Spekulasi Penyebab Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Kecelakaan helikopter yang ditumpangi Presiden Iran Ebrahim Raisi, Senin, 20 Mei 2024. (Anadolu Agency)

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Sejumlah kepala negara kawasan Arab segera menyampaikan belasungkawa atas tewasnya Presiden Iran Ebrahim Raisi (63 th) dan Menteri Luar Negeri Hossein Amir Abdollahian (60 th), dalam kecelakaan helikopter di daerah pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan, Senin, 20 Mei 2024.

Di samping keduanya, keseluruhan korban tewas ada delapan orang, termasuk Gubernur Iran Azerbaijan Timur Malek Rahmati, Brigadir Jenderal Seyyed Mehdi Mousavi (Kepala Unit Pengawal Presiden), Ulama Senior dari Tabriz Ayatollah Al Hashem, Anggota Garda Revolusi dari Korps Ansar al-Mahdi, seorang Pilot, Co-pilot dan Petugas teknis.

Presiden Raisi berada di Azerbaijan dini hari Ahad (20/5/2024), bersama Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, untuk meresmikan bendungan ketiga yang dibangun kedua negara di Sungai Aras.

Pemerintah Iran pun mengumumkan hari berkabung selama lima hari di negaranya.

Yaman, Irak, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Pakistan, Suriah hingga Arab Saudi ikut mengirimkan belasungkawa. Lebanon bahkan menyatakan berkabung tiga hari di negaranya.

Hamas menyatakan dukacitanya dengan menyebutkan Raisi sebagai sosok yang memiliki komitmen dalam membela Palestina.

Termasuk tanggapan positif terkini ketika Iran meluncurkan roket-roketnya dari Teheran melintasi langit Arab dan Al-Aqsa, menuju wilayah Palestina yang diduduki rezim Zionis.

Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan bukan hanya mengirim ucapan duka, dan menyatakan satu hari berkabung di negaranya, tapi juga mengirimkan bantuan tim penyelamat ke lokasi kejadian.

Tak tanggung-tanggung Turkiye mengirimkan 32 spesialis penyelamatan untuk membantu Iran dalam mencari helikopter yang membawa Presiden Raisi.

China, Uni Eropa, Rusia, Indonesia hingga Paus Franciskus dan PBB ikut menyatakan duka cita atas kejadian tersebut.

Rusia malah siap memberikan bantuan ahli kepada Iran untuk mengusut tuntas penyebab jatuhnya helikopter buatan AS itu, kata Presiden Rusia Vladimir Putin.

Amerika Serikat bagaimana? Ya, AS dalam pernyataannya memang turut serta memberi tanggapan, melalui Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby, dengan mengucapkan belasungkawa. Namun dengan pernyataan tambahan, AS akan terus meminta pertanggungjawaban Iran terhadap kebijakannya yang dianggap mengganggu stabilitas wilayah.

Negara Zionis? Nah, ini dia, belum juga pihak berwenang Iran melakukan investigasi, apalagi mengumumkan penyebab utama kecelakaan tersebut. Pejabat di Tel Aviv sudah membantah, dengan mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Raisi.

“Bukan kami yang melakukannya,” kata pejabat tersebut, yang meminta tidak disebutkan namanya.

Rumor beredar di media sosial, Dinas Intelejen Mossad dituduh terlibat dalam kecelakaan helikopter tersebut. Desas-desus beredar di media sosial itu, seperti diungkapkan media The Jerusalem Post.

Media yang berpusat di Yerusalem itu menyebutkan unggahan platform X atas nama Hillel Fuld, yang mengatakan, “Banyak orang bercanda bahwa pilot helikopter itu adalah agen Mossad bernama Eli Copter. Banyak sekali pembenci Israel, termasuk stasiun TV sungguhan, yang melaporkan hal tersebut seolah-olah itu adalah fakta.”

Spekulasi Penyebab Kecelakaan

Pemerintah Iran, melalui Panglima Angkatan Bersenjata Mayor Jenderal Mohammad Bagheri telah menugaskan delegasi tingkat tinggi, untuk menyelidiki kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi dan pejabat tinggi lainnya itu.

Namun spekulasi penyebab kecelakaan tersebut memang sudah cukup marak beredar di media sosial.

Beberapa jam setelah kematian Raisi diumumkan, spekulasi dan teori konspirasi mengenai penyebab dan pihak yang bertanggung jawab tersebar luas. Mulai dari keterlibatan Zionis dan Amerika Serikat, hingga faktor cuaca dan kesalahan teknis.

Adapun spekulasi penyebab kecelakaan itu antara lain:

  1. Keterlibatan Mossad

Opini yang tersebar luas berspekulasi bahwa Badan Intelijen Zionis Mossad, yang dikenal karena kemampuannya melaksanakan operasi di luar negeri, berada di balik kecelakaan itu. Pandangan ini dipicu oleh sejarah operasi Mossad yang menargetkan personel militer dan nuklir Iran.

Baca Juga:  Warga Gaza Bertahan Hidup dengan Makanan Seadanya

Apalagi aksi Iran pada pertengahan April kemarin, di bawah kepemimpinan Raisi, untuk pertama kalinya melakukan konfrontasi terbuka, dengan melakukan 200 serangan ke wilayah pendudukan Zionis.

Panglima Militer Zionis Jenderal Herzi Halevi usai serangan itu mengancam, Tel Aviv akan merespons serangan Iran ke wilayahnya itu.

Serangan langsung Iran itu sendiri merupakan respon dari serangan pesawat tempur Israel yang menyasar gedung Konsulat Iran, yang berada di Distrik Mezzeh barat, Damaskus. Serangan waktu itu dating dari arah Dataran Tinggi Golan, pada Senin, 1 April 2024,  sekitar pukul 17.00 waktu setempat.

Korps Garda Revolusi Iran menyebut tujuh perwira mereka tewas dalam serangan udara Israel itu, termasuk Brigader Jenderal Mohammad Reza Zahedi, komandan senior Pasukan Quds – kesatuan khusus Garda Revolusi Iran yang beroperasi di luar negeri – dan wakilnya, Brigjen Mohammad Hadi Haji-Rahimi.

Namun, para ahli menganggap spekulasi ini kemungkinannya sangat tipis terjadi. Membunuh presiden yang sedang menjabat merupakan tindakan perang langsung, yang berpotensi memicu tanggapan lebih keras dari Iran. Fokus strategis Zionis biasanya tertuju pada sasaran militer dan nuklir dibandingkan tokoh politik terkemuka.

“Ada alasan kuat untuk meragukan keterlibatan Israel,” kata sebuah laporan di The Economist.

“Mereka belum pernah melakukan pembunuhan terhadap seorang kepala negara, sebuah tindakan perang yang jelas akan mengundang respons sengit dari Iran,” lanjut laporan.

Karakter intelejen biasanya tidak melakukan serangan terbuka di depan khalayak publik. Tetapi secara tersembunyi.

  1. Tudingan Kesalahan AS

Para pejabat Iran mulai berspekulasi, mengaitkan kecelakaan itu dengan adanya embargo Amerika Serikat terhadap pesawat dan suku cadang penerbangan Iran. Hal itu jelas berdampak signifikan terhadap pemeliharaan dan keselamatan armada penerbangan Iran.

Adalah mantan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif yang menuding pada dampak embargo tersebut. Alasannya bahwa sanksi AS secara tidak langsung bertanggung jawab atas tragedi tersebut dengan mencabut suku cadang penerbangan dan pemeriksaan keselamatan yang diperlukan Iran.

Selama pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi (berkuasa 1941-1979) sebelum Revolusi Ayatullah Ruhollah Khomaeini tahun 1979, Iran memang membeli banyak helikopter jenis Bell buatan AS.

Namun kemudian, embargo senjata dan pesawat terbang puluhan tahun menyulitkan Iran membeli suku cadang atau memperbaharui armada terbangnya. Armada terbang Iran sudah tua karena sanksi-sanksi AS. Terjadi serangkaian kecelakaan yang melibatkan pesawat di negara itu.

Jenis helikopter Bell 212, yang ditumpangi rombongan Presiden Raisi dalam insiden naas itu, pertama kali diproduksi di Fort Worth, Texas. Sebelum pabriknya dipindahkan ke Kota Mirabel, Quebec, Kanada pada 1988, dengan penghentian produksi pada 1998.

Meskipun helikopter ini melakukan penerbangan pertamanya pada 1968 untuk tujuan militer, ketahanan dan kemudahan penggunaannya menjadikannya pilihan yang baik untuk transportasi sipil.

Bell 212 mampu mengangkut hingga 15 penumpang, termasuk pilot. Helikopter ini juga dapat bertugas dalam misi pemadaman kebakaran, transportasi kargo dan pengintaian bersenjata.

Setelah pembelian helikopter jenis itu, dan kepemimpinan Khameini pasca revolusi, berseberangan dengan AS, Iran menghadapi kesulitan dalam mempertahankan senjata dan kendaraan buatan AS. Ini karena embargo bertahun-tahun yang juga menyebabkan kelangkaan suku cadang.

Helikopter Bell 212 yang jatuh diperkirakan berusia setidaknya 30 tahun. Militer Iran diyakini masih memiliki 10 jenis helikopter tersebut dalam inventarisnya.

Menurut Aviation Safety Network, yang menyimpan database kecelakaan untuk berbagai pesawat, menunjukkan bahwa Bell 212 dan pesawat sejenisnya telah mengalami sekitar 30 kecelakaan sejak tahun 2017, dengan 8 di antaranya menyebabkan korban jiwa.

Namun AS menolak tudingan akibat embargo tersebut, seperti pernyataan Kementerian Luar Negerinya pada Selasa (21/5/2024). Kemenlu menyatakan Iran “telah menggunakan pesawat mereka untuk mengangkut peralatan guna mendukung terorisme”.

Baca Juga:  Delapan Perwira Israel Tewas Terpanggang dalam Kendaraan di Rafah

“Kami akan melanjutkan menerapkan sanksi-sanksi terhadap rezim ini, termasuk sanksi kami bagi penerbangan yang digunakan oleh pemerintah Iran,” kata juru bicara Kemenlu AS, Matthew Miller.

“Tanggung jawab pemerintah Iran sendiri atas keputusan menerbangkan helikopter dalam apa yang digambarkan sebagai kondisi cuaca buruk, bukanlah pihak lain yang berperan,” ujarnya.

Menyangkut helikopter tersebut, menurut penyelidikan awal oleh kelompok penyelamat Turkiye yang menemukan puing-puing tersebut, mengatakan pesawat itu tidak dilengkapi transponder atau dimatikan,

Menteri Transportasi Turkiye, Abdulkadir Uraloğlu, mengatakan kepada wartawan bahwa setelah mendengar berita kecelakaan itu, pihak berwenang Turki telah memeriksa sinyal dari transponder helikopter yang menyiarkan informasi ketinggian dan lokasi.

“Tapi sayangnya, kemungkinan besar sistem transponder dimatikan atau helikopter tidak memilikinya,” ujarnya. Seperti dilaporkan The Guardian.

Atas kecelakaan itu, terungkap bahwa pemerintah Iran telah didesak dalam memo oleh para pejabat agar selanjutnya membeli helikopter Rusia untuk para pemimpinnya, di tengah kekhawatiran atas pemeliharaan armada helikopternya yang sudah tua.

  1. Akibat Cuaca Buruk

Pejabat pemerintah Iran sendiri mengatakan di awal musibah, helikopter itu terpaksa melakukan pendaratan darurat karena “kondisi cuaca buruk dan kabut di lokasi.”

Helikopter lepas landas dengan latar belakang pegunungan dan melewati kawasan pegunungan.

Menurut analisis penerbangan pada forum American Institute of Aeronautics and Astronautics pada tahun 2021, cuaca memang menjadi faktor sebesar 28 persen dari semua kecelakaan helikopter yang fatal.

Analisis itu menyebutkan, angin adalah penyebab sebagian besar kecelakaan, namun jarang menyebabkan kematian. Kondisi jarak pandang yang buruk karena pencahayaan yang rendah dan awan merupakan penyebab sebagian besar kecelakaan fatal yang berhubungan dengan cuaca.

Analisis juga menunjukkan bahwa helikopter biasanya beroperasi pada ketinggian yang lebih rendah dibandingkan pesawat bersayap tetap, dan dapat lepas landas dan mendarat jauh dari bandara. Hal ini justru berkontribusi pada berkurangnya akses pilot helikopter terhadap informasi cuaca karena beberapa alasan, termasuk masalah komunikasi atau terbatasnya jangkauan udara di wilayah tersebut dan pada ketinggian tersebut.

Soal penyebab kecelakaan pesawat terbang, Mayor Jenderal Pilot Dr. Hisham Al-Halabi, penasihat Akademi Militer untuk Pascasarjana dan Studi Strategis Mesir, mengatakan kepada Al Arabiya bahwa sehubungan dengan analisis penyebab jatuhnya pesawat Presiden Iran Ibrahim Raisi, masih belum bisa disimpulkan.

Ini karena belum terkonfirmasinya bukti-bukti di lapangan, baik puing-puing pesawat maupun dokumen pemeliharaan.

Akan tetapi, menurut Kepala Kantor Kepresidenan Iran, Gholam Hossein Esmaili, mengatakan cuaca dan kondisi saat penerbangan kepulangan rombongan Presiden Raisi sangat normal. Saat itu rombongan helikopter Presiden  disertai dengan dua helikopter lainnya, yang keduanya selamat tidak mengalami kecelakaan akibat cuaca buruk berkabut.

Esmaili menjelaskan dalam pernyataannya kepada televisi pemerintah Iran, Selasa (21/5/2024), bahwa dia berada di salah satu dari tiga helikopter itu. Ia menyaksikan cuaca cerah saat perjalanan dimulai, dan mereka langsung menuju kota Tabriz dari lokasi bendungan.

Ismaili mengatakan, setelah 45 menit bergerak di lembah yang berdekatan dengan kawasan tambang tembaga Songun, terlihat gumpalan awan menyebar. Cuaca tidak berkabut, tapi terdapat gumpalan awan di atas lembah tersebut. Seperti dilaporkan Al Jazeera.

Dia melanjutkan, “Ketika gumpalan awan itu masuk, komandan lapangan skuadron helikopter – yang merupakan pilot helikopter yang membawa Presiden Republik – memberi perintah untuk meningkatkan ketinggian hingga di atas permukaan awan. Setelah 30 detik melanjutkan jalur di atas awan, helikopter pertama dan ketiga keluar dari awan. Sedangkan helikopter kedua yang membawa rombongan Presiden Raisi, berada di tengah skuadron dan, dan tidak muncul.”

Menurutnya, kondisinya benar-benar normal dan tidak ada situasi sulit, dan helikopter tidak mengalami turbulensi apa pun.

Baca Juga:  Rayakan Idul Adha, Nikmati Daging Kurban Dengan Lebih Sehat

“Ketika pilot helikopter yang mengangkut kami memperhatikan helikopter Presiden belum muncul dari gumpalan awan, kami segera berbalik dan mulai berputar untuk mencari,” lanjutnya.

Dia kehilangan kontak dengan rombongan Presiden Raisi. Dia juga menunjukkan bahwa helikopter mereka berputar sekitar tiga kali dan melakukan beberapa putaran di atas area kejadian, untuk mencari helikopter presiden. Tetapi mereka tidak dapat melihat di bagian tersebut karena awan, dan helikopter itu juga tidak terlihat.

“Lalu kami mendarat di Tambang Tembaga Songun dan mulai mengamati dari sana,” imbuhnya.

Ismaili menambahkan bahwa ia sempat melakukan panggilan melalui ponsel dan diterima imam Jumat di kota Tabriz, Ali Al Hashem, yang ikut bersama rombongan Presiden Raisi.

“Saya tidak sehat, kami jatuh ke lembah,” jawaban Ali Al Hashem.

Dia menjelaskan bahwa dia berbicara dengan Al Hashem dan bertanya di mana mereka berada? Yang terakhir menjawab dengan mengatakan, “Saya tidak tahu….. Saya berada di antara pepohonan…..”

“Saya tidak melihat siapa pun. Saya sendirian dan saya tidak tahu apa yang terjadi dan tidak ada orang di sekitar saya,” sara terakhir Al Hashem.

Dia bersama rombongan pun segera membawa tim medis dan berangkat ke lokasi yang diyakini telah terjadi kecelakaan, karena di tambang tembaga terdapat mobil, paramedis, dan ambulans yang memadai.

  1. Human Error

TRT World menyebutkan beberapa kecelakaan helikopter terkenal, termasuk kematian mantan bintang NBA Kobe Bryant, pada Januari 2020.

Bryant tewas bersama delapan orang lainnya, termasuk putrinya yang berusia 13 tahun Gianna, ketika kesalahan pilot menyebabkan helikopter pribadinya jatuh ke lereng bukit setelah terbang dalam kondisi kabut tebal.

Herbert Wigwe, salah satu pendiri Access Bank, salah satu bank terbesar di Nigeria, beserta Istri dan putranya termasuk di antara enam orang yang tewas dalam kecelakaan helikopter di California tersebut.

Pada saat itu, laporan penyelidikan awal akan dirilis dalam beberapa pekan kemudian. Namun penyelidikan penuh memerlukan waktu dua tahun sebelum laporan akhir dipublikasikan. Kecelakaan dikatakan disebabkan oleh ‘Technical Failure’ (kegagalan teknis).

Namun untuk persiapan teknis penerbangan pesawat untuk penumpang sekelas pejabat tertinggi Presiden Iran dan pejabat tinggi lainnya, tentu sangat tinggi, dan sangat minim pada kegagalan teknis. Nyatanya helikopter itu sudah terbang dari Teheran ke perbatasan Azerbaijan dengan selamat. Hanya pada waktu kembalinya, itulah terjadi kecelakaan.

Apalagi kalau sampai pada tingkatan ‘human error’ alias kesalahan yang disebabkan oleh orang yang mengoperasikan helikopter. Human error juga mencakup kesalahan atau kelalaian pihak lain, misalnya pengontrol lalu lintas udara atau personel pemeliharaan.

Kesalahan pilot menurut data merupakan penyebab paling umum insiden pesawat mencapai sekitar 50% kecelakaan. Angka ini berlaku untuk pesawat sayap tetap, yang statistiknya sangat mirip dengan helikopter.

Tentu saja pilot untuk penerbangan pejabat tertinggi di sebuah negara sangatlah selektif, ketat, terlatih dan berpengalaman.

Walaupun ada peluang sekecil apapun akan terjadinya kesalahan, karena pilot juga manusia biasa. Banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan dan informasi yang perlu diproses kala pilot menerbangkan pesawat modern yang rumit.

Di sini mungkin perlu juga diselidiki rekam jejak pilot, co-pilot dan petugas teknis yang ikut dalam rombongan Presiden Raisi tersebut. Termasuk aktivitas dan percakapan sebelum kejadian.

Penutup

Kantor Berita Tasnim melaporkan bahwa Mayor Jenderal Bagheri menugaskan tim yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Ali Abdullahi, didampingi oleh para ahli khusus serta teknisi sipil dan militer untuk mempelajari dimensi dan penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

Ia menambahkan, tim sudah berangkat ke lokasi kecelakaan di Provinsi Azerbaijan Timur untuk mulai mempelajari penyebab kecelakaan tersebut.

Pemerintah Iran belum secara resmi mengumumkan penyebab jatuhnya pesawat tersebut dan belum mengindikasikan kemungkinan jatuhnya helikopter di daerah pegunungan di tengah kabut tebal.

Tentu kita menunggu pernyataan resmi dari pemerintah Iran untuk menjawab spekulasi sensitif insiden besar yang mengguncang dunia ini.

Hasil penyelidikan tentu akan sangat berpengaruh pada tindak lanjut dan dampak berikutnya. Bukan hanya akan berdampak pada internal dalam negeri Iran sendiri, tapi juga eksternal regional kawasan Timur Tengah dan dunia secara luas. []

Mi’raj News Agency (MINA)