Oleh Dr. Hayu Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH & SDA MUI)
Dunia sedang menghadapi krisis lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan menjadi ancaman besar bagi kesejahteraan planet ini. Oleh karena itu, tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini adalah “Restorasi Lahan, Penggurunan, dan Ketahanan Terhadap Kekeringan.”
Melindungi dan merestorasi ekosistem menjadi strategi penting untuk mengatasi masalah ini.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Pendekatan solusi berbasis alam (Nature-based Solutions/NbS) muncul sebagai cara yang efektif dan berkelanjutan untuk melindungi manusia, bumi, dan alam.
NbS adalah tindakan yang melindungi, meregenerasi, dan mengelola ekosistem secara berkelanjutan untuk memerangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer.
NbS telah diakui sebagai strategi adaptasi iklim, dan manfaatnya terbukti lebih kuat di wilayah perkotaan dan maju.
Meskipun sudah ada kemajuan dalam penerapan NbS, banyak upaya yang belum berhasil karena kurangnya kepekaan budaya dan kegagalan dalam melibatkan masyarakat secara otentik.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Banyak proyek juga gagal mencapai tujuan karena kurangnya keterlibatan dan dukungan pemangku kepentingan, dana yang tidak mencukupi, dan pelaksanaan yang tidak memadai.
Sejak awal milenium, minat terhadap peran komunitas berbasis agama dalam pembangunan sosial dan lingkungan semakin meningkat. Mereka sekarang dipandang sebagai mitra penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan memerangi perubahan iklim serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Komunitas berbasis agama, dengan aset fisik, finansial, dan sosial budaya yang substansial, memiliki peran penting dalam mendukung NbS.
Budaya, nilai-nilai, dan keyakinan memainkan peran penting dalam membentuk perilaku dan sikap manusia, dan tokoh agama dapat menginspirasi dan memobilisasi individu dan komunitas untuk berpartisipasi dalam NbS.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI) adalah contoh nyata bagaimana komunitas lokal dapat berperan aktif dalam aksi iklim melalui pendekatan NbS.
KISUCI berfokus pada sosialisasi, pelatihan praktik ramah lingkungan, dan peningkatan kesadaran akan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Pendekatan ini mendorong sikap proaktif dalam mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan tindakan nyata untuk menjaga kelestarian alam.
Upaya KISUCI dalam pendidikan, pelatihan, dan partisipasi langsung masyarakat dalam pengelolaan serta restorasi ekosistem sungai diharapkan tidak hanya berdampak positif pada lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan, masyarakat dapat mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, memajukan sektor ekowisata berbasis pendidikan, dan mengembangkan usaha berbasis lingkungan.
Langkah ini tidak hanya mendukung kelestarian ekosistem sungai, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus mengurangi risiko dampak bencana di masa depan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati