Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sony Sugema, Guru Inovatif dan Pengusaha Dermawan yang Cinta Al-Aqsha

Ali Farkhan Tsani - Senin, 1 Februari 2016 - 13:20 WIB

Senin, 1 Februari 2016 - 13:20 WIB

631 Views

sony ihsan siti 2

H. Abdurrahman Sony Sugema (alm, kiri) bersama putera sulungnya Ihsan Ibadurrahman dan isterinya Siti Romelah. (Dok. Pribadi)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Suatu ketika, H.Abdurahman Sony Sugema semasa hidupnya pernah menulis di jejaring sosialnya, “Ujian sakit memang berat. Namun ujian sehat jauh lebih berat lagi. Lebih berat bersyukur di kala sehat daripada bersabar di kala sakit.”

Lalu ia melanjutkan lagi, “Bahagia dibeli dengan rasa sakit. Siapa yang bersabar menahan rasa sakit, dia pasti mendapatkan kebahagaiaan.”

Masih lanjutnya, ”Kehebatan fisik seseorang pasti akan berkurang seiring dengan waktu. Namun kehebatan budi perkerti seseorang yang bijak justru semakin menawan seiring dengan usianya. Bahkan akan terus dibicarakan dan diingat manusia walaupun dia sudah tiada.”

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

“Innaalillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun…”. Sesungguhnya semua milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kita akan dikembalikan.

Tiadanya baru kini terasa bagi orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Ahad 21 Rabi’ul Akhir 1437 bertepatan dengan 31 Januari 2016, pagi hari antara pukul 3 hingga 5 pagi WIB, Sony Sugema, dipanggil ke haribaan-Nya, dalam usia 51 tahun, di Rumah Sakit Sentosa Bandung. Ia menghadap Sang Pencipta setelah sebelumnya, walau dalam keadaan sakit pasca operasi jantung, ia melaksanakan shalat tahajud dengan berbaring sekitar pukul 3 dini hari.

Menurut adiknya, Tomy Djatnika, malam itu (malam Ahad), setelah operasi pemasangan ring jantung Jumat sehari sebelumnya, kakaknya tampak membaik. Bahkan masih sempat berbincang-bincang dengan beberapa asatidz sore dan malam itu. Ada Ustaz Ahmad Hudayah, Ustadz Encep Zarkasyi, dan lainnya, termasuk Tomy dan keluarga almarhum.

“Malam itu beliau tidur. Sekitar jam 3 pagi beliau bangun, mau shalat tahajud di pembaringan”, kata Tomy.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Almarhum sempat batuk beberapa kali. Hingga sekitar pukul 5 pagi ketika hendak membangunkan untuk shalat Shubuh, Sony Sugema dengan senyum khasnya, sudah tidak bernafas lagi.

“Beberapa saat sebelum meninggalnya, beliau tampak tersenyum,” ujar Sakuri,SH, besannya dari Jakarta.

Siang itu juga Ahad (31/1/2016) jenazahnya dimakamkan di pemakaman Babakan Priangan, Bandung, tidak jauh dari rumah tinggal semasa hidupnya bercengkerama bersama keluarga tercintanya. Tepat rumahnya di Jalan Babakan Priangan V No. 7, Regol, Kota Bandung, Jawa Barat,

Sakit yang dialaminya sejak beberapa tahun belakangan ini, memang mulai dirasakannya, terutama sakit jantung dan diabetes.

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Ribuan kaum Muslimin dan Muslimat ikut menyalatkan dan mengantarkannya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Ia kini tentu sudah tidak merasakan sakit lagi pascaoperasi. Ia sudah menemukan kebahagiaannya yang sejati di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

“Tiap-tiap kita pun akan mengikutinya, menemui ajal. Hari ini kita berdiri di depan makam saudara kita…. Suatu saat giliran kita. Maka berbekallah dengan taqwa untuk menghadap-Nya……,” nasihat KH Abul Hidayat Saerodjie, Penasihat Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, di pemakaman seusai penguburan.

Almarhum pun seolah ingin menepati ucapannya, “Bahagia dibeli dengan rasa sakit. Siapa yang bersabar menahan rasa sakit, dia pasti mendapatkan kebahagaiaan.”

Salah satu mahasiswi, alumni binaan almarhum, Ani Muliani, sempat optimis ketika operasi ring jantung Jumat itu selesai hingga sehari masa pascaoperasi.

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

“Pak Sony kini telah tiada….. di saat kami optimis bahwa beliau akan lebih sehat dan fit, setelah pemasangan ring tersebut. Bertahun ini, Pa Sony seperti melupakan sakitnya saat setiap ide, gagasan, dan inovasi pendidikan muncul menggelora…. Semoga Allah, memberikan jalan-Nya, memuluskan segala cita-cita dan perjuangan Pak Sony. Aamiin….”.

Ia tentu kini merasakan bahagia karena berjumpa dengan Allah Sang Khaliq, dengan membawa segala amal shalih sepanjang hidupnya.

Almarhum meninggalkan dua isteri, 12 anak dari isteri pertama Ibu Siti Romelah (6 putera dan 6 puteri), dan 2 puteri dari isteri kedua Ibu Ira, serta 9 cucu.

Ucapan belasungkawa dan doa pun datang dari keluarga besarnya, kerabat, alim ulama, asatidz, rekanan, pejabat, tokoh masyarakat dan lainnya dari berbagai kalangan dan wilayah. Ikut serta mengantar jenazah ke pemakaman beberapa alim ulama, kyai, asatidz, guru dan siswa, kaum Muslimin dan Muslimat, dari Bandung dan sekitarnya. Tampak juga dari wilayah Jabodetabek, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Medan, hingga Kalimantan.

Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah

ssc-maxmanroe-300x172.jpg" alt="sony ssc maxmanroe" width="506" height="290" /> H. Abdurrahman Sony Sugema dalam salah satu sessi presentasi SSC. (Dok Maxmanroe)

Guru Inovatif yang Sabar dan Tegar

Sony Sugema, Pendiri dan Pemilik Lembaga Bimbingan Belajar terkemuka di Indonesia, Sony Sugema College (SSC), dikenal sebagai guru inovatif, yang sangat berjasa dalam pencerdasan generasi anak bangsa.

Dalam dunia pendidikan, nama Sony Sugema dikenal sebagai Raja Bimbel. Ini karena kemampuannya mengelola sistem bimbingan belajar  untuk membantu siswa-siswi Sekolah Menengah Atas untuk mempersiapkan diri masuk ke perguruan tinggi favorit di Indonesia.

Sony yang juga membidani Sekolah SD, SMP dan SMA Alfa Centauri di Bandung. Sony sudah sejak SMA , dengan kemampuan Information Technology (IT), mengadakan bimbingan belajar berupa les privat dimulai terhadap teman-teman dan adik-adik kelasnya.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Apalagi sejak kecil memang ayahnya telah meninggal dunia, sehingga ia ‘terpaksa’ harus bekerja untuk membiayai ibunya, membiayai sekolah dirinya dan keempat adik-adiknya.

Saat ia mengenyam pendidikan di jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1982, Sony muda mulai mengelola ‘usaha’ bimbel secara sederhana. Dengan tema yang ia temukan “The Fastest Solution”, cara tercepat mengerjakan soal-soal ujian, ia memformulasikan kreasi bagaimana menghadapi pelajaran yang ‘menyeramkan’ seperti matematika, fisika dan kimia dengan “Learning is Fun” (belajar dengan gembira).

Lembaganya SSC pun mulai berkembang tahun 1990-an, dengan program khusus bimbingan belajar intensif untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Hingga kini SSC yang berpusat di Bandung, berkembang memiliki puluhan cabang di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Bogor, Bandar Lampung dan Bandung sendiri. Ribuan alumni siswa didiknya kini mengenyam pendidikan di perguruan tinggi terkemuka di tanah air seperti di ITB, Unpad, UI, dsb.

Bimbel Online, Try Out Line, Ujian Online tanpa kertas lembar jawaban, Konsultasi Online, dan berbagai program baru yang selalu ia luncurkan tiap tahun, membuatnya menerima berbagai penghargaan dalam dunia pendidikan. Sebut saja Citra Top Executive Indonesia tahun 1997, Alumni ITB Berprestasi tahun 2002 dalam bidang Industri Pendidikan dan masuk dalam 50 Enterprise Semangat Wirausaha Indonesia dari majalah SWA dan Accenture.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Tentu kesuksesan semuanya itu tidak serta merta ia dapatkan, ada tahapan rintisan yang dilaluinya dengan penuh kesabaran, keuletan, bahkan sakit dan terhimpit.

Menurut Sahruddin, pria yang pernah menikahi ibunya, Bu Dewi (almarhumah), bahwa Sony adalah orang yang sabar walau serba kekurangan, di masa awal rumah tangganya.

“Ia pernah mengalami serba kekurangan, pernah hanya mendapatkan apa yang bisa di makan pagi bersama isterinya, dimakan pagi, makan petang hanya untuk petang. Ia tetap sabar dan tegar meski makan seadanya hanya dengan kecap. Dia tetap tangguh,” ujarnya yang kini tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia, mengenang. Ia berpisah dengan Bu Dewi sekitar tahun 1990-an.

Bahkan, katanya, isteri Sony, Siti Romelah, di tahun 1980-an, pernah terjatuh pingsan karena terlalu menahan lapar.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

“Tapi Sony dan isterinya tetap sabar menjalani hidup,” ujarnya.

sony n keluarga

H. Abdurrahman Sony Sugema (alm, tengah duduk) bersama keluarganya. (Dok. Pri)

Bakti dan Dermawan Tanpa Batas

Sesuai nama tambahan yang dilekatkan pada dirinya, Abdurrahman Sony Sugema, ia mewarisi sifat-sifat kedermawanan Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasul yang terkenal dengan jiwa penyantunnya.

Menurut rekan-rekan dekatnya, ada dua keutamaan yang menjadi kunci sukses kehidupan H. Abdurrahman Sony Sugema, yaitu baktinya yang sangat luar biasa terhadap ibunya dan kedermawanannya yang seolah tanpa batas terhadap siapa saja.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

“Beliau hamba yang dermawan dan sangat berbakti kepada orang tuanya,” ujar Arif Rahman Siregar, di jejaring sosial, salah seorang alumni Pesantren Al- Fatah Lampung, yang pernah mengenyam pola pendidikan bimbel SSC Bandung.

Apa yang menjadi nasihat, arahan dan permintaan ibunya semasa hidupnya, selalu almarhum tunaikan dengan tuntas.

Juga bicara soal kedermawanannya, almarhum menurut Ustadz Munif Nasir, Waliyul Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Jawa Barat,  merupakan pribadi yang tidak bisa tenang jika mendengar ada ikhwan atau saudaranya yang kekurangan makan, atau rumahnya mau roboh kecuali setelah ia memberikan bantuan kepada mereka.

“Kas beliau selalu diisi untuk kepentingan jihad bil amwal (pejuangan dengan harta) dalam jumlah yang melebihi kebutuhan wajar,” ujar Munif.

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

Sahrudin, salah satu orang tuanya yang pernah ikut mengawal masa muda almarhum, menyatakan hal serupa, almarhum merupakan sosok dermawan, pemurah dan mengedepankan kepentingan orang lain.

“Kalau mau makan ia biasa meminta isterinya mengecek tetangganya, takut ada yang belum makan. Ini ia lakukan sejak almarhum belum menjadi aghniya (orang kaya),” ujarnya.

Setelah menjadi aghniya, jiwa pemurahnya semakin tumbuh, almarhum biasa memasak untuk tetangganya, 40 rumah ke depan, 40 rumah ke belakang, 40 rumah ke pinggir dan seterusnya.

“Di rumah seperti kenduri saja, malah ada yang membantunya sampai 10 orang, untuk menyediakan makanan itu. Beliau juga senang berpuasa Senin dan Kamis,” ia menambahkan.

Dalam perjuangan ummat dan dakwah Islam, sudah tak terhitung amal jariyah yang Sony Sugema amalkan sepanjang hidupnya yang singkat ini. Beliau merupakan muhsinin (dermawan, donatur) pendukung utama Pesantren Al-Fatah Indonesia, terutama dalam jariyah harta, fasilitas pendidikan, dan pengembangan pendidikan berbasis teknologi informasi.

Ketika Pesantren Al-Fatah Muhajirun, Negararatu, Natar, Lampung Selatan, baru didirikan tahun 1993-1994, Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy allahu yarham, sebagai Pembina Utama Al-Fatah, menyampaikan ‘tantangan’ kepadanya, apakah sanggup ‘memoles’ santri-santri yang notabene tidak pernah mengenyam bangku sekolah formal, dapat masuk perguruan tinggi negeri?

Ia menjawab, “Insya-Allah, bismillah….”. dan memang terbukti, melalui polesan sistem bimbelnya, ketekunannya mengemas program, dan ketawakkalannya kepada kekuasaan Ilahi, mampu mewujudkan impian itu.

“Kita harus berani bermimpi besar dulu, kemudian wujudkan bertahap dari yang kita mampu,” ujar Sony Sugema suatu ketika saat memberikan motivasi pelatihan pendidikan.

Niti Andarti,S.Pd, salah seorang guru yang pernah mengajar di Pesantren Al-Fatah Lampung tahun 1995-an berkomentar di media sosial.

“Masih teringat saat awal-awal Pesantren Al-Fatah, beliau selalu bersemangat melakukan pelatihan-pelatihan untuk asatidz. Tak terhitung ilmu dan biaya yang beliau keluarkan, Insya-Allah beliau husnul khatimah,” ujarnya.

Melalui polesan dingin tangannya, kini ratusan santri lulusan Al-Fatah baik Lampung maupun Bogor, dengan program bimbelnya, dapat melanjutkan kuliah ke berbagai perguruan tinggi negeri terkemuka di tanah air, seperti Kedokteran, Farmasi, Teknik Sipil, Teknik Nuklir, Akuntansi, Kependidikan, dan sebagainya.

Perasaan duka mengguncang dada para asatidz dan orang-orang terdekatnya, atau yang pernah dekat dengan kesehariannya. Tak terkecuali bagi Dedi Turmudzi,MA,TESOL, master bahasa Inggris lulusan salah satu pergururan tinggi di Amerika Serikat.

Ia menulis status di jejaring sosial pribadinya, “Sejak semalam rasanya sedih, padahal ada di kerumunan teman-teman yang sedang bergembira. Ahad siang, berita memilukan masuk lewat akunnya…. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun….Bapak Haji Sony Sugema telah meninggal dunia”.

Ia pun bertutur, almarhum adalah orang pertama yang memberikan pembiayaan pelatihan pengajaran bahasa Inggris kepadanya dan beberapa asatidz lainnya di SSC Bandung tahun 1994.

“Cikal bakal bahasa Inggris yang saya pelajari, yang kemudian saya amalkan di Pesantren Al-Fatah Muhajirun, Natar, Lampung. Alhamdulillah berkah arahan dan bimbingan almarhum, dan beliau membiayai kuliah saya sampai D3, hingga saya kemudian mendapat beasiswa melanjutkan studi ke S1 waktu itu,” katanya.

“Beliau juga donatur utama yang memberikan bantuan dana persiapan saya melanjutkan studi di Amerika. Almarhum pulalah yang memberikan santunan untuk biaya pernikahan saya tahun 1994,” ia mengenang sedih.
Ia sendiri cukup menyesal, dalam beberapa waktu belakangan ini, karena memang jarak dan aktivitas, tidak pernah berjumpa lagi dengan almarhum.

Mendengar kematiannya seusai almarhum melakukan shalat tahajud, Dedi Turmudzi semakin tak kuasa menahan buliran air mata haru.

“Subhanallah…sudah kurang apa beliau,…harta beliau genggam dan tidak pernah selain untuk jihad di jalan Allah. Ilmu beliau peroleh dengan membaca… Kecerdasan beliau tularkan kepada siapa yang mau, tapi masih juga menabung untuk akhirat dengan tahajjud….”.

Ia menyaksikan itu kebiasaan almarhum sejak puluhan tahun ia mengenalnya sebagai sosok guru, pendidik, motivator, orang tua sekaligus ustadznya.

“Saat saya mengikuti pelatihan guru di Bandung tahun 1994, saya sering  melihat beliau shalat tahajjud di sepertiga malam di Pusat Bimbel SSC Dayang Sumbi Bandung,” imbuhnya.

Penulis termasuk yang ikut merasakan langsung kedermawanannya, ketika beberapa tahun lalu saat ditanya ada kendala apa dalam menjalankan amanah keseharian? Penulis pun spontan paling laptop. Tidak mengira, 1-2 hari berikutnya, almarhum melalui kurirnya mengirim laptop buat Penulis. Dan hingga kini…., sebagai wujud amal jariyah yang terus mengalir untuk almarhum, ‘alat perang’ itu masih Penulis gunakan, serta terus dan terus insya-Allah akan Penulis gunakan untuk perjuangan di jalan Allah…

Teringat pada status yang pernah almarhum Sony Sugema tulis di akun pribadinya, “Allah mencintai orang fakir yang rendah hati. Namun lebih mencintai orang kaya yang rendah hati. Allah mencintai orang kaya yang dermawan. Namun lebih mencintai orang miskin yang dermawan. Allah mencintai orang yang sudah tua tapi thaat. Namun lebih mencintai orang muda yang thaat. Allah membenci orang kaya yang sombong. Namun lebih membenci orang miskin yang sombong. Allah membenci orang fakir yang bakhil. Namun lebih membenci orang kaya yang bakhil. Allah membenci pemuda yang durhaka (ma’siat). Namun lebih membenci lagi kepada orang yang sudah tua maksiat….”

sony cinta aqsha

H. Abdurrahman Sony Sugema (alm) tengah memberikan orasi Cinta Al-Aqsha di Jakarta. (Dok Lajnah GFA)

Kecintaannya pada Al-Aqsha

Abdurrahman Sony Sugema, adalah juga salah satu Dewan Imaamah dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), sebuah wadah kesatuan umat Islam yang berupaya menyebarkan dakwah persatuan umat Islam secara terpimpin.

Ia juga semasa hidupnya pernah mengemban amanah sebagai Waliyul Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Jawa Barat, serta sebagai pembina Aqsa Working Group (AWG), sebuah lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Kemerdekaan Palestina.

Aktivitasnya dalam kegiatan ummat dan kemanusiaan, diperkuat dengan kecerdasannya dan kedermawanannya, membuat tertanam dalam jiwanya niat dan tekad untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Masjid Al-Aqsha kembali ke pangkuan kaum Muslimin.

Beliau dengan kecintaannya pada perjuangan, tahun 2006 melakukan ziarah ke Masjid Al-Aqsha, serta mengikuti pendidikan singkat (shortcourse) studi ilmu-ilmu Kepalestinaan di Mu’assasah Al-Quds ad-Dauly Shana’a, Yaman, selama 10 hari tahun 2008, bersama Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy allahu yarham.

Beberapa kegiatan pun ia koordinir semasa hayatnya, seperti penyelenggaraan kegiatan Ta’lim, Tabligh Akbar, Longmarch, Penggalangan Dana, Pemutaran Film, penyelenggaraan Training for Trainer, Seminar Nasional, hingga Konferensi Internasional dengan mengangkat isu pembelaan Al-Aqsha dan solidaritas Palestina.

Seperti saat bertepatan dengan 39 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsha 21 Agustus 2008, dalam Konferensi Internasional Al-Aqsha, di Audhitorium Adhyana Wisma ANTARA Jakarta.

Saat itu, Sony Sugema sebagai Ketua Panitia mengatakan, bahwa konferensi merupakan kelanjutan dari Muktamar Al-Quds di Istambul tahun 2007 yang berisi tekad dan komitmen untuk terus berjuang membebaskan Masjid Al-Aqsha dari penjajahan Zionis Israel, serta berusaha melakukan aksi nyata mengembalikan Al-Aqsha ke pangkuan umat Islam.

“Al-Aqsha adalah lambang kemuliaan dan kehormatan Islam, oleh karena itu harus diperhatikan, dibela dan dijaga oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia secara berjamaah,” ujarnya.

Sony menambahkan, Masjid Al-Aqsha merupakan kiblat pertama umat Islam. Untuk itu, umat Islam tidak boleh membiarkan apalagi melalaikannya dikuasai oleh mereka yang bukan haknya, seperti saat ini Al-Aqsha dijajah Zionis Israel, papar pengagum Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi itu.

Terkini dan terbesar adalah tatkala ia menjadi Ketua Panitia Pelaksana Lokal “International Conference for The Freedom of Al-Quds and Palestine”, di Bandung, 14-15 Sya’ban 1433 / 4-5 Juli 2012.

Lagi-lagi Kapastias ilmu dan kedermawanannya-lah yang menjadikannya menjadi pendukung utama IT saat pendirian Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency disingkat MINA), yang diluncurkan secara resmi dan terbuka (grand launching) di Jakarta, pada 5 Shafar 1434 / 18 Desember 2012.

Menurutnya, jihad melawan kezaliman Zionis melalui media Kantor Berita Islam yang online 24 jam merupakan langkah strategis dan global yang harus dikuatkan.

Maka, entah berapa puluhan juta harta, ilmu dan fasilitas pun ia dermakan demi berjalannya sistem teknologi informasi pada kantor berita Islam MINA tersebut, yang terbit dalam tiga bahasa: Indonesia, Arab dan Inggris. Hal serupa pun ia sumbangkan saat pendirian Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’u Online (SQABM) dan pendirian Masjid An-Nubuwwah di Lampung.

Dan… ternyata pembebasan Al-Aqsha merupakan cita-cita mulianya yang pernah ia nyatakan di Masjid Al-Aqsha saat almarhum berziarah ke negeri para Nabi itu.

“Waktu itu, setelah saya melaksanakan umrah dari Mekkah, saya langsung menuju Masjid Al-Aqsha. Perbedaannya begitu mencolok karena di Makkah kalau shalat harus bedesakan-desakan, sedangkan di Masjid Al-Aqsha sangat menyedihkan, karena lengang dan hanya diisi oleh dua shaf saja, serta dijaga oleh orang-orang Zionis Israel. Maka saat itulah saya bersumpah untuk bisa mengembalikan Al-Aqsha ke pangkuan kaum muslimin,” tutur Rana Al-Mujahid, kader muda binaan almarhum, menirukan tekad almarhum, saat almarhum memberikan materi pada acara Training for Trainer (TfT) Pendalaman Al-Aqsha dan Palestina di Bandung, tahun 2009.

Kepada generasi muda Al-Jama’ah, almarhum sempat memberikan wasiat agar menjaga ketha’atan, seperti disampaikan Ustadz Munif Nasir kader militan binaannya, “Kethaatan dan loyalitas kepada Imaamul Muslimin harus benar-benar dijaga dengan jiwa dan raga. Kita harus melindungi Imaamul Muslimin melebihi para pendekar melindungi kaisarnya”.

Kini, kitalah yang melanjutkan cita-cita dan tekad mulianya terhadap Masjid Al-Aqsha di negeri penuh berkah Palestina.

sony close upTidak Gugur

H. Abdurrahman Sony Sugema Allahu yarham, pernah menulis di dalam akun pribadinya, dengan mencantumkan ayat, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” [Al-Baqarah 15: 4].

Almarhum memberikan komentar, “Ruh mereka langsung ke syurga…. Sambil menanti datangya hari berbangkit, ditempatkan pada burung-burung yang bebas berterbangan di syurga…. Mereka dapat melihat pejuang yang lain di balakangnya, dan ingin kembali berjuang di bumi lalu gugur kembali sebanyak 10 kali. Bagi para pejuang itu, gugur di jalan Allah itu adalah kenikmatan yang tertinggi…..”.

Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur dalam tausiyahnya kepada anak-anak almarhum di Bandung seusai pemakaman, antara lain menyampaikan kewajiban meneruskan amal sholih almarhum.

Subhaanallaah… Allahu Akbar…. Kini komentarnya menjadi kenyataan hidupnya yang sesungguhnya. Beliau telah mendapatkannya, ruhnya tetap hidup di sisi Tuhannya, menuju syurga-Nya, tempat terhormat dan termulia di sisi-Nya. Aamiin ya robbal ‘aalamiin. (P4/P2).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Haji 1445 H
Haji 1445 H
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia