi ini di bawah kepemimpinan H.O.S. Tjokroaminoto menunjukkan bagaimana Islam menjadi motor penggerak kesadaran berbangsa sekaligus alat perlawanan terhadap penjajahan.

Pengaruh Sarekat Islam tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi. Organisasi ini menjadi wadah pendidikan politik bagi banyak tokoh pergerakan nasional, termasuk Soekarno yang pernah menjadi murid Tjokroaminoto. Konsep-konsep seperti kemandirian bangsa, persatuan nasional, dan anti-penjajahan disebarluaskan melalui jaringan Sarekat Islam yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Fakta ini sering terabaikan dalam penulisan sejarah arus utama yang cenderung menonjolkan peran organisasi lain.

Di bidang pendidikan, munculnya Muhammadiyah pada 1912 dan Nahdlatul Ulama pada 1926 menjadi bukti lain peran strategis umat Islam. Kedua organisasi ini tidak hanya berfokus pada pendidikan agama, tetapi juga membangun sekolah-sekolah modern yang menghasilkan kader-kader terdidik untuk perjuangan kemerdekaan. Tokoh-tokoh seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari memahami betul bahwa kemerdekaan memerlukan kecerdasan bangsa, bukan hanya kekuatan fisik.

Baca Juga: Solidaritas 80 Tahun HUT RI, Bersama Sumud Flotilla Tembus Blokade Gaza

Peran diplomasi internasional umat Islam juga patut mendapat perhatian khusus. Tokoh-tokoh seperti Haji Agus Salim dengan kemampuan bahasa asingnya yang luar biasa berhasil memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia di forum internasional.

Kunjungan delegasi Indonesia ke negara-negara Timur Tengah berhasil menciptakan solidaritas kuat dari dunia Islam terhadap perjuangan Indonesia. Diplomasi ini menjadi faktor penting yang memaksa Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.

Momentum penting terjadi pada 22 Oktober 1945 ketika KH Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar NU mengeluarkan Resolusi Jihad. Fatwa ini bukan hanya memicu semangat pertempuran 10 November di Surabaya, tetapi juga menegaskan posisi ulama sebagai garda terdepan perjuangan kemerdekaan. Resolusi ini menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai Islam mampu menggerakkan massa untuk mempertahankan tanah air.

Pembentukan laskar-laskar Islam seperti Hizbullah dan Sabilillah menunjukkan peran militer umat Islam dalam revolusi fisik. Laskar-laskar ini tidak hanya berperang melawan tentara Sekutu dan Belanda, tetapi juga berhasil memadamkan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Pelatihan militer yang diberikan kepada para santri membuktikan bahwa pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga kawah candradimuka pejuang kemerdekaan.

Baca Juga: Merawat Rahmat Kemerdekaan Republik Indonesia

Peran pemuda Islam dalam detik-detik proklamasi sering terlupakan. Konferensi Pemuda di Bandung pada Maret 1945 yang diprakarsai tokoh-tokoh seperti Anwar Tjokroaminoto dan Isa Anshary menjadi momentum penting yang mendorong percepatan kemerdekaan. Peristiwa Rengasdengklok sebenarnya merupakan implementasi dari keputusan konferensi ini, meski dalam buku-buku sejarah peran pemuda Islam ini jarang disebutkan.

Pasca proklamasi, umat Islam terus berperan aktif dalam mempertahankan kemerdekaan. Tokoh-tokoh seperti Ki Bagus Hadikusumo dan KH Wahid Hasyim terlibat dalam berbagai perundingan penting. Sementara di medan perang, laskar-laskar Islam menjadi tulang punggung perlawanan terhadap agresi militer Belanda. Perlawanan heroik di berbagai daerah seperti di Surabaya, Bandung, dan Medan tidak bisa dilepaskan dari peran aktif umat Islam.

Dalam proses pembentukan negara, umat Islam memberikan kontribusi besar melalui BPUPKI dan PPKI. Tokoh-tokoh Islam berhasil memastikan bahwa dasar negara yang akan dibentuk tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Meski terjadi perdebatan sengit tentang bentuk negara, akhirnya disepakati rumusan Pancasila yang bisa diterima semua pihak, dengan sila pertama sebagai pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pengaruh umat Islam juga terlihat dalam pembentukan tentara nasional. Banyak mantan anggota laskar Hizbullah dan Sabilillah yang kemudian bergabung dengan TNI. Nilai-nilai disiplin dan semangat juang yang ditanamkan di pesantren menjadi modal penting dalam membentuk tentara profesional. Jenderal Sudirman sendiri mengakui kontribusi besar laskar-laskar Islam dalam membentuk karakter tentara Indonesia.

Baca Juga: Megah di Panggung, Hampa Substansi, Kritik atas Pertemuan Trump–Putin di Alaska

Di bidang sosial dan budaya, umat Islam melalui organisasi seperti Muhammadiyah dan NU mendirikan berbagai lembaga pendidikan, rumah sakit, dan panti asuhan. Lembaga-lembaga ini tidak hanya membantu masyarakat di masa sulit, tetapi juga menjadi alat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang diberikan tidak hanya terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu umum yang diperlukan untuk membangun negara merdeka.

Peran perempuan muslimah dalam perjuangan kemerdekaan juga patut dicatat. Tokoh-tokoh seperti Nyai Khoiriyah Hasyim dan Rahmah El Yunusiyah membuktikan bahwa perempuan Islam juga aktif berjuang, baik di bidang pendidikan maupun perlawanan fisik. Mereka mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan dan terlibat dalam kegiatan sosial untuk membantu para pejuang.

Dalam bidang ekonomi, koperasi-koperasi yang didirikan organisasi Islam menjadi alat penting untuk melepaskan ketergantungan dari ekonomi kolonial. Gerakan swadesi yang digalakkan Sarekat Islam di awal abad 20 menjadi cikal bakal kemandirian ekonomi bangsa. Semangat ini terus dikembangkan pasca kemerdekaan melalui berbagai koperasi dan usaha mandiri.

Pengaruh Islam juga terlihat dalam kebudayaan nasional. Seni dan sastra yang berkembang selama revolusi banyak mengandung nilai-nilai Islam. Lagu-lagu perjuangan yang digubah komponis muslim mengandung semangat jihad dan cinta tanah air. Karya sastra dari penulis muslim turut membangun semangat nasionalisme di kalangan rakyat.

Baca Juga: Delapan Agenda Prioritas Prabowo, Antara Ambisi dan Tantangan Implementasi

Di tingkat internasional, solidaritas negara-negara Islam terhadap Indonesia sangat membantu perjuangan diplomasi. Dukungan dari Mesir, Arab Saudi, dan negara Islam lainnya menjadi faktor penting dalam pengakuan kedaulatan Indonesia. Konferensi Asia Afrika yang digagas Indonesia juga tidak lepas dari jaringan diplomasi dengan negara-negara Islam.

Pembukaan UUD 1945 yang menyebut “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” bukan sekadar formalitas, tetapi pengakuan hakiki terhadap peran sentral umat Islam. Nilai-nilai Islam telah menjadi ruh perjuangan kemerdekaan, meski Indonesia akhirnya memilih menjadi negara yang tidak berdasarkan agama tertentu. Ini menunjukkan kearifan tokoh-tokoh Islam dalam memahami realitas bangsa yang majemuk.

Sayangnya, banyak kontribusi umat Islam ini kurang mendapat tempat dalam penulisan sejarah resmi. Dominasi penulisan sejarah dari perspektif tertentu telah mengaburkan peran penting elemen Islam dalam perjuangan bangsa. Sudah saatnya dilakukan rekonstruksi sejarah yang lebih adil dan komprehensif.

Sebagai bangsa yang besar, kita perlu mengingat dan menghargai setiap elemen yang telah berjuang untuk kemerdekaan. Umat Islam dengan segala peran multidimensinya telah memberikan kontribusi tak ternilai dalam membentuk Indonesia merdeka. Nilai-nilai perjuangan ini harus terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi muda agar mereka memahami betapa berat perjuangan untuk mencapai dan mempertahankan kemerdekaan. []

Baca Juga: Kemerdekaan Indonesia, Palestina, dan Keadilan Global

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
MINA Edu
Kolom