DI TENGAH momen yang diselimuti misteri dan spekulasi, tentara pendudukan Israel mengumumkan, mereka telah menargetkan Abu Obeida, Juru Bicara Brigade Izzuddi Al-Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah serangan udara terhadap sebuah bangunan tempat tinggal di lingkungan al-Rimal di pusat Kota Gaza.
Menurut sumber-sumber lokal, serangan tersebut mengakibatkan tewasnya istri dan anak-anaknya, yaitu Lian, Menatallah, dan Yaman.
Belum ada komentar resmi yang dikeluarkan oleh Hamas maupun Brigade Al-Qassam untuk mengonfirmasi atau membantah berita tersebut.
Yang jelas, sejak kemunculan pertamanya di awal Badai Al-Aqsa, Oktober 2023, Abu Obeida muncul sebagai salah satu tokoh media paling terkemuka dalam sejarah perlawanan Palestina, meskipun wajahnya tak pernah terungkap. Dengan keffiyeh merah dan suaranya yang mantap, ia berbicara kepada rakyat Palestina dan dunia di saat-saat paling brutal perang, menjadi ikon media yang melampaui batas-batas citra, mewujudkan wacana perlawanan yang memadukan kekuatan militer dengan pengaruh psikologis dan media.
Baca Juga: Hentikan Perang Sekarang Juga
Dalam setiap perang yang dilancarkan terhadap Gaza, kehadirannya menjadi tanda yang menentukan, karena ia mewakili model wacana yang tidak dilakukan dengan senjata saja, tetapi dengan kata-kata yang menjaga api keteguhan tetap menyala.
Dari Ashkelon ke Jabalia
Nama asli Abu Obeida adalah Huzayfah Samir Abdullah al-Kahlout. Ia berasal dari kota Ni’aliya, yang terletak di kota Ashkelon yang diduduki, sebelum menetap di Jabalia di Jalur Gaza utara.
Ia meraih gelar magister dari Universitas Al-Azhar di Gaza pada tahun 2013. Disertasinya berjudul “Tanah Suci antara Yudaisme, Kristen, dan Islam,” yang mencerminkan minat intelektualnya yang mendalam terhadap akar konflik agama dan sejarah di Palestina.
Baca Juga: Baitul Maqdis, Negeri Para Nabi
Meskipun kehadirannya di media cukup menonjol, Abu Obeida tetap menjaga privasinya, menjauh dari sorotan. Informasi yang tersedia menunjukkan bahwa ia adalah ayah dari empat anak: Layan dan Monallah, yang telah menghafal Al-Qur’an, selain Yaman dan Ibrahim
Sejak menjabat sebagai juru bicara resmi Brigade Al-Qassam pada tahun 2002, Abu Obeida terus menjadi sasaran empuk bagi tentara pendudukan Israel, yang telah berulang kali berupaya membunuhnya dalam berbagai perang dan pertempuran sebelumnya. Meskipun demikian, suaranya tetap terdengar, menyatakan posisi dan menentukan arah pertempuran, tanpa wajah atau detail kehidupannya yang terungkap.
Simbolisme Revolusi
Sebuah sumber yang dekat dengan gerakan perlawanan Palestina menyatakan, Abu Obeida adalah sosok yang terkenal, setidaknya di kampnya, lingkungannya, tetangganya, dan masjid tempatnya shalat berjamaah.
Baca Juga: Dari Silaturahmi ke Ajang Pamer: Media Sosial yang Kehilangan Ruh
Nama dan penampilannya sudah tidak asing lagi bagi mereka yang mengikuti gerakan perlawanan dan para pemimpinnya setidaknya sejak tahun 2014.
“Abu Obeida berasal dari Gaza dan tidak berasal dari planet lain. Tidak banyak yang percaya bahwa tidak ada yang tahu siapa dia,” kata warga.
Sumber tersebut, yang berbicara kepada Quds Press, menegaskan bahwa cadar bukan sekadar alat penyembunyian, tetapi mengandung simbolisme yang lebih mendalam terkait perlawanan dan revolusi, serta mewujudkan penyangkalan diri dengan imbalan menonjolkan identitas perlawanan.
Hingga laporan ini ditulis, belum ada konfirmasi resmi dari Hamas maupun Brigade Al-Qassam mengenai nasib Abu Obeida, yang menyisakan misteri seputar sosok yang telah menjadi simbol yang melampaui batas individu dan mewujudkan semangat perlawanan dalam menghadapi mesin perang Zionis. []
Baca Juga: Menjarah: Akibat dari Keserakahan dan Ketidakadilan
Mi’raj News Agency (MINA)