Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sosok Abu Mohammed al-Julani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

Arif Ramdan Editor : Bahron Ans. - Senin, 9 Desember 2024 - 20:48 WIB

Senin, 9 Desember 2024 - 20:48 WIB

93 Views

Abu Mohammed al-Jawlani. (FOTO: Kementerian Informasi Suriah)

BEBERAPA hari terakhir ini, nama Abu Mohammed al-Julani, pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), menjadi sorotan setelah pasukannya berhasil merebut Aleppo, Damaskus, dan kota-kota penting lainnya di Suriah.

Al-Julani, yang memimpin HTS,  pada Ahad (8/12) berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dalam waktu singkat, hampir tanpa pertumpahan darah. Kelompok yang kini menguasai sebagian besar wilayah barat laut Suriah ini awalnya merupakan cabang dari al-Qaeda.

Terkait biografi al-Julani, beberapa sumber menyebutkan ia lahir di Deir ez-Zor, Suriah Timur, dengan beberapa versi mengenai tahun kelahirannya, yakni antara 1975 dan 1979 menurut PBB dan Uni Eropa, 1979 menurut Interpol, atau 1981 menurut media As-Safir.

Beberapa sumber lainnya menyebutkan ia lahir sebagai Ahmed Hussein al-Sharaa pada 1982 di Riyadh, Arab Saudi, di mana ayahnya bekerja sebagai insinyur perminyakan. Keluarganya pindah kembali ke Suriah pada 1989 dan menetap di dekat Damaskus. Profil al-Julani lebih banyak dikaitkan dengan organisasi teroris versi PBB, pada laman main.un.org, sosoknya banyak dikaitkan dengan pergerakan Al-Qaidah, ISIS, beberapa kelompok perjuangan lainnya.

Baca Juga: Thohriyah, Keluar dari PNS Berdakwah Menemani Suami

Kehidupan awalnya di Damaskus tidak banyak diketahui, hingga ia pindah ke Irak pada 2003, di mana ia bergabung dengan al-Qaeda di Irak sebagai bagian dari perlawanan terhadap invasi AS yang menggulingkan Saddam Hussein.

Pada 2006, al-Jawlani ditangkap oleh pasukan AS di Irak dan ditahan selama lima tahun. Setelah dibebaskan, ia ditugaskan untuk mendirikan cabang al-Qaeda di Suriah, yaitu Front al-Nusra, yang akhirnya berkembang pesat di wilayah-wilayah yang dikuasai oposisi, terutama di Idlib.

Keterlibatan al-Julani dengan al-Qaeda dimulai pasca-invasi AS ke Irak pada 2003, yang menggulingkan Saddam Hussein dan Partai Baath. Pada 2010, al-Jawlani ditangkap oleh pasukan AS di Irak dan dipenjarakan di Camp Bucca, tempat ia bertemu dengan berbagai militan yang kelak membentuk ISIS, termasuk pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi.

Setelah perang di Suriah dimulai pada 2011, al-Baghdadi memerintahkan al-Julani untuk membentuk kelompok perlawanan di Suriah, yang akhirnya dikenal sebagai Nusra Front (Jabhat al-Nusra), yang sempat berafiliasi dengan ISIS.

Baca Juga: Sutradara Palestina Vin Arfuso Melawan Narasi Bias Hollywood

Namun, pada 2013, al-Julani memutuskan hubungan dengan ISIS dan mengalihkan afiliasi Nusra ke al-Qaeda. Pada 2016, ia kembali memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan mendirikan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada 2017, yang menggabungkan beberapa kelompok militan di Suriah. HTS kemudian berfokus pada penggulingan pemerintahan Assad dan mengusir milisi-milisi Iran dari Suriah.

Pada 2021, al-Julani menyatakan bahwa HTS tidak mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada penggulingan Assad. Pada 2020, HTS menutup basis al-Qaeda di Idlib, merebut senjata, dan menangkap sejumlah pemimpinnya.

Kelompok ini juga menghancurkan operasi ISIS di wilayah tersebut, sembari menegakkan hukum Islam dengan pendekatan yang lebih moderat dibandingkan dengan kelompok jihad lainnya.

Setelah kemenangan besar yang diraih oleh HTS di Damaskus pada 8 Desember 2024, al-Jawlani memberikan pidato kemenangan di Masjid Umayyah, yang merupakan simbol penting ibu kota Suriah tersebut.

Baca Juga: Izzuddin bin Abdissalam, Sultan Para Ulama yang Menginspirasi Perjuangan Melawan Penjajahan

Dalam pidatonya yang disiarkan berbagai televisi, al-Julani yang mulai menyebut dirinya dengan nama Ahmed Hussein al-Sharaa, menekankan bahwa rakyat Suriah adalah pemilik sah negara ini, dan kemenangan tersebut adalah untuk semua warga Suriah yang telah menderita akibat pemerintahan otokratis Assad. Ia juga menyerukan doa untuk bersyukur atas kemenangan tersebut, menyebutnya sebagai awal dari sejarah baru di Suriah. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Sheikh Raed Salah, Penjaga Al-Aqsa dan Ikon Perlawanan Palestina di Zaman Kontemporer

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Dunia Islam
Internasional
Internasional